Isu dan perkembangan politik jelang Pilpres 2024 akan tetap menarik untuk mendapat perhatian publik ditengah dinamika dan persoalan rakyat menghadapi ketidakpastian ekonomi.
Reaksi atas kebijakan kenaikan harga BBM, rencana konversi kompor LPG ke kompor listrik serta persoalan yang dihadapi langsung terkait harga kebutuhan pokok sebagai dampak kebijakan kenaikan harga BBM telah menjadi penilaian tersendiri bagi rakyat atas upaya pemerintah dalam pemulihan ekonomi maupun harapan rakyat kepada masa depan pemerintahan berikutnya pasca Presiden Jokowi.
Bahkan sejumlah elite politik telah ambil bagian dalam mengkritisi kebijakan pemerintah dengan motif yang beragam. Sikap "oposisi" kita pahami berseberangan dengan kebijakan pemerintah bahkan sempat viral mengatakan bahwa pemerintahan Presiden Jokowi hanya gunting pita saja. Hingga pernyataan yang sangat tendensius menyatakan bahwa pemerintahan Presiden Jokowi (partai penguasa) akan melakukan kecurangan dalam Pemilu 2024, padahal saat Pilpres 2024 Jokowi bukan lagi petahana.
Dalam sebuah wawancara Presiden Jokowi pun menyampaikan harus berani memutuskan kebijakan yang tidak populer dengan menaikkan harga BBM untuk menyelamatkan ekonomi.
Tantangan ekonomi 2024 akibat krisis pangan dan energi dampak perang Rusia-Ukraina biarlah itu menjadi tanggungjawab capres yang akan bertarung di Pilpres 2024, katanya.
Pernyataan ini juga mempertegas sikap beliau yang untuk kesekian kalinya menolak wacana jabatan presiden 3 periode. Lalu mengapa harus dituduh akan melakukan kecurangan pemilu dan menghalangi sosok tertentu untuk nyapres di 2024?
Jika sikap oposisi kita pahami dalam meraih simpati rakyat yang anti pemerintah lalu bagaimana sikap partai koalisi pendukung pemerintah?
Sebagai partai pengusung utama pemerintahan Jokowi-Maruf Amin dalam beberapa kesempatan PDI Perjuangan (PDIP) selalu menyatakan diri untuk totalitas dan fokus mengawal setiap kebijakan pemerintah terutama dalam kondisi pemulihan ekonomi dibanding membahas pilpres 2024.
Memang menurut aturan tidak ada keharusan untuk membahas pilpres lebih awal dan juga karena alasan PDIP berdasar hasil kongres telah memberi mandat Ketua Umumnya, Megawati Soekarnoputri, yang akan memutuskan capres 2024.
Sehingga di internal partai "terkesan" ada elit yang tidak terima dengan elektabilitas Ganjar Pranowo dan dituduh ambisius padahal tidak pernah menyatakan diri sebagai capres.