Interaksi keras antara manusia dan macaque sering muncul akibat hilangnya habitat dan fragmentasi lingkungan alami. Studi oleh Fitria (2020) di Jawa Tengah mengungkap konflik semacam perusakan tanaman, agresi terhadap manusia, hingga pembalasan berupa penangkapan atau pembunuhan primata. Limitasi ruang alami dan daya tarik pakan manusia seperti kebun atau limbah makanan mendorong primata memasuki area permukiman.
Cerita ironis muncul ketika konflik meningkat, bayi macaque semakin dicari untuk pasar peliharaan atau "pengganti" atraksi pasca ibu tertangkap atau malah ditembak. Siklus eksploitasi ini memperparah sistem tekanan terhadap populasi lokal.
perdagangan, eksploitasi, konflik membentuk struktur sistemik yang saling memperkuat. Konflik lokal meningkatkan pasokan untuk pasar peliharaan (akibat ibu hilang), perdagangan legal menyamarkan asal individu (laundering), dan eksploitasi budaya normalisasi kontak intensif manusia mesin serta membahayakan kesehatan publik.
Contohnya, sebuah breeder bisa mengklaim individu MEP sebagai captive-bred, padahal berasal dari lingkungan liar yang rusak karena konflik. Selanjutnya, pertunjukan budaya seperti "topeng monyet" lalu menyuburkan citra monyet sebagai hiburan formal, mendukung kelanjutan permintaan. Potensi zoonosis membalik ancaman biologis menjadi risiko sosial.
Rekomendasi kebijakan & solusi operasional
Guna membongkar sistem tekanan di atas, perlu pendekatan lintas-sektor (One Health, Conservation, dan Penegakan Hukum):
- Penguatan regulasi & transparansi perdagangan: Audit ketat breeding facility dan persyaratan verifikasi captive-bred dengan kode F/C, pengawasan ketat terhadap pasar daring, pelaporan domestik-eksport per individu. Hansen et al. (2022) menekankan kebutuhan transparansi data perdagangan.
- Penegakan hukum yang tegas: Penindakan penyelundupan dan pelanggaran animal welfare, serta penegakan aturan CITES dan NDF dengan sanksi nyata. Menurut Lady Freethinker (2022) menyebut landmark penangkapan dan denda sebagai acuan.
- Edukasi dan pemberdayaan masyarakat: Skema kompensasi atas kerusakan pertanian (guard crops, sistem alarm manusia primata), kampanye kesadaran antisipasi 'topeng monyet', serta alternatif ekonomi berbasis ekowisata atau rehabilitasi.
- Riset & intervensi kesehatan: Surveilans zoonotik terfokus di hotspot konflik, protokol biosecurity di breeder dan fasilitas penelitian. Patouillat et al. (2024) menyoroti pentingnya monitoring patogen.
- Indikator monitoring (monitoring): Tren data konfiskasi, data populasi lapangan, jumlah konflik yang dilaporkan, transparansi perdagangan, dan kasus zoonosis. Data ini memungkinkan evaluasi kebijakan secara berkala dan responsif.
Dengan itu juga diperlukan proyeksi masa depan, seperti:
1. Skenario "Business-as-usual": tanpa reformasi, tekanan pada populasi meningkat populasi liar menyusut, konflik memanas, risiko zoonosis membayangi tinggi.Â
2. Sebaliknya, skenario "Integrative reform" yang konsisten terhadap rekomendasi menghasilkan tren positif: penurunan perdagangan ilegal, konflik semakin diredam, rehabilitasi populasi MEP dan Beruk mulai membaik, Sistem konservasi menjadi proaktif serta berkelanjutan
MEP dan beruk seharusnya dipandang lebih dari sekadar "komoditas" atau hiburan mereka adalah cermin dari keseimbangan ekologis, integritas konservasi, dan kesehatan public. Mengurai sistem kompleks yang mengeksploitasi mereka membutuhkan pendekatan holistik dan transparan. Penegakan hukum, riset kesehatan, keterlibatan masyarakat, dan kebijakan berbasis bukti adalah fondasi untuk beralih dari sistem tekanan menuju sistem perlindungan yang adil dan efektif.