....
Gagat rahina[1], biasanya mentari rajin bersinar cerah, kali ini enggan, apalagi mega-mega yang malas berarak menghalanginya. Burung-burung tak bersemangat berkicau meramaikan datangnya hari seperti biasa. Angin seperti lupa berhembus.
Â
Suasana muram merajam hutan.
Â
Mereka ikut berduka, turut merasakan nestapa anak manusia yang terpisah dengan belahan jiwanya.
Â
Tepus Rumput duduk terpekur di depan Makam Rubiah yang masih basah tanah. Matanya merah karena terlalu banyak luh[2] yang sudah terkuras. Tatapan matanya kosong.
Â
Cantrik yang membantu mengurus jenasah dan prosesi pemakaman istrinya sudah disuruh pulang ke perdikan. Ia memilih sendiri dahulu untuk menenangkan diri.