Mohon tunggu...
Indri Permatasari
Indri Permatasari Mohon Tunggu... Buruh - Landak yang hobi ngglundhung

Lebih sering dipanggil landak. Tukang ngglundhung yang lebih milih jadi orang beruntung. Suka nyindir tapi kurang nyinyir.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kompasiana dalam Kenangan Lapuk Tukang Komentar

9 Maret 2019   20:38 Diperbarui: 9 Maret 2019   21:02 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
djadoel adalah koentji

Namun yang namanya manusia itu memang diciptakan dengan sifat yang tidak pernah puas. Mosok sih saya akan selamanya jadi tukang komen. Maka dengan modal rai gedheg kulit badak saya pun nekat menulis.

Syukur Alhamdulillah, Sembilan tahun lalu Kompasiana itu bagai grup chattingan di masa kini. Hampir semua penghuni menyapa satu sama lain dengan hangatnya. Tulisan saya yang hanya berupa cerita nggambleh tak tentu arah dan tujuan pun seringkali disambangi oleh para kompasianer senior dengan komentar baik dan rating menyenangkan.

Mungkin bagi sebagian penulis, komentar dan rating adalah sekedar basa-basi yang tak perlu. Tapi hal itu sungguh sangat berarti bagi seorang penulis pemula yang suka plonga-plongo seperti saya.

***

djadoel adalah koentji
djadoel adalah koentji
Meski sudah berani menulis celotehan, tapi bagi saya daya tarik kompasiana sesungguhnya adalah kolom komentar. Di zaman kejayaan para kompasianer veteran (maaf bagi yang mungkin merasa), komentar adalah sebuah keniscayaan. ya kalau Rene Descartes masih ada mungkin beliau akan menngubah quotenya menjadi Aku menulis komentar maka aku ada. Jadi jangan kaget kalau dalam satu artikel bisa saja menuai komentar sampai ratusan hanya dalam jangka waktu dua jam saja.

Ndilalah gayung bersambut, Oom Tante admin sepertinya tahu saja kalau anak kos nya yang suka heboh di dunia maya itu juga bakalan heboh kalau dipertemukan di ruang dan waktu yang sesungguhnya. Kalau tidak salah sih Kompasianival sudah diselenggarakan sejak tahun 2010 atau malah 2009 ya, monggo dikoreksi kalau kurang pas. Tapi saya sendiri mulai ngglundhung ke perhelatan itu sejak 2011.

Dalam benak saya pasti bakal banyak awkward moment ketika kita bertemu dengan orang yang hanya kita kenal lewat tulisannya saja, namun saya bersyukur karena ternyata praduga saya tak terbukti benar.

Di luar ekspektasi, saya mulai mengenal kawan-kawan kompasianer di dunia nyata. Meski di kompasiana sendiri banyak sekali terbangun komunitas-komunitas namun nyatanya kami bisa saling menghargai dan menyayangi setulus hati..awuwu. Kami pun menjadi lebih sering kopdar tanpa perlu menunggu ajang kompasianival digelar.

***

Ya, tiada cerita indah yang tak akan berakhir. Entah kapan semua bermula saya sendiri sudah agak lupa. Anggaplah saya sedang mencari alasan dan pembenaran, tapi sejak dashboard menghilang dan dalih-dalih peremajaan sistem, kompasiana jadi terasa kurang menyenangkan.

Log in yang semakin susah, mobile version yang kurang bersahabat dengan perangkat hape kelas medioker menjadi satu dari sekian alasan menurunnya kuantitas akses saya ke kompasiana. Sialnya hal ini juga melanda para kawan-kawan pembakar lapak, sebuah istilah bagi kompasianer yang sangat militan  tugasnya dalam menulis komen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun