Pengorbanan Sri Wasiati
Kematian Wlingi Kusuma yang dikeroyok secara licik itu tentu saja menggemparkan Limbasari. Sri Wasiati merasa amat sangat bersalah. Sebab, kematian kakaknya itu karena sebuah sayembara yang dilakukan untuk membela dirinya.
Konyolnya, meski sudah membunuh kakanya dengan kejam, empat adipati itu masih saja ngebet ingin memiliki Sri Wasiati dan menagih sayembara. Mereka sudah merasa menang dan masing-masing merasa layak memiliki Kembang Limbasari.
Sri Wasiati pun kemudian mencari sebuah cara untuk menghindari nafsu keempat adipati. Ia meminta waktu untuk bermunajat kepada Tuhan sebelum membuat keputusan. Sri Wasiati kemudian memilih untuk laku tapa pendhem.
Caranya, Ia menguburkan diri dalam 'liang lahat' yang diberi seutas benang panjang menjulur ke permukaan tanah. Pesannya sebelum dimasukan ke liang adalah dalam waktu satu pekan, bila benang ditarik masih bergerak, artinya ia masih hidup dan akan memberikan keputusan.
Setelah selesai waktu yang ditentukan, benang itu lalu ditarik, tetapi tidak bergerak sama sekali. Setelah dibongkar, Sri Wasiati sudah meregang nyawa.
Para adipati yang dipanggil ke Limbasari untuk melihat prosesi itu terpukul. Mereka menyesal dengan apa yang telah diperbuat, baik kepada Wlingi Kusuma maupun Dyah Ayu Sri Wasiati. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Gadis pujaan mereka sudah menjadi mayat.
Kematian Sri Wasiati yang tragis dinilai sebagai langkah patriotis. Ia dianggap sudah mengorbankan nyawanya demi kepentingan yang lebih besar, yaitu, ketentraman dan kedamaian di Limbasari. Sebab, jika dia memilih salah satu adipati tentunya akan terjadi kekacauan karena tiga lainnya tidak akan terima. Terlebih, Ia juga tak sudi menikahi orang yang sudah membunuh kakaknya
Akhirnya, cara dia dengan laku tapa pendhem yang berujung kematian diangap sebagai solusi, meskipun, Ia juga harus membayar dengan nyawanya.
Atas berbagai pengorbanannya, Sri Wasiati kemudian mendapat julukan sebagai 'Puteri Ayu Limbasari'. Ia dianggap sebagai wanita yang cantik luar dalam.
Namun, Sri Wasiati juga membuktikan sebuah adagium bahwa cantik itu tak melulu membawa kebahagian tetapi seringkali juga mendatangkan luka dan malapetaka. Oleh karena itu, Ketut Wlingi berpesan kepada gadis-gadis Desa Limbasari agar berlaku sederhana saja. "Wahai para wanita cantik janganlah tetaplah rendah hati, jangan sombong, apalagi sok cantiiik...," begitu kira-kira pesannya.