Mohon tunggu...
Ika CahyaF
Ika CahyaF Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lestari Budaya di Era Transisi

28 Oktober 2018   17:55 Diperbarui: 28 Oktober 2018   18:09 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Namun belakang kreasi rangkaian Janur Kuning semakin unik dan beragam. Dalam tradisi Jawa, Janur dianggap sebagai simbol kebahagian ini diolah menjadi beragam bentuk dan fungsi.

Sepadan dengan pemaparan di atas kembar mayang sarat akan makna. Mulai payung tunggul nogo sebagai simbol mengayomi kedua mempelai, manuk-manukan yang berarti simbol kesetiaan, uler-uleran mengambarkan tanggung-jawab kepala rumah tangga dalam menghidupi keluargannya, atau sebagai bentuk tirakat untuk enggapai kesuksesan, keris simbol dari nrimo ning pandom karena sesuai bentuk keris yang bergelombang, gunung-gunungan dianyam seperti candi bahwasannya pernikahan seperti gunung kokoh dan tegar. Simbolisasi tersebut merupakan bagian terpenting dalam kembar mayang.

Dalam pembahasan sama, ada juga yang mengaitkan arti kata Janur dari bahasa Arab ja'anur yang berarti datangnya cahaya. Sama halnya masyarakat Jawa yang memaknai Janur sebagai sejati nur berartikan cahaya sejati. Hal demikian dapat dibenarkan karena pada intinya manusia membutuhkan cahaya dari Sang Maha Kuasa untuk dapat melihat jalan yang baik dan buruk.

Sedangkan warna kuning diambil dari bahasa Jawa yang berarti suci. Arti tersebut merujuk pada simbol hubungan sosial, warna kuning mengambarkan kekayaan dan keluhuran. Maka dari itu, warna tersebut dikaitkan dengan Sang Maha Kuasa.

Warna kuning juga bermakna sabda abadi, berharap semua perkataan akan terwujud. Perilaku ini dihasilkan dari hati atau jiwa yang hening. Dengan demikian, janur kuning mengisyaratkan cita-cita mulia dan tingginya harapan mencapai cahaya illahi dengan dibarengi hati hening. (sumber:yudha-ijir)

Merujuk pada sumber diatas yang menjelaskan begitu kental dengan filosofi kita sebagai generasi yang tinggal di tanah jawa, seyogyanya peduli dan sadar akan apa yang ada di tanah jawa, khususnya budaya. Kalimat "nguri nguri budaya jawi" nampaknya hanya menjadi isapan jempol bekala bila tidak dibarengi dengan tindakan yang nyata. agar nantinya dapat menajadi ciri khas dari tanah jawa yang terus lestari di tengah pergeseran era globalisasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun