Mohon tunggu...
Syamsurijal Ijhal Thamaona
Syamsurijal Ijhal Thamaona Mohon Tunggu... Penulis - Demikianlah profil saya yg sebenarnya

Subaltern Harus Melawan Meski Lewat Tulisan Entah Esok dengan Gerakan Fb : Syamsurijal Ad'han

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Muslim Mengucapkan Selamat Natal, Siapa Takut?

24 Desember 2017   20:42 Diperbarui: 23 Desember 2018   08:36 4814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keterangan Gambar : gambar diambil dari https://simomot.com/

Akhir-akhir ini seruan yang mengharamkan umat Islam mengucapkan selamat natal pada kaum Kristiani berdentam di mana-mana.  Hampir semua khalayak, baik yang tinggal di desa, terlebih yang mukim di kota mulai menjadikan hal ini sebagai topik perbincangan.

Sebelum era gadget ,  masyarakat, di  desa khususnya, kebanyakan  tidak peduli apakah ucapan selamat natal itu boleh atau tidak.  Mereka tetap saja bisa hidup bersama dengan tetangga yang beragama Kristen.   Memberi ucapan selamat,  bahkan berkunjung ke rumah mereka saat perayaan natal.   Hal ini tercermin dari penelitian saya di Nunukan tahun 2011 (Kalimantan Timur saat itu).  Masyarakat di sana bercerita, mereka tidak hanya mengucapkan selamat natal, tapi juga berkunjung ke rumah tetangga-tetangga yang Nasrani.  Mereka mendapatkan hadiah  coklat, biskuit dan soft drink, seperti fanta, coca cola atau teh sosro dari tetangganya yang sedang merayakan natal.

 "Asyik pak, pas hari natal saat kita berkunjung ke rumah tetangga yang Nasrani, kita diberi hadiah kue-kue kaleng dan soft drink".  Begitu salah seorang warga bilang sama saya. 

Namun, 'lain bolu lain cakalang, lain dulu lain cekalang (sekarang)', begitu ujar-ujar orang Makassar.   Kini setelah masifnya penggunaan media sosial,  masyarakat Islam mulai ragu, bahkan banyak yang mulai takut mengucapkan selamat natal. Pasalnya di media sosial itu bertebaran pesan-pesan singkat berupa meme yang melarang dan mengharamkan ucapan tersebut.

Media sosial telah menjadi alat efektif, propaganda kalangan Islam tertentu untuk memutuskan salah satu simbol ukhuwah basyariah (persaudaraan berdasar kesamaan sebagai manusia) dan ukhuwah wathaniah(persaudaraan atas dasar kebangsaan) warga Indonesia.  Tentu saja pesan-pesan di media sosial tersebut, hanya pesan singkat, tapi digaris bawahi  bahwa hal itu dinyatakan oleh tokoh Islam tertentu. Tokoh-tokoh Islam itu kebanyakan adalah ustaz-ustaz  baru yang sejalan dengan pikiran mereka.  Anda tidak mungkin melihat atau sangat jarang ada ulasan panjang alasan mengenai keharaman, termasuk perdebatan ulama soal ucapan selamat natal,  di media sosial.  

Sayangnya meski hanya pesan singkat, tapi banyak pula orang Islam yang terpengaruh. Hal ini berkenan dengan budaya literasi masyarakat kita yang dominan hanya ingin membaca pesan-pesan singkat. Jarang yang mau membaca ulasan yang panjang, apalagi sampai menelaah dan menganalisisnya.

 

Ket. Gambar : Gambar diambil dari http://www.datdut.com/
Ket. Gambar : Gambar diambil dari http://www.datdut.com/
Benarkah Mengucapkan Selamat Natal itu Haram ?  

Mari lupakan sejenak segala seruan di media sosial itu ! Sekarang kita bertanya sungguh-sungguh betulkah haram mengucapkan selamat natal ini ? Tentu bukan kapasitas saya untuk menjawab, saya bukan ahli agama. Saya hanya mengajak kita untuk mengikuti pandangan ulama-ulama yang cakap dalam soal ini.

MUI yang selama ini dianggap mengeluarkan fatwa haram umat Islam mengucapkan selamat natal bagi kaum Nasrani, ternyata itu hoax belaka.  KH Ma'ruf Amin, Ketua Umum MUI dengan terang menyatakan bahwa sampai saat ini tidak ada larangan bagi umat Islam untuk mengucapkan selamat natal. Dengan santai Kyai yang juga Rais Aam NU ini mempersilahkan bagi umat Islam yang mau mengucapkan selamat natal.

Sementara Tahun 1980, MUI di bawah kepemimpinan ulama karismatik Muhammadiyah,  Buya Hamka, juga pernah dianggap mengeluarkan fatwa haram mengucapkan selamat natal. Setelah ditelisik lebih dalam, ternyata Ia tidak mengharamkan ucapan selamat natal itu, cuma tidak memperbolehkan umat Islam ikut ritual natal. Bahkan konon (ini perlu dilacak lagi) Hamka dalam satu lawatan ke Amerika dan bertepatan natal, Ia tak sungkan memberi ucapan selamat natal bagi sejawat Nasrani yang ditemuinya.

Saya sendiri pernah mendengar langsung ceramah dari Anrong Gurutta (panggilan Kyai di Makassar), KH Baharuddin. Beliau adalah Rais Syuriah NU Kota Makassar. Menurutnya Al-Qur'an malah secara eksplisit menunjukkan keharusan mengucapkan selamat atas kelahiran Isa al-Masih ini.  Kyai yang sangat paham gramatika Arab ini lantas menunjukkan surah Maryam ayat 33:

"Dan Kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari kelahiranku, pada hari wafatku dan pada hari aku dibangkitkan kembali".  

Ini adalah ucapan Nabi Isa, yang diabadikan dalam Al-Qur'an yang menunjukkan kepatutan memberi ucapan selamat dan doa kesejahteraan pada hari kelahirannya, termasuk oleh umat Islam tentunya.  Demikian Kyai Baharuddin mendedahkan saat itu.

Hal yang sama diuraikan secara terang oleh pakar tafsir Prof Quraisy Syihab dalam tafsir al-Misbahnya. Intinya, demikian Quraisy Syihab, dengan melandaskan pada surah Maryam ayat 33 itu, mengucapkan selamat natal tidaklah diharamkan, bahkan dianjurkan.

Lalu siapa ustaz di Indonesia  yang sering teriak-teriak mengharamkan ucapan natal. Yang saya tahu,  yang paling sering sih...dari para ustaz FPI.  Lalu juga ada ustaz mualaf tapi kondang, Koh Felix Siauw.  Yang paling anyar yang sering disebut-sebut juga sering menyatakan haram umat Islam mengucapkan natal adalah ustaz yang sering melucu,  Abd. Somad.  Yang terakhir ini tentulah tidak sekedar main haram-haramkan saja, karena menurut berita Ia cukup mumpuni dalam menelaah kitab-kitab Islam klasik.  Beliau alumni Al-Azhar Mesir. Tapi entah mengapa Ia berbeda dengan pendapat para syekh di Al-Azhar, tempat  Ustaz Somad menimba ilmu,  misalnya Prof. Dr, Syaikh Ahmad Muhammad Ahmad Ath-Thayyeb.  Grand syekh di Al-Azhar  ini  justru membolehkannya.  Demikian halnya dengan Syeikh Wahbah al-Zuhaili dan Syekh Mustafa Ahmad Zarqa, juga tidak mempermasalahkan ucapan selamat natal tersebut.

Yang secara tegas melarang itu adalah para ulama wahabi, misalnya Ibnu Taimiyah. Ia melarang karena menganggap tasyabbuh pada orang Nasrani. Demikian juga Utsamain, ia juga  menyatakan haram dalam fatwanya jilid III h.44-46, No. 403.   Ibnu Qayyim  al-Jauziah juga setali tiga uang dengan pendapat dua ulama yang disebut terakhir ini.    

Dalam hal ini Ustaz Somad meski alumni Al-Azhar Mesir, tapi mungkin dia lebih memilih mengikuti pendapat para ulama Wahabi itu dibanding para syeikh di Al-Azhar.  Kalau ada rujukan lainnya saya tidak tahu.   Tapi ya...tidak apa-apa, berpendapat berbeda dengan para tokoh-tokoh tempat Ia menimba ilmu tidak masalah, itu hak beliau.

***

Ket Gambar : gambar diambil dari http://www.kcdnews.com/
Ket Gambar : gambar diambil dari http://www.kcdnews.com/
Kalau demikian banyak ulama mumpuni yang membolehkan ucapan selamat natal, kenapa saat ini ucapan selamat natal itu banyak yang mempersoalkan ?  Seorang teman pernah berkata ini mungkin karena  banyak sekali orang saat ini yang sudah pintar berfatwa  haram melalui media sosial .  Teman ini boleh jadi sekedar bercanda, tapi ada benarnya. Era medsos saat ini adalah masa   post truth.  Orang-orang banyak berkomentar, berbicara, berfatwa tidak hanya melampaui realitas tapi sudah melampaui kebenaran.  Banyak di antaranya berceloteh hanya dengan mengandalkan pengetahuan dari medsos.  Lantas menyebarkan dan menjadikan kebenaran tersendiri.  Pendapat ulama kaliber dilangkahi dan himbauan intelektual mumpuni dilangkaui.  

Seperti diuraikan dalam pendahuluan tulisan ini, pengaruh fatwa post truth itu memengaruhi masyarakat dalam soal boleh tidaknya mengucapkan selamat natal ini. Padahal kebanyakan dari para tukang fatwa dadakan itu  hanya memposting sekelumit kata.

Soal yang lain adalah kecenderungan menguatnya 'politik identitas sumbang' segelintir umat Islam saat ini.  Politik identitas yang sumbang adalah istilah yang saya berikan atas menguatnya identitas sekelompok umat Islam yang cenderung negatif.  Politik identitas semacam ini bukannya memperjuangkan keadilan dan pengakuan, tapi justru berupaya menguatkan dominasi mayoritas. Menguasai segenap resources  politik dan ekonomi. Dan yang paling mencemaskan, umat Islam seakan-akan di bawah dalam medan pertarungan, antara umat Islam dan  kalangan di luar Islam.   

Beberapa kelompok umat Islam dengan tegas membangun tembok pemisah, kami dan mereka. Kaum Nasrani yang memang memiliki sejarah pertarungan panjang dan intens dengan umat Islam, diposisikan sebagai kelompok lian.  Ingatan akan perang salib, kedatangan Eropa yang menjajah tapi sekaligus menyiarkan Kristen dipanggil terus-menerus hingga menyesaki benak umat Islam.  Mereka melupakan bahwa Kristen Indonesia ini adalah Kristen yang sudah menusantara dan bukan lagi Kristen yang Eropa.  Banyak tokoh-tokoh agama Kristen, seperti Kyai Sadrach telah melakukan pribumisasi Kristen.

Sudah barang tentu dalam menguatnya identitas semacam ini, titik persamaan sedapat mungkin dihilangkan. Sebaliknya perbedaan dipertajam.  Mengucapkan selamat natal apalagi ikut merayakan natal tersebut, meski hanya seremoninya, dianggap hanya akan mengaburkan batas antara kita dan mereka.  

Jika benar, alasan yang terakhir inilah yang mendorong maraknya pengharaman ucapan selamat natal, maka jelas persoalannya adalah masalah kekuasaan. Teologi hanya landasan atas keinginan merengkuh kekuasan itu. The will to truth, The will to Power.  Begitulah Foucault mengingatkan.

Kalau hanya persoalan kuasa dan bukan persoalan teologi, lantas mengapa harus takut mengucapkan selamat natal ? 

Akhir kata :  "Selamat hari Natal untuk kawan-kawan umat Nasrani "  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun