Mohon tunggu...
Igoendonesia
Igoendonesia Mohon Tunggu... Catatan Seorang Petualang

Lovers, Adventurer. Kini tinggal di Purbalingga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Legenda Puteri Ayu Limbasari: Cantik Berbuah Petaka

4 Desember 2023   16:16 Diperbarui: 4 Desember 2023   16:30 2320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Legenda Puteri Ayu Limbasari cukup terkenal di 'Bumi Perwira' - Purbalingga, daerah di lereng timur Gunung Slamet. Kisah legenda itu tentang seorang puteri yang cantik jelita, namun, anugerah yang dimilikinya justru menimbulkan malapetaka.

Bagaimana kecantikan malah berbuah petaka? 

Begini ceritanya 

Pengembara Dari Ngerum

Alkisah, ada mubaligh bernama Syech Gandiwasi yang berasal dari Kesultanan Ngerum datang ke Pulau Jawa. Ia datang untuk membantu Kanjeng Panembahan Senopati Ing Ngalogo Mataram menyebarkan Agama Islam di Pulau Jawa.

Orang Jawa menyebut Imperium Turki Usmani sebagai Kesultanan Ngerum asal kata dari Ruum atau Romawi (Kontantinopel), nama sebelum jatuh ke tangan Turki.

Syech Gandiwasi atau yang juga kerap disebut di lidah kawula Jawa Dwipa sebagai Kiai Kendilwesi kemudian menyebarkan Agama Islam di kawasan kaki Gunung Slamet. Saat itu, gunung yang juga disebut Gunung Agung atau Gunung Ghora masih dihuni oleh banyak kerajaan lelembut. Masyarakatnya juga belum mengenal Islam.

Sampai di wilayah utara Gunung Slamet, Ia ingin rehat sejenak. Namun, sungai yang hendak digunakanya mandi ternyata banyak dihuni Belis (Iblis). Oleh karena itu, Ia kemudian memohon kepada Allah SWT dengan cara bersemedi. Setelah berhasil menenangkan diri, diusirnya para jin dan belis penghuni sungai. Mereka kejar-kejaran (udag-udagan) sampai akhirnya jin menyerah dan kemudian menyingkir (semisih).

Kedung yang menjadi kerajaan jin kemudian disebut dengan Kedung Belis. Tempat  Ia bersemedi (mujan = memuja) kemudian dinamakan Pamujan. Sementara, lokasi udag-udagan dengan para jin disebut Dagan. Lalu, tempat jin semisih kelak disebut Panisihan.

Setelah mengusir jin, Syech Gandiwasi bermaksud pindah ke tempat yang lebih nyaman. Maka ditumpuklah dua buah batu sebesar rumah di sebuah tanjakan tinggi. Kemudian, Ia berdiri di atas tumpukan batu itu untuk melihat kondisi lokasi tinggal yang tepat. Batu bertumpukan itu kemudian dikenal dengan sebutan Watu Tumpang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun