Mohon tunggu...
Ika Maya Susanti
Ika Maya Susanti Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas dan pemilik blog https://www.blogimsusanti.com

Lulusan Pendidikan Ekonomi. Pernah menjadi reporter, dosen, dan guru untuk tingkat PAUD, SD, dan SMA. Saat ini menekuni dunia kepenulisan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Berbagai Pengalaman Tak Terlupakan Menjadi 'Kutu Loncat' Pengajar (Bagian 2) - Menjadi Guru Taman Penitipan Anak

3 November 2022   22:33 Diperbarui: 3 November 2022   22:44 926
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aktivitas mengamati belatung di belimbing yang jatuh di taman. Foto: dokumen pribadi

Bisa dibilang, profesi saya yang ke tiga waktu itu sangat jauh berseberangan dengan profesi sebelumnya.

Saat jadi dosen di Batam, ketemunya dengan mahasiswa. Apalagi usianya hanya terpaut beberapa tahun saja. 

Lalu saat balik ke Lamongan, saya malah mendapat kesempatan menjadi kepala sekolah sebuah taman penitipan anak. Siswanya, anak-anak berusia bayi hingga lima tahun!

Hal terekstrim dari dua profesi tersebut, antara menjadi dosen dengan menjadi guru taman penitipan anak adalah masalah komunikasi. Dengan mahasiswa, saya bisa bicara seperti dengan laiknya orang dengan usia yang sama. Sedangkan dengan balita, harus banyak berpikir dulu sebelum berkata atau bertindak.

Beberapa hal unik yang saya alami saat menjadi guru taman penitipan anak adalah sebagai berikut.

  1. Lajang yang harus menjadi orang tua untuk banyak anak

Saat menjalani profesi menjadi guru taman penitipan anak, status saya saat itu masih melajang. Tidak ada pengalaman sama sekali untuk mengasuh anak kecil. Modal saya hanyalah ilmu pendidikan dari bangku kuliah.

Awalnya saya kira tugas kerja mengajar anak usia dini itu ya sekedar mengajar. Nyatanya, lebih dari itu.

Saya bisa harus ada untuk melerai anak kecil yang berkelahi, mengobati anak jatuh atau menjaga anak sakit, menstimulus tumbuh kembang anak bayi, dan yang lainnya.

Terima kasih sebesar-besarnya untuk Google, teman yang selalu jadi tempat saya bertanya. Karena dari internet lah, ilmu saya untuk menghadapi anak balita bisa bertambah.

  1. Tidak pernah ada pertengkaran abadi antara anak-anak

Bagi orang dewasa, perselisihan antarmanusia dewasa kebanyakan akan berakhir dengan memaafkan tapi tidak melupakan.

Namun itu tidak berlaku untuk anak-anak. Mereka bisa berengkar. Bahkan setiap hari antara anak yang itu-itu juga. Tapi, mereka tak pernah benar-benar bermusuhan.

Bahkan pernah ketika saya sulit mendamaikan dua anak yang bertengkar, tanpa saya duga, mereka bisa cepat akur hanya karena ada kecoa lewat. 

  1. Selalu bisa tertawa lepas dengan kemampuan spontan yang dikeluarkan anak-anak

Benar kalau ada yang bilang, anak-anak itu obat kesedihan. Walaupun sedang galau, tapi semua langsung hilang saat saya berinteraksi dengan anak-anak. 

Bayangkan saja, menghadapi satu anak saja kadang sudah bikin senyum. Apalagi jika menghadapi anak hingga belasan jumlahnya. Karena yang namanya anak-anak, selalu ada saja tingkah lucunya.

  1. Menjumpai beberapa anak dengan karakter unik

Namanya saja anak-anak dari berbagai macam keluarga, tentunya mereka pun punya karakter unik masing-masing.

Selama di taman penitipan anak, yang saya ingat, ada anak yang dari awal datang pagi sampai menjelang sore waktunya pulang, selalu mengeluarkan suara tangisan. Awalnya memang menangis. Tapi pada akhirnya ia hanya bersuara menangis tapi tidak mengeluarkan air mata.

Ada juga seorang anak down syndrome yang dititipkan di sana. Anak ini pada akhirnya cepat bertambah kemampuannya karena sering mengamati dan terkadang berinteraksi dengan anak-anak lain. 

Yang saya paling salut selama di taman penitipan anak adalah para pengasuh di tempat tersebut. Mereka benar-benar sangat sabar menghadapi anak-anak dengan berbagai tingkah lakunya.

Gara-gara mengajar di taman penitipan anak tersebut, saking berkesannya, saya sampai sukses membuat sebuah buku cerita lho. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun