Sudah menjadi hal yang lumrah jika di bulan Ramadhan harga bahan pangan melonjak secara drastis. Sebab, layaknya perayaan, bulan Ramadhan menjadi bulan yang terkesan sangat konsumtif. Sebagian orang akan membeli barang-barang yang mereka rasa perlu yang tak jarang berlebihan. Padahal mereka hanya kalap mata. Lupa bahwa esensi bulan Ramdhan adalah meningkatkan ibadah kepada Allah.
Hal ini menyebabkan permintaan pasar menjadi meningkat. Ditambah adanya penimbunan-penimbunan yang sering terjadi menjelang Ramadhan. Kemudian diperparah dengan adanya panic buying yang melanda sebagian masyarakat kita, karena merambahnya wabah Covid-19 yang sedemikian pesat. Di mana secara tiba-tiba mereka membeli keperluan dalam jumlah besar sebagai antisipasi jika bencana akan panjang masanya. Padahal itu adalah prilaku egois yang merugikan banyak orang.
Sebenarnya, ketika berbuka kita hanya butuh sedikit saja. Misal butuh takjil berbuka. Satu gelas kolak pisang sudah cukup. Namun, ketika mempersiapkan banyak keinginan berkelebat. Ingin diwujudkan. Jadilah  ada banyak hidangan di meja makan. Es campur, jus durian, salad buah tersaji. Juga main menu, nasi dan lauk pauk lengkap. Dan seterusnya.
Itu semua tidak habis satu kali makan, terkadang tak tersentuh pula. Kulkas menjadi tempat menyimpan andalan. Kadang terlupakan, karena sahur malas makan. Sehingga makanan itu menjadi penghuni kulkas berhari-hari. Lalu dibuang, mubadzir.
Inilah yang membuat harga-harga melonjak tajam. Permintaan pasar tinggi, stok persediaan bahan makan kurang memenuhi, jadilah harga menjadi naik. Mahal. Utamanya bahan dasar yang sering menjadi primadona saat Ramadhan. Gula, tepung, telur. Juga aneka kebutuhan pangan lain. Seperti buah, daging ayam atau sapi, juga sayur mayur.
Namun bersukur, di tempat saya, bahan pangan tidak naik begitu signifikan dan cenderung stabil. Hanya ada beberapa bahan saja yang harganya naik. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya.
Merujuk pada Situs Web Dinas Perdagangan Kalsel, update harga per 29 April 2020 ini banyak bahan pangan yang harganya cukup stabil. Seperti beras yang berada di kisaran angka Rp. 10.500 sampai Rp. 14.400 perkilo, tergantung jenisnya. Bawang Merah Sedang/Kg Rp. 33.400, Bawang Putih Honan/Kg Rp. 32.700. Dan masih banyak lagi yang harganya tetap. Sedangkan harga bahan-bahan seperti minyak goreng, beberapa jenis cabe, dan kedelai naik sebesar Rp. 100 sampai Rp. 600.
Menjelang Ramadhan kemaren, harga gula melonjak naik. Namun, berangsur menurun ketika memasuki bulan Ramadhan. Hingga kemudian saat ini menjadi stabil kembali. Dan memang di pasaran, harga yang tertera di laman web tersebut tidak selalu tepat. Karena harga sudah tentu fluktuatif dan juga bisa berbeda harga di tiap daerah. Seperti kota-kota dibanding dengan daerah pedesaan.
Nah, sebagai bujangers, swakuliner menjadi keharusan. Persis lagu dangdut, masak masak sendiri, cuci baju sendiri, tidur pun sendiri, hehee.
Tidak ada yang melayani, apapun saya kerjakan sendiri. Termasuk memenuhi kebutuhan lidah dan perut. Minum kopi itu kesukaan. Sebagai teman menulis yang aromanya mampu menemani mata terjaga untuk menulis. Passion yang tetiba menjadi profesi.
Untuk itu, mau tidak mau saya harus sedikit mengikuti trend harga yang terjadi di pasaran. Baik itu lonjakan maupun penurunan. Bubuk kopi tetap stabil harganya, 1000 rupiah yang sachet sudah dapat. Namun untuk menjadikannya minuman kopi harus ada gula. Ini yang sering bikin saya gemes. Harganya itu loh, turun-naik. Kadang naiknya selangit, untung sekarang sudah stabil. Semoga tetap anteng di harga 17.100/kilo.