Mohon tunggu...
Iffah Nadiya
Iffah Nadiya Mohon Tunggu... Editor - k e n k o

semua karya itu bagus, yang tidak bagus itu yang tidak mau berkarya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Interaksi Siswa Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi

23 Juni 2021   13:00 Diperbarui: 30 Juni 2021   16:36 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Anak Berkebutuhan Khusus, atau yang sering disingkat sebagai ABK adalah suatu kondisi dimana anak memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya yaitu mengalami keterbatasan/keluarbiasaan baik secara fisik, mental-intelektual, sosial, maupun emosional Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kebijakan Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus menjelaskan bahwa Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang mengalami keterbatasan/keluarbiasaan baik fisik, mental-intelektual, sosial, maupun emosional yang berpengaruh secara signifikan dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.

Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu  negara harus memiliki pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa terkecuali, termasuk mereka yaitu anak-anak yang memiliki perbedaan dalam kemampuan dibandingkan anak-anak normal lainnya. Peran lembaga pendidikan sangat menunjang dalam sistem pengajaran dan cara bergaul dengan orang lain. Selain sebagai lembaga pendidikan untuk memberi bekal pengetahuan, tetapi juga sebagai lembaga yang dapat memberi kemampuan dan bekal untuk hidup yang layak dan nanti diharapkan dapat bermanfaat dalam kehidupan di masyarakat. Lembaga pendidikan bukan hanya ditujukan kepada anak-anak yang  memiliki kelengkapan fisik, tetapi juga kepada anak-anak yang memiliki kekurangan baik dari fisik maupun mental. Mereka dianggap sebagai sosok yang tidak berdaya, sehingga perlu dibantu dan dibimbing untuk proses pertumbuhan dan perkembangannya.

Selama ini anak-anak yang memiliki perbedaan kemampuan dibandingkan anak-anak normal lainnya disedikan fasilitas pendidikan khusus yang disesuikan dengan jenis dan jenjangnya. Anak berkebutuhan khusus dalam dunia pendidikan diklasifikasikan atau dikelompokkan menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jenis kelainan anak berkebutuhan khusus. Berikut ini merupakan beberapa jenis-jenis anak kebutuhan khusus.

1. Anak Tuna Netra

Anak tuna netra merupakan anak yang mempunyai kekurangan secara indrawi, yakni indra penglihatan. Walaupun indra penglihatannya bermasalah, tetapi intelegensi yang mereka miliki masih normal.

2. Anak Tuna Rungu

Anak tuna rungu merupakan anak yang mempunyai kelainan pada pendengarannya. Mereka mengalami kesulitan dalam berinteraksi dan bersosialisasi terhadap orang lain terhadap lingkungan termasuk pendidikan dan pengajaran.

3. Anak Tuna Daksa

Anak tuna daksa merupakan anak yang mempunyai kelainan pada tubuhnya yakni kelumpuhan. Anak yang mengalami kelumpuhan ini disebabkan karena polio dan gangguan pada syaraf motoriknya.

4. Anak Tuna Wicara

Anak tuna wicara merupakan anak yang mengalami kelainan pada proses berbicara atau berbahasa. Anak yang seperti ini mengalami kesulitan dalam berbahasa atau berbicara sehingga tidak dapat dimengerti oleh orang lain.

5. Kelainan Emosi

Kelainan emosi merupakan anak yang mengalami gangguan pada tingkat emosinya. Hal ini berhubungan dengan masalah psikologisnya.. kelainan pada anak terbagi menjadi adanya gangguan perilaku dan gangguan konsentrasi.

6. Keterbelakangan Mental

Keterbelakangan mental merupakan anak yang memiliki mental yang sangat rendah, selalu membutuhkan bantuan orang lain karena tidak mampu mengurus dirinya sendiri, kecerdasannya terbatas, apatis, serta perhatiannya labil.

7. Psikoneurosis

Anak yang mengalami psikoneurosis pada dasarnya adalah anak yang normal. Mereka hanya mengalami ketegangan pribadi yang terus menerus, selain itu mereka tidak bisa mengatasi masalahnya sendiri sehingga ketegangan tersebut tidak kunjung reda. Psikoneurosis sendiri tebagi menjadi tiga macam, yaitu psikoneurosis kekhawatiran, histeris, dan psikoneurosis obsesif.

8. Psikosis

Psikosis merupakan kelainan kepribadian yang besar karena seluruh kepribadian orang yang bersangkutan terkena dan orang tersebut tidak dapat hidup dengan normal.

9. Psikopathi

Psikopathi merupakan kelainan tingkah laku yang tidak memedulikan norma-norma sosial. Mereka selalu berbuat semaunya sendiri tanpa mempertimbangkan kepentingan orang lain, hingga sering sekali merugikan orang lain. Dan penderita psikopathi ini tidak menyadari adanya kelainan pada dirinya .

10. Anak Tunagrahita

Tunagrahita merupakan kelainan dalam permasalahan seputar intelegensi. DiIndonesia istilah tunagrahita merupakan pengelompokan dari beberapa anak berkebutuhan khusus, namun dalam bidang pendidikan mereka memiliki hambatan yang sama dikarenakan permasalahan intelegensi. Dalam bahasa asing, anak yang mengalami permasalahan intelegensi memiliki beberapa istilah penyebutan antara (IQ dibawah 35).

11. Anak Tunalaras

Anak tunalaras merupakan kelainan yang dimiliki anak dengan batasan-batasan yang sangat rumit tentang anak-anak yang mengalami masalah tignkah laku. Pada intinya sebutan anak tunalaras merupakan gangguan perilaku yang menunjukan suatu penentangan yang terus menerus pada masyarakat, merusak diri sendiri, serta gagal dalam proses belajar di sekolah. Dalam konteks pendidikan khusus di Indonesia menyebut anak tunalaras mengalami permasalahan pada perilaku, sosial, dan emosional.

12. Anak cerdas dan bakat istimewa

Anak berbakat dan kecerdasan istimewa memiliki kebutuhan dan karakteristik yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. istilah anak berbakat memiliki kesamaan dengan istilah-istilah asing, yang mana dapat diartikan bahwa anak berbakat merupakan anak yang memiliki kemampuan atau talenta di atas rata-rata anak pada umumnya. (Wirawan Sarwono Sarlito, 2010)


Banyak jenis-jenis kelainan dalam dunia pendidikan di atas yang kurang mampu berinteraksi dengan lingkungan sekitar, khususnya di lingkungan sekolah. Bahkan banyak orang tua yang merasa malu apabila anak mereka memiliki keterbatasan-keterbatsan baik fisik, psikis maupun akademik, sehingga orang tua berusaha dan menjaga agar anaknya tidak berinteraksi dengan anak lain ataupun masyarakat. Selain itu, banyak juga masyarakat yang anaknya normal akan tetapi melarang anak mereka untuk bergaul dan berinteraksi dengan anak yang memiliki keterbatasan fisik, psikis ataupun akademik. Hal ini membuat ruang lingkup pergaulan anak yang memiliki keterbatasan fisik, psikis maupun akademik semakin sempit dan terbatas, anak yang memiliki keterbatasan akan dipandang sebelah mata oleh masyarakat dan akan dianggap tidak mempunyai kemampuan, kecerdasan dan potensi lemah atau pendapat lainnya. Dengan begitu, dalam pembelajaran anak kebutuhan khusus diperlukan pola interaksi yang tepat untuk menyesuaikan proses pembelajaran dengan anak normal.
Kata pola secara bahasa mempunyai arti desain, model, sistem, cara kerja, atau kerangka. Sedangkan interaksi merupakan bentuk umum proses sosial yang merupakan syarat utama terjadinya aktivitas sosial. Blumer mengemukakan bahwa  Interaksi Sosial adalah hubungan yang terjadi secara alami antara manusia dalam masyarakat dan hubungan masyarakat dengan individu yang berkembang melalui gerak tubuh (suara, gerakan fisik, ekspresi tubuh) yang mereka ciptakan dan berlangsung secara sadar. Dari paparan beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pola interaksi sosial adalah desain dan cara kerja teratur yang memodifikasi kondisi hubungan sosial dinamis, yang terjadi baik antar individu maupun individu dengan kelompokdan dapat diterima dalam waktu yang sama. Bentuk pola interaksi sosial dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:
Pola Interaksi Individu dengan Individu. Dipengaruhi oleh pikiran dan perasaanyang menyebabkan munculnya beberapa fenomena, seperti jarak sosial, perasaan simpati dan antipati, intensitas, dan frekuensi interaksi.
Pola interaksi individu dengan kelompok memiliki beberapa gambaran dari pola interaksi yang ada di masyarakat.
Pola Interaksi Kelompok dengan Kelompok Hubungan ini mempunyai ciri-cirikhusus berdasarkan pola yang tampak. Pola interaksi antarkelompok dapat terjadi karena aspek etnis, ras, dan agama, termasuk juga di dalamnya p erbedaan jenis kelamin dan usia, institusi, partai, organisasi, dan lainnya. Misalnya, kehidupan dalam masyarakat yang saling berbaur walaupun mereka berbeda agama, etnis atau ras.

Daftar pustaka:

● Ekawati, Y., Wandasari, Y.Y. 2012. Perkembangan Interaksi Sosial Anak Autis di Sekolah Inklusi: Ditinjau dari Perspektif Ibu. Jurnal Psikologi Indonesia.
● Nisa, Khairun & Sambira dkk. 2018. Karakteristik dan Kebutuhan Anak Berkebutuhan Khusus. Abadimas Adi Buana. Vol. 02. No. 1.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun