Mahasiswa Kelompok 25 Kuliah Kerja Nyata (KKN) Nusantara yang ditempatkan di Kelurahan Banjarasri, Dukuh Nglebeng, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, DIY, kembali menggelar kegiatan edukatif inovatif. Kali ini, mereka mengajak siswa SD Pangudi Luhur III Boro untuk belajar matematika dengan cara yang berbeda---melalui pembuatan kincir angin perkalian berbahan dasar limbah daur ulang.
Kegiatan yang berlangsung pada Kamis, 24 Juli 2025 ini melibatkan siswa kelas 4, 5, dan 6. Para peserta diajak membuat alat peraga perkalian dari barang-barang bekas seperti kardus, stik es krim, tusuk sate, dan kertas warna. Setiap helai kincir berisi soal perkalian yang dapat diputar dan dijawab secara langsung oleh siswa menggunakan spidol non-permanen, sehingga alat ini bisa digunakan berulang kali.
"Kami ingin menghadirkan media pembelajaran yang ramah lingkungan, menyenangkan, dan terjangkau. Anak-anak terlihat sangat antusias karena mereka bisa mengotak-atik sendiri alat belajarnya," ujar Karina, Ketua Pelaksana kegiatan.
Dalam suasana penuh semangat, para siswa dibagi dalam kelompok kecil dan dibimbing langsung oleh mahasiswa KKN. Prosesnya tidak hanya menumbuhkan semangat belajar, tetapi juga menanamkan kesadaran akan pentingnya mengelola sampah dan memanfaatkannya secara kreatif.
Citra, siswi kelas 4 yang ikut serta, mengaku senang bisa membuat kincirnya sendiri. "Seru banget! Jadi bisa belajar sambil main. Kalau salah jawabannya, tinggal dihapus dan coba lagi. Jadi enggak takut salah," ujarnya sambil tersenyum malu-malu.
Pihak sekolah pun menyampaikan apresiasi atas program tersebut. Mereka melihat kegiatan ini sebagai contoh nyata bahwa pembelajaran bisa dirancang lebih dekat dengan dunia anak-anak, tanpa kehilangan substansi. "Kami berharap alat-alat seperti ini bisa terus digunakan bahkan setelah kegiatan selesai. Ini sangat cocok untuk pembelajaran aktif di dalam kelas," ujar salah satu guru.
Program ini menjadi bagian dari misi Kelompok 25 KKN Nusantara untuk menyatukan nilai edukatif dan kesadaran lingkungan dalam satu kegiatan terpadu. Bagi mereka, kincir angin bukan sekadar alat belajar---melainkan simbol kolaborasi, kreativitas, dan cinta bumi. "Lewat kegiatan ini, kami ingin menunjukkan bahwa belajar tak harus mahal. Dari sampah pun bisa lahir alat edukasi yang berguna dan bermakna," tutup salah satu panitia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI