Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Perangi Berita Hoaks dengan Pendidikan

30 Oktober 2017   17:20 Diperbarui: 3 November 2017   09:21 7317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: teachaway.com

(Anti Hoax Sang Pendidik)

Oleh: Ikarowina Tarigan

Pernahkah Anda membaca berita yang menyatakan bahwa ada beras yang mengandung plastik? Atau ada garam merek tertentu yang mengandung kaca? Atau makan mie instan bersamaan dengan cokelat bisa menyebabkan keracunan? Ketiga berita sensasional di atas hanyalah segelintir dari sekian banyak berita bohong atau hoax yang menyebar luas lewat media sosial dan meresahkan masyarakat. 

Meskipun Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah mengklarifikasi bahwa berita tersebut bohong belaka, banyak orang yang masih takut mengonsumsi produk-produk yang diberitakan tersebut.

Tak bisa dihindari, akses internet yang mudah dijangkau lewat telepon genggam dan komputer membuat penyebaran informasi semakin cepat. Para pengguna internet, baik dewasa maupun anak-anak, dapat dengan mudah mendapatkan dan menyebarkan berita. Hanya saja, tidak semua berita yang diakses terjamin kebenarannya. Beberapa berita yang sempat meresahkan dan dibagikan berulang-ulang oleh pengguna internet lewat media sosial, ternyata hanyalah berita bohong yang lebih dikenal dengan istilah hoax.

Para pengguna internet kesulitan membedakan hoax dari berita faktual. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Pew Research Centre, sebuah lembaga sumber fakta nonpartisan yang menginformasikan isu-isu, peristiwa dan tren yang terjadi di Amerika dan dunia, hanya 39 % warga dewasa Amerika yang mengaku dapat mengenali berita hoax. Survei yang dilakukan terhadap lebih dari 1000 orang dewasa ini menemukan bahwa sekitar 23 % dari responden sudah pernah membagikan berita hoax.

Anak-anak juga tidak luput dari sasaran berita hoax. Berdasarkan survei yang dilakukan Common Sense Media, sebuah organisasi nonprofit yang fokus dalam membantu orangtua, anak-anak dan para pendidik dalam menggunakan media dan teknologi, sekitar 30% anak mengaku bahwa mereka membagikan berita secara daring tanpa benar-benar mengetahui kebenaran berita tersebut.  Survei ini dilakukan terhadap 853 anak usia 10 hingga 18 tahun,

Common Media Sense juga menemukan bahwa anak-anak lebih menyukai media sosial sebagai sumber berita. Sekitar 39% menyatakan mendapatkan berita dari media sosial, 36 % dari keluarga, guru atau teman dan 24% anak memilih mendapatkan berita dari media tradisional. Kalangan remaja menyebutkan bahwa Facebook merupakan sumber berita favorit mereka. Sedangkan anak-anak usia 10 hingga 12 tahun lebih memilih YouTube. Merujuk hasil temuan tersebut, kita harus lebih giat mengedukasi anak untuk mengenali berita hoax.

Untuk mencegah penyebaran hoax, berikut beberapa langkah mengenali berita hoax:

  • Perhatikan nama situs web, termasuk yang disertai dengan ".co". Situs web ini seringkali mencoba terlihat seperti situs web berita terpercaya, padahal bukan. 
  • Lihat tanda-tandakhusus. Pemakaian huruf kapital dalam penulisan semua huruf dalam judul, judul dengan kesalahan gramatikal, klaim yang sensasional tanpa sumber yang jelas, dan gambar-gambar yang sensasional merupakan tanda-tanda yang perlu dicurigai.
  • Periksa bagian "tentang kami" dari situs web tersebut. Cari tahu siapa yang mendukung dan siapa-siapa saja yang terkait dengan situs web. Jika situs web mengharuskan untuk mendaftar terlebih dahulu sebelum mendapatkan informasi tersebut, maka Anda harus curiga mengapa mereka tidak terbuka.
  • Cek emosi Anda. Jika berita tersebut membuat Anda benar-benar marah atau kesal, ini bisa menjadi pertanda kalau Anda sedang dipermainkan. Periksa sumber-sumber berita terpercaya lainnya sebelum meyakini kebenaran berita tersebut.
  • Baca menyeluruh. Jangan hanya membaca judul atau paragraf pembuka sebelum memutuskan membagikannya. Bacalah seluruh berita untuk membantu Anda menemukan data-data yang mendukung kebenaran judul.
  • Periksa situs web yang mempublikasikan berita tersebut. Situs web yang dibanjiri iklan pantas dipertanyakan. Cobalah cari informasi mengenai situs web tersebut dengan menggunakan mesin pencari google dan baca berita-berita lain yang pernah dipublikasikan di situs web tersebut.
  • Periksa tanggal dan waktu penerbitan. Berita hoax seringkali memunculkan kembali berita-berita yang sudah usang dan berusaha meyakinkan Anda kalau peristiwa tersebut baru saja terjadi. Hindari kesalahpahaman dengan memeriksa tanggal dan waktu penerbitan.
  • Cari tahu mengenai penulis. Kenali penulis dengan membaca artikel atau berita yang pernah ditulis sebelumnya. Cara ini dapat membantu Anda mengetahui kredibilitas penulis.
  • Periksa tautan dan sumber-sumber yang digunakan. Kurangnya tautan atau sumber-sumber yang mendukung kebenaran berita bisa menjadi pertanda kalau berita tersebut bohong belaka. Akan tetapi, situs web berita bohong juga seringkali menyertakan beragam tautan. Pastikan kembali apakah klaim tersebut berasal dari sumber-sumber yang bisa dipercaya.
  • Hati-hati dengan bias. Cerita bohong didisain untuk membangkitkan emosi pembaca dengan cara menyajikan berita sensasional yang sesuai dengan cara pandang pembaca. Jadi, sebelum membagikan berita atau artikel yang mendukung cara pandang Anda, ada baiknya memeriksa kebenaran berita atau artikel tersebut.
  • Periksa apakah sumber berita terpercaya melaporkan hal yang sama. Jika sebuah
  •  berita terlihat mencurigakan, cobalah periksa apakah situs web berita lainnya juga mempublikasikan berita tersebut. Jika tidak ada satu pun situs web berita terpercaya melaporkan berita yang sama, maka kemungkinan berita tersebut bohong belaka.

Dampak Negatif Hoax

Hoax bukan sekedar produk sampah digital yang tidak berbahaya. Hoax  mempunyai dampak negatif. Berikut beberapa di antaranya:

  • Menimbulkan kebingungan. Sadar atau tidak, berita hoax memengaruhi cara kita menginterpretasikan dan merespon terhadap berita faktual. Berita hoax membuat kita jadi bingung dan kesulitan menentukan mana yang benar.
  • Memunculkan sikap apatis. Saat dihadapkan pada beragam informasi yang saling bertentangan, banyak orang cenderung berpikir bahwa segala sesuatu menjadi bias. Kondisi ini dapat memincu munculnya sikap apatis masyarakat terhadap politik dan cenderung menurunkan jumlah pemilih pada saat pemilu.
  • Memicu perpecahan. Hoax berisi fitnah yang dapat mempermainkan emosi pembaca. Hal ini dapat menimbulkan perpecahan di kalangan masyarakat.
  • Menjadi alat propaganda.Hoax dapat digunakan sebagai alat untuk membentuk opini dan menggerakkan masyarakat, khususnya masyarakat yang mempunyai pola pikir sama dengan isi berita, untuk melakukan sesuatu sesuai dengan yang dikehendaki pembuat berita.
  • Merugikan dan merusak reputasi. Fitnah terhadap seseorang atau suatu lembaga lewat berita hoax bisa membentuk opini negatif terhadap orang atau lembaga tersebut. Hal ini sangat merugikan pihak yang sama sekali tidak bersalah.
  • Hoax dapat mempersempit pandangan dalam melihat dunia. Beberapa orang merasa lebih nyaman dengan orang-orang dan media yang mendukung persepsi atau cara pandang mereka tanpa mau membuka diri terhadap sudut pandang yang lain.

Mengedukasi Siswa, Keluarga dan Kolega Memerangi Hoax

Hasil studi yang dilakukan para peneliti dari Standford University menemukan bahwa generasi muda kesulitan membedakan berita hoax dari artikel atau berita faktual. Selain itu, sebagian besar orang cenderung menjadikan media sosial seperti Facebook, Instagram dan media sosial lainnya sebagai sumber berita. Melalui media sosial, setiap pengguna dapat dengan mudah membagikan berita.

Hasil studi yang dilakukan oleh Media Insight Project, penelitian gabungan dari The American Press Institute dan The Associated Press-NORC Center for Public Affairs Research,pada tahun 2015 menemukan bahwa saat mencapai usia 18 tahun, sekitar 88 % generasi millennial akan mendapatkan berita dari media sosial. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan Pew Research Study pada tahun 2016, sekitar 44% orang dewasa menjadikan media sosial sebagai sumber informasi atau berita.

Merujuk kepada hasil temuan tersebut, sangatlah penting untuk mengedukasi anak, keluarga, dan kolega untuk mengenali berita hoax. Hal ini bisa menghindari penyebaran berita hoax, khususnya lewat media sosial.

Pat Winters Lauro, seorang professor dari Kean University di New Jersey, menyarankan agar semua anak dibekali dengan keahlian membaca dan melihat berita secara kritis. Menurut dia, pendidikan merupakan satu-satunya cara memecahkan masalah berita hoax. Para guru, mulai dari sekolah dasar hingga universitas, dapat mengajarkan siswa cara membedakan berita faktual dan berita hoax. Guru bisa mengarahkan siswa agar bersikap kritis dalam mengenali kedua berita tersebut.

NPR Ed,organisasi media yang bertugas sebagai sindikasi bagi radio penyiaran publik di Amerika Serikat, mengundang para pendidik untuk berbagi cara dalam mengajarkan berita hoax dan literasi media. Berikut empat dari beberapa cara yang berhasil dikumpulkan oleh NPR Ed:

  • Melalui media permainan "Simon Says"

Bedley, seorang guru kelas lima sekolah dasar di Plaza Vista School di Irvine, California, memodifikasi permainan "Simon Says" dalam mengajarkan berita hoax. Ia menggunakan dua kata ajaib " Simon Says" untuk memutuskan apakah sebuah berita merupakan berita faktual atau hoax.

Ia memulai permainan dengan mengirimkan sebuah berita lewat email kepada siswanya. Siswa membaca berita di laptop masing-masing. Ia meminta siswa yang merasa artikel itu salah, berdiri. Siswa yang mempercayai kebenaran berita tetap duduk di kursi masing-masing.

Sebelum memulai permainan, Bedley sudah mengajarkan tujuh panduan penting yang bisa menjadi pegangan siswa saat menelusuri kebenaran sebuah berita. Berikut tujuh hal yang harus diperhatikan siswa:

  • Apakah kamu mengetahui sumber berita, apakah berita dipublikasikan oleh sumber yang sudah terpercaya? Seperti National Geographic, Discovery, dan lain-lain.
  • Bagaimana isi berita dibandingkan dengan apa yang sudah kamu ketahui?
  • Apakah informasi yang disampaikan masuk akal? Apakah kamu memahami informasi yang disampaikan?
  • Bisakah kamu memverifikasi bahwa informasi yang disampaikan senada dengan tiga atau lebih sumber berita lain yang sudah terpercaya?
  • Apakah tulisan didukung oleh pernyataan orang yang ahli di bidangnya?
  • Seberapa baru informasi tersebut?
  • Apakah berita mempunyai hak cipta?
  • Modifikasi sederhana

Bedley bekerjasama dengan Todd Flory dari Wheatland Elementary School di Wichita melakukan tantangan berita hoax lewat Skype. Siswa kelas 4 yang diajar oleh Flory diminta memilih dua berita faktual dan menulis satu berita hoax. Kemudian, mereka mempresentasikan ketiga berita tersebut lewat skypekepada kelas Bedley di California.

Siswa Bedley diberi waktu empat menit untuk melakukan penelitian lebih jauh terkait presentasi berita yang disampaikan. Selanjutnya, mereka diminta memilih satu berita hoax dari tiga berita yang diberikan. Mereka harus menjelaskan mengapa mereka berpikir kalau berita tersebut hanya hoax belaka.

  • Berikan contoh berita hoax

Diana Morey. guru kelas Sembilan di Danvers High School di Danvers, mendorong siswa untuk membawa contoh-contoh tulisan yang menyebarkan berita hoax. Selanjutnya siswa diajak mengenali unsur-unsur yang membuat mereka harus mempertanyakan kebenaran berita.

  • Memadukan dengan kelas bahasa

Larry Ferlazzo, seorang guru bahasa Inggris di Burbank High School di Sacramento, memulai pelajaran dengan menyajikan beberapa contoh berita faktual dan berita hoax. Kemudian ia meminta siswa mengenali perbedaan-perbedaan dari kedua jenis berita tersebut. Mereka diminta menuliskan temuannya dalam sebuah diagram.

Pendidikan merupakan cara efektif memerangi hoax. Namun tidak hanya para guru, semua orang harus berperan serta. Mulailah dari diri sendiri dengan tidak menyebarkan berita hoax. Anda mungkin tidak berniat untuk berbohong, tapi Jika Anda menyebarkan berita hoax tanpa usaha sedikitpun untuk memvalidasinya, berarti Anda juga turut menyebarkan kebohongan.

Jika Anda menemukan berita hoax  di media sosial Facebook, Anda bisa melaporkan berita tersebut dengan menggunakan perangkat yang telah disediakan. Selain itu, Anda juga bisa memberikan komentar dan menyatakan bahwa berita tersebut hoax belaka sehingga orang-orang lain yang membacanya bisa melihat koreksi Anda.

Anda bisa mengedukasi teman dan keluarga, dan khususnya anak-anak, mengenai bahaya berita hoax. Anda bisa menggunakan waktu makan malam keluarga untuk memperbincangkannya dengan keluarga.

Ambil tindakan nyata saat teman Anda membagikan berita hoax. Sertakan link atau bukti lain yang mendukung bahwa berita tersebut hoax. Dengan begitu, orang-orang tidak akan mengomentari atau membagikan ulang berita tersebut.

Saya selaku penulis juga tidak terhindar dari berita hoax. Saya termasuk orang yang sangat perduli pada gaya hidup sehat dan sangat gemar membaca berita atau artikel seputar kesehatan. Beberapa waktu lalu, emosi saya sempat dipermainkan oleh berita hoax yang saya baca dari tautan berita yang dibagikan seorang teman lewat media social Facebook. 

Berita tersebut memuat informasi bahwa mengenakan bra berkawat dan bra yang memiliki bantalan busa memperbesar resiko kanker payudara. Dinyatakan bahwa kawat bisa menghambat peredaran darah ke payudara dan busa menjadi sarang beragam bakteri yang pada akhirnya bisa memicu kanker payudara.

Yang saya lakukan saat itu adalah mengenali perasaan saya. Mengapa berita ini membuat saya jadi takut? Saya bahkan sudah berencana untuk mempensiunkan semua bra yang berbusa. Saya akhirnya memeriksa situs web yang memuat berita dan merasa asing dengan situs web terebut. Saya kemudian mencari tahu informasi lebih banyak dengan mengunjungi Google. 

Saya mengetik "apakah ada jenis bra yang memperbear resiko kanker payudara" sebagai kata kunci pencarian. Saya akhirnya menemukan bahwa pernyataan berita tersebut hanya hoax belaka. Banyak situs web berita terpercaya memuat berita yang menyatakan bahwa informasi tersebut hanya bohong belaka.

Dari pengalaman tersebut saya juga belajar bahwa usaha memerangi penyebaran berita hoax bisa diawali dari diri kita sebagai pembaca. Jadilah pembaca yang kritis, jangan langsung mempercayai semua berita yang ada. Selain itu, pastikan hanya memposting dan membagikan berita yang sudah Anda yakini kebenarannya dan dari sumber yang sudah terpercaya. Dan jika Anda terhubung dengan beberapa teman di Facebook yang meyakini berita-berita hoax, berikan pemahaman dan rangkullah mereka untuk memerangi hoax. Seorang teman tentu tidak akan membiarkan temannya membagikan berita hoax.

Sumber:

http://health.detik.com/healthypedia/40-broadcast-pesan-kesehatan-yang-ternyata-hoax/5476/lemon-lebih-hebat-dari-kemoterapi

http://www.huffingtonpost.com/entry/fake-news-guide-facebook_us_5831c6aae4b058ce7aaba169

https://espace.cern.ch/winservices-help/NICESecurityAndAntivirus/VirusHoaxesAndSpyware/AboutHoaxes/Pages/HowToRecognizeAHoax.aspx

http://www.huffingtonpost.com/entry/the-psychological-imprint-of-fake-news-on-social-media_us_5847ae4fe4b099808c198e5c

http://edition.cnn.com/2017/03/10/health/fake-news-kids-common-sense-media/index.html

http://www.npr.org/sections/ed/2017/02/16/514364210/5-ways-teachers-are-fighting-fake-news

http://www.bbc.com/future/story/20170210-how-to-avoid-falling-for-lies-and-fake-news

http://fortune.com/2017/02/13/fake-news-school-fact-check/

https://www.commonsensemedia.org/blog/how-to-spot-fake-news-and-teach-kids-to-be-media-savvy

http://www.connectsafely.org/fake-news-tips-from-connectsafely/

https://merryjane.com/news/how-to-spot-fake-news

https://www.inquisitr.com/4398370/fake-news-dihydrogen-monoxide-hoax-h20-water-science-teachers-fake-news-facts-high-school-college-battles-fake-news/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun