"Oh...benar pak, bukankah namanya Program Bina Ilmu Rakyat?"
"Betul pak....betul....!" ucap pak RT sambil tersenyum-senyum. "Konon program ini lumayan berhasil pak. Sebagian dananya bahkan disumbangkan ke Sinegal..atau ke negara apa begitu... untuk membantu guru-guru di sana."
Guru Dollah hanya mengangguk-angguk mendengarnya.
"Nah begini loh pak...untuk menyukseskan program ini semua rakyat diminta berpartisipasi, menyumbang sebanyak 500 rupiah. Nah...saya ke sini untuk meminta bapak ikut berpartisipasi, memberi sumbangan  500 rupiah.  Cukup besar sih pak, bisa beli lima liter beras, tapi ini kan penting untuk pendidikan, apalagi bapak seorang pendidik bukan?"
Sejenak guru Dollah terhenyak. Kepalanya yang pening tiba-tiba dirasakan mulai berputar. Matanya semakin berkunang-kunang. Tapi tiba-tiba di tengah situasi itu, guru Dollah tertawa. Mulanya tawanya tidak keras, tawa seperti biasa. Tarikan pipi, mata yang menyipit dan gusi hitam yang terlihat jelas. Â Namun lama-lama tawanya makin keras. Matanya dari menyipit tiba-tiba mendelik. Tarikan pipinya mengeras dan kini seluruh rongga mulutnya terlihat. Â Tak ada lagi tawa yang sempurna, tawa gembira yang khas guru Dollah.Â
Tawa itu entah tawa apa, mungkin tawa mengejek atau mungkin juga tawa yang marah.
(Selamat Hari Guru)