Mohon tunggu...
Ihtada Yogaisty
Ihtada Yogaisty Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Putra Madya dari pasangan Bapak Drs. H. Prayugo dan Ibu Hj. Endang Ismayuti. Saat ini bekerja sebagai abdi negara pada salah satu institusi Pengelolaan Aset Negara. Lahir dan dibesarkan di Kota P.Siantar, namun kini sedang ''in-the-kost" di Cempaka Baru, Jakarta Pusat. \r\nSaya punya ketertarikan pada bidang tulis menulis (blog lain saya: ihtadayogaisty.blogspot.com), membaca buku-buku motivasi, kreasi kuliner nusantara, gymnastic, dan bernyanyi. That's a bit of me!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ojek Payung

3 Februari 2012   15:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:06 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hujan masih turun dengan lebatnya jum’at sore itu. Di balik kemeja necisnya, Aska masih saja menggerutu. Ia mencaci hujan yang turun. “Dasar hujan sialan! Gagal Gagal Gagal!” gumamnya tanpa kendali. Rencananya untuk pulang kantor dan main dengan temannya pun seperti tak mendapat restu alam. Ia masih berada di serambi luar gedung kantornya. Memandangi arah parkiran motor dan berharap hujan akan segera reda. Namun yang terlihat hanya kabut tipis dan genangan air yang mulai meninggi.

“Hufh... Bener-bener hujan sialan! Mana gua gak bawa jas hujan lagi! Jangankan pulang, ke parkiran aja gue males liat becek begitu!” Aska masih saja menggerutu entah pada siapa. Matanya kini menengadah ke langit. Langit masih saja abu-abu berselimut awan mendung. Bahkan semakin lebat hujan yang turun.

Letih menunggu, Aska pun masuk ke dalam lobi kantornya. Ia masih menunggu. Di balik dinding kaca lobi kantornya, ia memandangi satu per satu anak-anak perkampungan yang membawa payung. Anak-anak itu bukan membawa payung untuk melindungi diri mereka sendiri. Mereka adalah bagian dari kenyataan ibu kota di kala hujan. Mereka adalah para anak-anak ojek payung. Kalau kata pujangga bilang, mereka adalah para penikmat berkah hujan. Mereka berbasah-basahan, tapi penumpangnya tidak. Mereka pengumpul berkah, dari seribu, dua ribu rupiah, sukarela!

Aska masih memandangi satu per satu tingkah laku riang yang muncul dari anak-anak ojek payung tersebut. Dalam pandangan mata, sepertinya tak ada beban sama sekali yang dipikul oleh anak-anak kampung itu. Mereka tertawa. Bermain bersama air. Tapi mereka tetap menjajakan jasa payung kala hujan turun. Bagi mereka hujan adalah sumber mata pencaharian. Mungkin saja motto hidup mereka, “Ada hujan! Uang pun datang!” Tapi motto itu tidak berlaku untuk Aska. Boleh jadi, Aska hanya menyukai hujan dikala ia telah berada di kamar tidurnya yang nyaman. Dan ia menjadikan hujan yang turun sebagai pengantar tidurnya.

***

“Hujan. Adalah rahmat Allah yang sering sekali dicaci manusia kala ia datang tak tepat waktu. Namun bila ia datang saat menemani tidur malam yang nyaman, sedikit sekali insan yang ingat untuk bersyukur. Sedangkan Allah menganugerahkan curahan air dari langit berupa hujan, sebagai bukti cinta kasihNya pada semua makhluk di muka bumi. Agar ikan di laut/sungai mendapatkan haknya. Agar tanaman tak lagi dahaga. Agar tanah tak lagi retak. Agar gurun tak kian menandus. Agar mereka, para anak-anak ojek payung, mampu menyambung hidupnya”

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun