Mohon tunggu...
Igoendonesia
Igoendonesia Mohon Tunggu... Petani - Catatan Seorang Petualang

Lovers, Adventurer. Kini tinggal di Purbalingga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lagi Viral Lagunya, Ini Dia Penjelasan Singkat Apa dan Siapa Wali Sanga

16 Maret 2024   15:02 Diperbarui: 16 Maret 2024   15:32 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover Lagu Wali Songo (Dok : You Tube Mas Owdy)

Lagu tentang Wali Sanga alias Wali Songo, penyebar Agama Islam di Tanah Jawa,  akhir-akhir ini viral di media sosial. Anaku, Gaga ( 9 tahun) dan Gege (11 Tahun) hafal banget lagu ini dan dinyanyikan bolak balik saban hari.

Penasaran, aku pun menengok You Tube. Bener saja, banyak banget yang cover lagu ini dengan berbagai versi, dari akustik, band, gamelan, DJ, dangdut bahkan ada koplonya. Paling ngehits, sampai 15 juta views di you tube, versi yang dinyanyikan oleh Ning Umi Laila, ustadzah muda nan cantik bersuara merdu asal Wonogiri.

Liriknya sebenarnya sederhana, seperti judulnya, lagu ciptaan Gus Ahans Mahabie dari Ponpes Hanacaraka itu bercerita mengenai nama dan kiprah singkat masing-masing Wali Songo.

Kalau berbicara tentang penyebaran Agama Islam di Nusa Jawa memang tidak mungkin akan jauh-jauh dari kiprah Wali Sanga. Secara umum, Wali Sanga disebutkan dalah sembilan (sanga) orang mubalig yang menjadi penyebar Agama Islam paling sukses dan kondang di Jawa Dwipa.

Namun, pemaknaan Wali Sanga sebenarnya beragam. Salah satunya, pendapat yang mengatakan bahwa kata 'sanga' bukan merupakan kosakata Bahasa Jawa yang dalam Bahasa Indonesia berarti 'sembilan',  melainkan berasal dari kata 'tsna' dalam Bahasa Arab yang dalam Bahasa Indonesia berarti 'mulia'.


Selain itu, ada yang menyebut kata 'sanga' berasal dari kata 'sana' dalam Bahasa Jawa Kuno yang berarti 'tempat'. Sebab, wali yang bergelar sunan biasanya diikuti dengan nama tempat di mana dia berkiprah.

Ada pula yang mengatakan bahwa Wali Sanga adalah majelis dakwah yang berarti menjadi lembaga di mana para mubalig Islam di Tanah Jawa berkumpul dan mengambil keputusan. Mereka yang tadinya sporadis dan bergerak sendiri-sendiri disatukan dalam lembaga berupa majelis atau dewan dakwah yang disebut 'Wali Sanga'. Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim adalah Sunan pendiri majelis ini pada tahun 1404 Masehi atau 808 Hijriyah.

Sementara itu, konsep Wali Sanga yang dipercaya oleh kalangan penganut sufisme merujuk pada sembilan tingkat kewalian. Syaikh al-Akbar Muhyiddin Ibnu Araby atau Ibnu Arabi dalam Kitab Futuhat al-Makkiyah memaparkan tentang sembilan tingkat kewalian dengan tugas masing-masing sesuai kewilayahan.

Pertama, Wali Aqthab atau Wali Quthub, yaitu pemimpin dan penguasa para wali di seluruh alam semesta. Kedua, Wali Aimmah, yaitu pembantu Wali Aqthab dan menggantikan kedudukannya jika wafat. Ketiga, Wali Autad, yaitu wali penjaga empat penjuru mata angin. Keempat, Wali Abdal, yaitu wali penjaga tujuh musim. Kelima, Wali Nuqaba, yaitu wali penjaga hukum syariat.

Berikutnya, yang keenam. Wali Nujaba, yang setiap masa berjumlah delapan orang. Ketujuh, Wali Hawariyyun, yaitu wali pembela kebenaran agama, baik pembelaan dalam bentuk argumentasi maupun senjata. Kedelapan, Wali Rajabiyyun, yaitu wali yang karomahnya muncul setiap bulan Rajab. Kemudian, terakhir, kesembilan adalah Wali Khatam, yaitu wali yang menguasai dan mengurus wilayah kekuasaan umat Islam.

Dengan demikian, Wali Sanga memiliki berbagai macam konsep dan pemaknaan. Meski demikian, disepakati bahwa Wali Sanga ini selain menjadi penyebar Agama Islam, juga para pembaharu masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka terasa dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru masyarakat di Jawa Dwipa, mulai dari kesehatan, teknik bercocok tanam / agraria, perniagaan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan hingga ke politik dan tata pemerintahan.

 

Sembilan Wali di Nusa Jawa

Wali Sanga ( Dok : uici.ac.id)
Wali Sanga ( Dok : uici.ac.id)

Kembali ke laptop, meski ada beragam, versi 'sanga' yang berarti 'sembian' adalah yang paling lekat di benak masyarakat. Seperti disebutkan dalam Lagu Wali Songo yang lagi viral, sembilan wali itu adalah Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kudus, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati.

Ini kami spilkan kisah dan kiprah sosok Wali Sanga itu ya :

Sunan Gresik disebut sebagai pionir penyebar Agama Islam di Jawa dan merupakan sesepuh Wali Sanga. Nama aslinya Maulana Malik Ibrahim yang dalam banyak literatur disebutkan lahir di Samarkand, sebuah daerah di Asia Tengah pada paruh pertama abad ke-14 M. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi atau Asmorokondi, mengikuti pengucapan lidah orang Jawa terhadap As-Samarqandy. Dalam cerita rakyat, ada yang memanggilnya dengan sebutan Kakek Bantal.

Ia disebutkan merupakan keturunan ke-22 dari Nabi Muhammad SAW. Selain melakukan syiar, ia mengajarkan cara dan teknik bercocok tanam gaya baru kepada masyarakat Jawa yang saat itu memang bercorak kebudayaan agraris. Sementara, kata Gresik yang tersemat pada namanya menunjukkan wilayah di mana Maulana Malik Ibrahim menyebarkan Islam semasa hidupnya.

Pondokan tempatnya menyiarkan Agama Islam berada di Leran, Gresik, Jawa Timur. Masjid tempatnya melakukan segala prosesi keagamaan dan pusat aktivitas syiar Islam di Gresik masih lestari hingga saat ini. Sunan Gresik diperkirakan wafat pada 1419 Masehi. Makamnya berada di Desa Gapura Wetan, Gresik.

Selain Sunan Gresik, satu angkatan dengannya adalah Sunan Ampel. Nama aslinya Raden Rahmat dan disebut merupakan keturunan Raja Champa. Ia juga disebutkan sebagai keturunan ke-22 Nabi Muhammad SAW sebagaimana Sunan Gresik.

Sunan Ampel menjadikan Ampel Denta, sebuah wilayah pesisir yang riuh sebagai tempat berlabuh banyak kapal dari berbagai penjuru dunia menjadi pusat penyebaran Agama Islam. Ia juga dianggap sebagai sesepuh Wali Sanga. Darah kewaliannya kemudian diturunkan kepada dua putranya, Sunan Bonang dan Sunan Drajat.

Sunan Bonang atau Makdum Ibrahim berdakwah melalui kesenian untuk menarik penduduk Jawa agar memeluk Agama Islam. Ia dikatakan sebagai penggubah Suluk Wijil dan Tembang Tombo Ati yang masih sering dinyanyikan orang hingga kini. Selain itu, Ia melakukan pembaharuan pada Gamelan Jawa dengan memasukkan alat musik baru yaitu, rebab dan bonang. Dari sinilah, nama Sunan Bonang berasal.

Universitas Leiden menyimpan sebuah karya sastra dalam Bahasa Jawa bernama Het Boek van Bonang atau Buku Bonang yang berisi inti sari ajaran Sunan Bonang. Ia diperkirakan wafat pada tahun 1525 M dan dimakamkan di daerah Tuban, Jawa Timur.

Sunan Drajat adalah adik Sunan Bonang, putra Sunan Ampel. Nama aslinya Masih Munat atau Raden Qasim. Sunan Drajat terkenal dengan kegiatan sosialnya. Dialah wali yang mempelopori penyantunan anak-anak yatim dan orang sakit. Ia menekankan kedermawanan, kerja keras dan peningkatan kemakmuran masyarakat sebagai pengamalan dari agama. Pesantren Sunan Drajat yang bertempat di Desa Drajat - saat ini berada di Kecamatan Paciran, Lamongan - dijalankan secara mandiri.

Dalam penyebaran Agama Islam, Sunan Drajat juga menggunakan elemen budaya. Ia menciptakan Tembang Macapat Pangkur. Sampai saat ini, masih ada Gamelan Singomengkok yang disebut sebagai peninggalannya di Museum Daerah Sunan Drajat, Lamongan. Ia diperkirakan wafat pada tahun 1522.

Satu era dengan mereka, ada Raden Paku alias Sunan Giri. Murid Sunan Ampel ini syiar dakwahnya membentang hingga ke luar Pulau Jawa seperti Nusa Tenggara Barat, bahkan Maluku. Makam Sunan Giri berada di Desa Giri, Gresik.

Kemudian, ada Sunan Kudus yang merupakan cucu Sunan Ampel. Nama aslinya Ja'far Sadiq. Sunan yang punya minat besar dalam ilmu pemerintahan ini  memiliki peran vital dalam pendirian Kesultanan Demak. Imperium Islam pertama di Pulau Jawa ini merupakan tempatnya berandil sebagai panglima perang, penasihat sultan, Mursyid Thariqah, dan hakim peradilan negara. Sunan Kudus banyak berdakwah di kalangan kaum penguasa dan priyayi Jawa.

Salah satu peninggalannya yang terkenal adalah Mesjid Menara Kudus, yang arsitekturnya bergaya campuran Hindu dan Islam. Sunan Kudus diperkirakan wafat pada tahun 1550. 

Berikutnya, ada Sunan Kalijaga, putra Adipati Tuban. Nama kecilnya Raden Mas Sahid, Seperti gurunya, Sunan Bonang, ia berdakwah menggunakan kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah, antara lain kesenian wayang kulit dan tembang suluk penuh makna seperti Lir-Ilir dan Gundul-Gundul Pacul.

Pada masa Kesultanan Demak, beliau bertindak sebagai penasihat sultan. Ia yang diceritakan berumur panjang mengawal syiar Islam sampai era Kesultanan Pajang dan Mataram. Makamnya ada di Kadilangu, sebuah Tanah Perdikan sejak era Raden Fatah.

Sunan Kalijaga menurunkan Raden Umar Said  yang ketika dewasa turut menyebarkan Islam. Ia yang merupakan adik ipar Sunan Kudus, diberi gelar Sunan Muria. Wilayah dakwahnya di pedesaan. Pesantrennya terletak di Lereng Gunung Muria dan setelah wafat, ia  dikebumikan di sana.

Kemudian, ada Sunan Gunung Jati yang berdakwah di sekitar Jawa Barat sampai ke Banten. Nama aslinya Syarif Hidayatullah dan masih keturunan Keraton Pajajaran melalui pihak ibu. Sunan Gunung Jati mengembangkan Cirebon sebagai pusat dakwah dan pemerintahan yang kemudian menjadi Kesultanan Cirebon. Anaknya yang bernama Maulana Hasanuddin berhasil mengembangkan kekuasaan dan menyebarkan Agama Islam di Banten.

Secara umum, para Wali Sanga dikenal menyebarkan Agama Islam tanpa kekerasan, apalagi pertumpahan darah. Mereka bisa masuk dan membaur dengan warga setempat untuk secara perlahan tapi pasti mengenalkan dan kemudian meng-Islam-kan masyarakat Nusa Jawa.

Keterangan :

Tulisan diolah dari berbagai sumber

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun