Mohon tunggu...
Rodhiyah Nur Isnaini
Rodhiyah Nur Isnaini Mohon Tunggu... Lainnya - Manusia

Masih terus belajar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Haruskah Aku Selalu Mengalah?

29 September 2020   00:36 Diperbarui: 29 September 2020   03:48 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Kelly Sikkema on Unsplash

Kamu kan sudah besar, mengalah dong sama adik!

Pandemi mengajarkan kita untuk lebih memahami karakter anak. Kita juga lebih mengetahui seberapa peran kita sebagai orang dewasa dalam memberikan peran stimulasi perkembangan yang sebelumnya dipegang oleh sekolah. 

Bertengkar adalah rutinitas yang akan selalu hadir mengisi hari. Kakak yang tidak mau mengalah untuk kesekian kalinya dan adik yang selalu memaksa agar permintaannya selalu dituruti. Orangtua hanya bisa menguatkan kesabaran menghadapi keadaan tersebut. Pusing sudahlah pasti.

Penyebabnya sepele hanya karena berebut mainan. Sudah tidak terhitung lagi seberapa banyaknya mainan yang ada dalam keranjang, namun tetap saja berapapun banyak dan beragamnya jenis mainan yang ada, kakak dan adik akan berebut mainan yang sama. 

Kalau sudah begini tidak ada yang mau berbagi ataupun mengalah. Pada akhirnya munculah suara teriakan disambung suara tangisan yang memekakkan hati dan pikiran.

Bukan hal yang menyenangkan memang menghadapi pertengkaran, terlebih pada anak-anak yang masih berusia dini, dimana karakteristik anak usia dini adalah sifat egosentrisnya yang tinggi. Maka tidak mengherankan jika pertengkaran sering terjadi antara kakak dan adik.

Jika dilogika tentulah kita mengharapkan kakak untuk mengalah terhadap adiknya dengan alasan yang sangat wajar, yaitu karena ia lebih besar dan adik masih kecil. Lebih besar dianggap sudah sewajarnya untuk selalu mengalah pada adiknya. 

Tapi di sisi lain terdapat perasaan jengkel karena adiknya mengambil alih kebahagiaan yang sebelumnya dimiliki oleh kakak. Secara spontan adik juga memperlihatkan kemenangan di depan kakaknya, seolah-olah hak menjadi seorang anak hilang karena hadirnya seorang adik di tengah-tengah kehidupannya.

Kakak selalu dituntut memberikan semuanya pada adiknya, sehingga perasaan iri dan pilih kasih menancap dalam hatinya. Bentuk iri hati pada kakak terluapkan dalam berbagai bentuk perilaku, sehingga kemarahan orangtua sudahlah pasti terjadi. Kakak selalu menjadi pelampiasan kemarahan. Akhirnya suasana rumah menjadi berubah dan sangat tidak menyenangkan.

Itulah mengapa perlu adanya pemahaman orangtua terhadap karakter anak. Ada baiknya orangtua menjelaskan kepada anak situasi khusus yang telah terjadi dalam kehidupan mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun