Sering terjadi, Â sebuah program pemerintah yang sebenarnya baik, punya dampak besar, dan dirancang dengan serius tapi sepi respons. Tak dibicarakan, tak dibagikan, apalagi diapresiasi. Sementara itu, video TikTok berdurasi satu menit tentang "resep sehat ala emak-emak kampung" viral dan jadi bahan obrolan di warung kopi, grup WhatsApp, sampai FYP.
Apakah ini berarti masyarakat tak peduli pada pembangunan?
Tidak juga. Yang terjadi sebenarnya sederhana: cara penyampaiannya tidak menyentuh. Pesan yang benar belum tentu dipercaya, apalagi diikuti, jika dikemas dengan cara yang salah. Di sinilah kolaborasi antara pemerintah dan content creators menemukan relevansinya.
Dari Komando ke Kolaborasi
Zaman sudah berubah. Dahulu, pendekatan komunikasi pemerintah bersifat vertikal. Informasi disampaikan seperti perintah: "Ini pesannya, tolong sebar." Tapi di era digital, pendekatan itu kehilangan efektivitas. Rakyat kini ingin menjadi bagian dari percakapan, bukan sekadar pendengar.
Kini, pendekatannya bergeser: "Ini isu penting. Ayo kita olah bareng."
Ini bukan soal menyerahkan kendali, tapi berbagi makna. Pemerintah datang dengan data dan mandat, sementara content creators membawa gaya dan pengaruh. Bersama, keduanya bisa menciptakan narasi yang bukan hanya informatif, tapi juga inspiratif.
Kenapa Content Creator Jadi Kunci?
Content creator hari ini adalah "juru bicara publik" yang tidak perlu podium. Mereka punya kedekatan emosional dengan audiensnya. Bahasa mereka ringan, visual, dan relatable. Mereka bisa mengangkat isu penting seperti gerakan masyarakat hidup sehat, pendidikan, atau inklusi sosial menjadi menarik dan menyentuh hati.
Masyarakat cenderung percaya pada mereka karena merasa "itu seperti saya". Ketika seorang ibu muda bicara soal imunisasi dengan gaya personal dan penuh empati, pesan itu lebih mengena dibandingkan teks panjang dari institusi formal.
Transparansi Adalah Kunci Kredibilitas