Mohon tunggu...
Ika Kartika
Ika Kartika Mohon Tunggu... Communicating Life

PNS yang percaya bahwa literasi bukan cuma soal bisa baca, tapi soal mau paham. Kadang menulis serius, kadang agak nyeleneh. Yang penting: ada insight, disampaikan dengan cara yang asik, dan selalu dari kacamata ilmu komunikasi—karena di situlah saya belajar dan bekerja. Seperti kata pepatah (yang mungkin baru saja ditemukan): kalau hidup sudah terlalu birokratis, tulisan harus tetap punya nyawa.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Ketika Maju, Adil, Merata, Tidak Korupsi Bukan Lagi Sekadar Slogan

5 Oktober 2025   17:56 Diperbarui: 5 Oktober 2025   19:47 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapi arah itu tidak akan berarti apa-apa tanpa yang namanya kolaborasi.
Sayangnya, di banyak rapat birokrasi, kata "kolaborasi" sering diterjemahkan menjadi "kerja bareng asal atasan senang."
Belum banyak yang menjadikannya budaya dengar--pahami--gerak bersama.

Padahal, kolaborasi sejati dimulai dari kesediaan mendengarkan.
Dan untuk daerah yang ingin maju, mendengarkan mungkin jauh lebih penting daripada berpidato.

Kalau kita lihat secara lebih luas, daerah ini sebenarnya sedang mencari bentuk terbaiknya.
Masih banyak masalah klasik: pengangguran, ketimpangan, tata kelola data, sampai pola pikir aparat yang belum semua bergeser dari "menjalankan tugas" ke "membangun perubahan."
Namun di tengah keterbatasan itu, selalu ada secercah ruang bagi harapan.

Ruang itu muncul saat ada komitmen baru untuk membangun kepercayaan publik; saat pemerintah mulai menata ulang fokusnya dari seremonial ke substansi.
Kita mungkin belum melihat hasil besar...maklum, belum genap setahun pemerintahan baru berjalan. Namun paling tidak, kita mulai mendengar kalimat yang menandakan arah: bahwa keberhasilan bukan cuma soal angka, tapi tentang integritas.

Saya tidak mau terlalu romantis.
Karena tahu, politik lokal sering lebih rumit dari narasi yang dibacakan di podium.
Tapi saya juga tidak ingin menjadi sinis.
Karena sinisme hanya menumbuhkan jarak, bukan perbaikan.

Barangkali memang begitulah cara kita mencintai tempat ini: dengan terus menuntut, tapi tidak berhenti berharap.
Dengan tetap kritis, tapi juga mau percaya bahwa perubahan bisa dimulai...meski pelan, meski kecil.

Kita tahu, perjalanan ini masih panjang.
Tapi jika empat kata itu benar-benar dijalankan, mungkin untuk pertama kalinya, daerah ini punya arah yang tidak hanya indah di atas kertas.

Dan siapa tahu, tahun-tahun mendatang kita tak lagi sibuk bicara tentang "siapa yang membangun,"
tapi mulai menulis cerita tentang "bagaimana akhirnya kita sampai di sana."

Karena sejatinya, kemajuan itu bukan soal siapa yang memimpin,
tapi seberapa jauh kita berani melangkah ke arah yang benar.

Note:
Refleksi kecil dari seorang warga yang masih ingin percaya, bahwa arah baik, kalau dijalankan dengan jujur, bisa jadi jalan pulang bagi banyak hal yang hilang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun