Mohon tunggu...
I. F. Donne
I. F. Donne Mohon Tunggu... Penulis - Writer

Penulis adalah seorang Magister Pendidikan lulusan Universitas Negeri Jakarta, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Penulis pernah aktif di berbagai komunitas sastra di Jakarta. Beberapa diantaranya; Sastra Reboan, Kedailalang, dan KPSI (Komunitas Pecinta Seni dan Sastra Indonesia). Karya-karyanya diantaranya; Novel ‘Danau Bulan’, Serampai Cerpen Vol. I ‘Soejinah’ dan ‘Dunia Luka’ Vol. II. Antologi puisi bersama sastrawan-sastrawati. Diantaranya; antologi puisi Empat Amanat Hujan (Bunga Rampai Puisi Komunitas Sastra DKJ), Kerlip Puisi Gebyar Cerpen Detak Nadi Sastra Reboan, Kitab Radja dan Ratoe Alit, Antologi Fiksi Mini, dan beberapa puisinya juga dimuat di majalah Story. Penulis juga sudah memiliki dua buku antologi cerpen bersama beberapa penulis, yaitu Si Murai dan Orang Gila (Bunga Rampai Cerpen Komunitas Sastra DKJ) dan Kerlip Puisi Gebyar Cerpen Detak Nadi Sastra Reboan. Beberapa cerpennya pernah memenangkan lomba tingkat nasional, diantaranya berjudul, Sepuluh Jam mendapatkan juara 2 di LMCPN (Lomba Menulis Cerpen Pencinta Novel), Randu & Kematian pada tahun 2011 dan Selongsong Waktu pada tahun 2013 mendapatkan juara harapan kategori C di Lomba Menulis Cerpen Rotho - Mentholatum Golden Award. Penulis juga aktif di berberapa organisasi kemasyarakatan, seni dan budaya. Aktifitas yang dijalani penulis saat ini adalah seorang jurnalis di salah satu surat kabar online nasional di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Elly

30 Maret 2020   01:00 Diperbarui: 30 Maret 2020   09:04 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Dimuat dalam buku kumpulan cerpen "Dunia Luka")

Cinta adalah perasaan hati yang bergerak menurut kehendaknya. Akan tetapi terkadang para pencinta mengubah sistem kerja dari pergerakan cinta itu sendiri. Jadi lari dan terbanglah wahai kalian, para pemaham cinta. Seperti siku bumerang yang kalian lemparkan, menentang seringai angin di hamparan udara. Tidak peduli apakah cinta itu panjang atau pendek. Begitu pun muda atau tua. Sebab kalian adalah kehidupan, kebebasan mutlak yang diberikan Tuhan.
          Sudah dua hari, Elly~perempuan berambut hitam setengah bahu, menggigil dalam kamarnya. Wajahnya pasi sepucat wajah perempuan yang sudah terkurung selama beberapa hari dalam peti mati. Yoga melihat wajah itu, ketika akhirnya ia dapat menemui Elly dalam kamarnya. 

          Beberapa hari sebelumnya, Yoga mencoba mengatakan kepada Elly, bahwa hidup adalah tentang bagaimana seseorang dapat bertahan dari serangan mental pada sebuah lingkungan. Tapi bukanlah Elly jika tak bermain dengan pikirannya sendiri. Ia menganggap bahwa status sosialnya telah sekarat dan sebagian orang menganggapnya mati. Bahkan ia mengalami krisis kepercayaan pada orang lain. Hal itulah yang membuatnya kerap mengurung diri dalam ruangan gelap dan sempit.
         Yoga mengenalnya pada sebuah pertemuan garis langit, mendung dan berbintang. Ia dapat mengatakan hal itu, sebab Elly termasuk salah satu perempuan yang berbeda dari beberapa perempuan yang pernah singgah dalam hidupnya. Ia hampir tak dapat membaca karakter dari sifat Elly yang tertutup. Bahkan Yoga menganggap Elly sebagai seorang perempuan yang sangat misterius.
          Elly yang selalu mengelak dari setiap pertanyaan-pertanyaan sensitif yang diajukan oleh Yoga, akhirnya mulai dapat membuka jawaban dari keabsahan yang di-sembunyi-kan-nya. Baginya memberikan jawaban itu hanya akan membuat setiap orang yang mendekatinya berpikir bodoh terhadap dirinya. Tapi tidak bagi Yoga. Ia berusaha membuka jalan pikiran Elly.

                                        ***

Seperti yang telah dipahaminya dari banyak sifat orang-orang terdahulu. Bagi Yoga para orang tua hanya bisa mempertahankan pemikiran-pemikiran kolotnya tentang bagaimana sebuah hidup harus dijalani dengan selayaknya. Terutama pemikiran mereka terhadap sebuah status seseorang, hanya menjadikan mereka terlihat bodoh di mata Yoga. Ya, baginya mereka sangat bodoh. Dan sesungguhnya mereka tidak benar-benar memahami arti kehidupan.
          Yoga salah satu dari sebagian lelaki yang sangat menentang pemikiran-pemikiran kolot para orang tua terhadap status sosial seseorang. Terutama pemikiran rendah mereka terhadap status sosial seorang perempuan yang telah mengalami perceraian. Bagi Yoga, begitu rendah para orang tua yang memandang rendah seorang perempuan yang telah mengalami perceraian.
          Kebanyakan dari para orang tua berkata, bahwa mempunyai anak lelaki adalah takdir keluarga yang harus menjaga kehormatan mereka. Dan mereka akan ketat menyeleksi perempuan-perempuan yang akan menjadi istri dari anak lelaki mereka.
"Ketimuran. Apa itu ketimuran? Aku sudah menghapus adat itu dari otakku, El. Yang aku pahami tentang hidup adalah kebebasan. Dan kebebasan adalah kehidupan yang sesungguhnya. Seperti halnya cinta, ia datang kepada kita tanpa memberitahu siapa dan bagaimana status anak manusia yang akan memiliki cinta itu sendiri." cetus Yoga pada Elly.
"Dan seperti halnya Tuhan, yang meniupkan ruh dalam rahim seorang perempuan. Sesungguhnya Ia memberi kehidupan pada sebuah gumpalan darah, bermaksud agar gumpalan darah itu mempunyai kebebasannya sendiri." sambungnya.

                                        ***

Bagi Yoga dan Nenek Elly. Elly adalah seorang perempuan yang tegar. Ketika kata-kata menusuk hati kecilnya, ia dapat tertawa, seakan hidupnya selalu bahagia. Saat kehidupan rumah tangganya menjadi gerhana, ia dapat menyembunyikannya dari orang-orang terdekat yang seharusnya mengetahui bagaimana kondisi pernikahannya. Dan seperti itulah Elly. Membuat Yoga kian penasaran.

"Aku tidak akan pernah menjawab pertanyaanmu, Ga." tegas Elly.

          Berkali-kali Yoga menanyakan tentang kisah perceraiannya. Tapi Elly selalu tegas menjawab tidak. Namun malam itu tak lagi mempunyai cerita yang sama bagi Elly. Ketika Elly memperkenalkan Yoga dengan Neneknya. Diam-diam Nenekny bercerita singkat tentang kebenaran dari kisah perceraian Elly.
"Tujuh tahun lalu, saat anak lelaki Elly genap berusia lima tahun. Lelaki yang seharusnya menjadi kepala rumah tangga, meninggalkannya begitu saja. Dan beberapa bulan setelah mereka resmi berpisah, lelaki itu pun menikah lagi." Neneknya mengisahkan.

"Setahu Nenek, Elly sangat malu atas kejadian itu." lanjutnya.

          Yoga sudah menduganya. Menurut analisa-nya, hanya ada tiga kemungkinan atas terjadinya perceraian. Yang pertama atas hadirnya orang ketiga. Entah dari pihak perempuan atau dari pihak lelaki. Dan yang kedua atas ketidakmampuan seorang suami dalam menafkahi atau mencari nafkah bagi istri dan anaknya. Dan yang ketiga adalah kematian. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun