Mohon tunggu...
Ike Silvia Fitroh
Ike Silvia Fitroh Mohon Tunggu... Mahasiswa UIN Malang

Hobi berenang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menelaah Praktik Ijarah dalam Layanan Transportasi Online: Studi Gojek dan Grab dalam Perspektif Fiqih Muamalah

11 Juni 2025   18:38 Diperbarui: 11 Juni 2025   18:38 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Perkembangan teknologi digital telah memengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk cara kita bepergian. Munculnya platform transportasi online seperti Gojek dan Grab telah mengubah pola mobilitas masyarakat, menghadirkan solusi praktis dalam layanan antar-jemput. Namun, seiring dengan kenyamanan yang ditawarkan, muncul pula pertanyaan dari sisi hukum Islam: apakah mekanisme sewa-menyewa dalam ekosistem layanan ini telah sesuai dengan prinsip akad Ijarah yang diajarkan dalam fiqih muamalah?

Dalam Islam, akad Ijarah adalah bentuk perjanjian sewa yang sah antara dua pihak, di mana pihak pertama (mu'jir) menyediakan manfaat dari suatu barang atau jasa kepada pihak kedua (musta'jir) selama waktu tertentu, dengan kompensasi yang disepakati (ujrah). Fokus dari akad ini adalah pada pemindahan manfaat dari suatu objek, bukan hak miliknya.

Menelusuri Skema Bisnis Gojek dan Grab

Sebelum membahas dari perspektif syariah, kita perlu memahami pola kerja dari platform seperti Gojek dan Grab. Secara umum, mereka tidak bertindak sebagai penyedia kendaraan, melainkan sebagai penghubung antara pengguna dan pengemudi. Skema bisnis mereka dapat dikategorikan dalam beberapa bentuk:

  • Pengemudi Independen: Pengemudi memiliki kendaraan sendiri, lalu mendaftar sebagai mitra aplikasi. Mereka menerima order melalui aplikasi dan memberikan layanan antar kepada pelanggan. Pendapatan diperoleh dari tarif perjalanan, yang dipotong sebagian kecil sebagai komisi untuk platform.
  • Sewa Kendaraan dari Mitra Vendor: Beberapa pengemudi menyewa kendaraan dari perusahaan rekanan Gojek/Grab. Sewa dibayar secara harian atau bulanan, dan kendaraan digunakan untuk melayani pelanggan dari aplikasi.
  • Sistem Sewa Beli (Leasing) yang Difasilitasi Aplikasi: Terkadang, platform bekerja sama dengan lembaga pembiayaan atau leasing untuk menyediakan kendaraan bagi mitra pengemudi melalui skema cicilan atau sewa beli.

Perspektif Fiqih: Analisis Akad Ijarah dalam Konteks Transportasi Online

Setelah memahami pola tersebut, kita bisa mulai mengkaji bagaimana prinsip akad Ijarah dapat diterapkan atau berpotensi berbenturan dalam praktik.

1. Relasi Penumpang dan Pengemudi

Dalam transaksi antara penumpang dan pengemudi, tampak bahwa akad yang terjadi menyerupai Ijarah. Penumpang menyewa jasa pengemudi beserta kendaraan untuk mencapai tujuan tertentu. Manfaat yang diperoleh penumpang jelas, tarif sudah disetujui di awal, dan waktu/jarak layanan telah ditentukan.

Dengan demikian, transaksi ini dapat dikategorikan sebagai Ijarah yang sah, di mana objek sewa adalah jasa pengantaran, bukan kendaraan semata.

2. Relasi Antara Pengemudi dan Platform

Pada sisi lain, hubungan antara pengemudi dan perusahaan aplikasi memiliki kerumitan tersendiri. Tidak semua skema dapat serta-merta diklasifikasikan sebagai Ijarah.

  • Model Komisi (Mayoritas Kasus): Dalam sistem ini, platform hanya menjadi fasilitator. Pengemudi menggunakan kendaraan milik sendiri dan memperoleh pendapatan langsung dari penumpang, sementara platform menerima komisi dari transaksi. Hal ini lebih mendekati akad Ju'alah atau Wakalah bil Ujrah, bukan Ijarah, karena tidak ada penyewaan barang di antara mereka.
  • Sewa Kendaraan dari Vendor: Apabila pengemudi menyewa mobil dari vendor mitra Gojek/Grab, maka relasi ini adalah bentuk Ijarah. Pengemudi sebagai musta'jir menyewa kendaraan untuk dipakai dalam layanan. Masalah muncul jika terjadi kerusakan kendaraan atau tanggung jawab asuransi tidak jelas. Dalam syariah, kerusakan yang tidak disebabkan oleh penyewa menjadi tanggung jawab pemilik.
  • Skema Sewa Beli atau IMBT (Ijarah Muntahiyah Bi Tamlik): Ketika platform memberikan fasilitas kepemilikan kendaraan melalui sewa cicilan, maka bentuk akad berubah menjadi IMBT. Sewa dilakukan dalam jangka waktu tertentu, dan setelahnya kendaraan dapat menjadi milik pengemudi. Skema ini diperbolehkan selama syarat-syarat seperti akad yang terpisah dan kejelasan kepemilikan di akhir dipenuhi.

Tantangan dan Ketidaksesuaian dengan Prinsip Ijarah

Meskipun secara umum layanan ini dapat dijustifikasi melalui akad syariah, ada beberapa tantangan dan potensi ketidaksesuaian:

1. Ketidakjelasan Objek Manfaat: Banyak penumpang merasa bahwa mereka "menyewa mobil," bukan sekadar jasa. Jika kendaraan mengalami gangguan saat perjalanan, siapa yang bertanggung jawab? Dalam Ijarah, kejelasan manfaat dan objek sewa adalah syarat utama.

2. Unsur Gharar (Ketidakpastian): Fluktuasi harga saat kondisi tertentu (seperti tarif dinamis) bisa menimbulkan ketidakpastian. Walau tarif ditampilkan sebelum perjalanan, proses penentuannya bisa membingungkan pengguna. Dalam fiqih, ujrah harus diketahui dan disepakati di awal akad.

3. Tanggung Jawab Kecelakaan dan Kerusakan: Dalam hal terjadi kecelakaan, bagaimana tanggung jawab dibagi? Dalam Ijarah, kerusakan akibat kelalaian penyewa ditanggung penyewa, sementara kerusakan normal jadi tanggung jawab pemilik. Model ini perlu dijabarkan jelas dalam kontrak platform.

4. Ketimpangan Relasi: Banyak pengemudi merasa memiliki tanggung jawab besar tanpa hak yang memadai. Mereka tunduk pada aturan platform, tapi tidak dianggap karyawan. Ini bisa melanggar prinsip keadilan dalam akad muamalah. Syariah mengharuskan kesetaraan dan kejelasan hak-kewajiban.

Rekomendasi Menuju Model Syariah yang Ideal

Agar layanan transportasi online seperti Gojek dan Grab dapat lebih selaras dengan prinsip-prinsip syariah, perlu adanya langkah-langkah konkret dari berbagai pihak. Salah satu yang paling mendasar adalah peningkatan literasi akad bagi semua pemangku kepentingan. Baik penumpang, pengemudi, maupun pihak pengelola aplikasi perlu memahami jenis transaksi yang mereka lakukan---apakah itu termasuk akad Ijarah, Ju'alah, atau bentuk lain dalam fiqih muamalah. Pemahaman ini akan mencegah kekeliruan dan menumbuhkan kesadaran hukum syariah dalam praktik sehari-hari.

Selain itu, transparansi dalam kontrak antara platform dan mitra pengemudi menjadi sangat penting. Ketentuan mengenai pembagian penghasilan, tanggung jawab masing-masing pihak, serta prosedur penyelesaian sengketa harus dikomunikasikan secara jelas. Hal ini penting untuk menjamin keadilan dan mencegah kesalahpahaman yang dapat merugikan salah satu pihak.

Selanjutnya, implementasi akad-akad syariah kontemporer juga dapat menjadi solusi. Platform dapat bekerja sama dengan lembaga keuangan syariah untuk menghadirkan skema pembiayaan kendaraan berbasis IMBT (Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik), Murabahah, atau akad lainnya yang sesuai syariah. Dengan pendekatan ini, kepemilikan kendaraan bisa dicapai dengan cara yang halal dan tidak menimbulkan unsur riba atau ketidakjelasan (gharar).

Aspek Sosial-Ekonomi dalam Perspektif Ijarah pada Layanan Transportasi Digital

Perlu dipahami bahwa persoalan akad dalam layanan transportasi online bukan sekadar urusan hukum transaksi, tetapi juga berkaitan erat dengan isu keadilan sosial dan stabilitas ekonomi masyarakat bawah. Mayoritas mitra pengemudi berasal dari kalangan ekonomi rentan yang menggantungkan nafkah harian mereka pada pendapatan dari aplikasi seperti Gojek dan Grab. Oleh karena itu, mekanisme akad yang berlaku, baik yang tertuang secara tertulis dalam sistem maupun yang berlangsung secara praktik, sepatutnya mempertimbangkan keberlanjutan hidup mereka serta keadilan dalam relasi kerja.

Dalam ajaran Islam, transaksi muamalah tidak cukup dinilai dari sisi keabsahan hukum formalnya, namun juga harus mencerminkan kemaslahatan (maslahah) dan keadilan ('adl). Sebuah akad yang tampaknya sah menurut syariat, namun menimbulkan beban berat secara sepihak dalam pelaksanaannya, patut dikaji kembali. Contohnya adalah skema insentif atau target harian yang terlalu tinggi dan tidak realistis, yang dalam praktiknya bisa menyerupai bentuk penindasan ekonomi yang tersembunyi.

Di sisi lain, sistem digital yang serba otomatis cenderung mengurangi kemampuan mitra pengemudi dalam mempertahankan haknya. Mereka bisa saja terkena sanksi pemutusan kemitraan sepihak, tanpa adanya ruang pembelaan yang adil. Dalam fiqih, hal ini dapat melanggar prinsip ridha (kerelaan) dalam akad, karena terjadi ketidakseimbangan posisi antara penyedia layanan dan mitra pengguna sistem.

Oleh karena itu, evaluasi terhadap skema kemitraan di platform digital harus mengedepankan keadilan dan perlindungan terhadap pihak yang lemah. Prinsip syariah tidak cukup hadir dalam bentuk regulasi atau fatwa semata, tetapi mesti terimplementasi dalam sistem yang berpihak, transparan, dan berorientasi pada nilai kemanusiaan.Aspek Sosial-Ekonomi dalam Perspektif Ijarah pada Layanan Transportasi Digital

Perlu dipahami bahwa persoalan akad dalam layanan transportasi online bukan sekadar urusan hukum transaksi, tetapi juga berkaitan erat dengan isu keadilan sosial dan stabilitas ekonomi masyarakat bawah. Mayoritas mitra pengemudi berasal dari kalangan ekonomi rentan yang menggantungkan nafkah harian mereka pada pendapatan dari aplikasi seperti Gojek dan Grab. Oleh karena itu, mekanisme akad yang berlaku, baik yang tertuang secara tertulis dalam sistem maupun yang berlangsung secara praktik, sepatutnya mempertimbangkan keberlanjutan hidup mereka serta keadilan dalam relasi kerja.

Dalam ajaran Islam, transaksi muamalah tidak cukup dinilai dari sisi keabsahan hukum formalnya, namun juga harus mencerminkan kemaslahatan (maslahah) dan keadilan ('adl). Sebuah akad yang tampaknya sah menurut syariat, namun menimbulkan beban berat secara sepihak dalam pelaksanaannya, patut dikaji kembali. Contohnya adalah skema insentif atau target harian yang terlalu tinggi dan tidak realistis, yang dalam praktiknya bisa menyerupai bentuk penindasan ekonomi yang tersembunyi.

Di sisi lain, sistem digital yang serba otomatis cenderung mengurangi kemampuan mitra pengemudi dalam mempertahankan haknya. Mereka bisa saja terkena sanksi pemutusan kemitraan sepihak, tanpa adanya ruang pembelaan yang adil. Dalam fiqih, hal ini dapat melanggar prinsip ridha (kerelaan) dalam akad, karena terjadi ketidakseimbangan posisi antara penyedia layanan dan mitra pengguna sistem.

Oleh karena itu, evaluasi terhadap skema kemitraan di platform digital harus mengedepankan keadilan dan perlindungan terhadap pihak yang lemah. Prinsip syariah tidak cukup hadir dalam bentuk regulasi atau fatwa semata, tetapi mesti terimplementasi dalam sistem yang berpihak, transparan, dan berorientasi pada nilai kemanusiaan.

Tak kalah penting, peran aktif dari para ulama dan regulator perlu terus dioptimalkan. Kajian terhadap model bisnis digital yang terus berkembang harus direspons dengan fatwa-fatwa yang adaptif dan relevan. Dengan demikian, perkembangan teknologi tidak akan bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah, melainkan justru dapat diarahkan untuk mendukung kemaslahatan umat.

Penutup

Hadirnya Gojek dan Grab adalah cermin dari transformasi ekonomi digital yang semakin pesat. Dalam perspektif fiqih muamalah, hal ini tidak serta-merta ditolak, namun perlu dikaji agar setiap inovasi tetap berjalan di atas nilai-nilai syariah yang adil dan proporsional. Dengan pendekatan yang konstruktif, layanan transportasi online dapat terus berkembang sembari membawa manfaat yang berkah bagi seluruh pihak yang terlibat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun