Mohon tunggu...
Afifah Khoirun Nisa
Afifah Khoirun Nisa Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswi Aktif yang Punya Banyak Mimpi

Menetapkan untuk menulis sejak SMP dan mulai serius sejak SMA dengan mengikuti berbagai macam lomba kepenulisan. Hingga saat ini akan terus mencurahkan energi dan jiwa dalam kepenulisan. Masih dan akan terus belajar untuk membuat tulisan yang lebih baik. Blog ini akan berisi jurnal diri, dan beberapa keresahan yang terjadi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Terus Berlari, Kau Tidak Payah, Kau Tidak Kalah, Kau Tidak Salah

25 Februari 2022   13:25 Diperbarui: 25 Februari 2022   13:28 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kamu terus berlari tanpa melihat ke belakang, rasanya belum cukup jadi kau akan berlari lebih kuat lagi. Begitu seterusnya hingga di titik kamu merasa tidak sanggup lagi, tapi kamu masih tidak menoleh ke belakang.

“mestinya aku tidak memulai ini” keluhmu, tapi semua sudah berjalan, sudah tidak dapat dihentikan. Sekali berhenti maka kau akan jatuh keras sekali.

“tepat sekali, lagipula mengapa kau memulainya?” batinmu yang memulai perang dengan diri sendiri.

“langit sedang cerah, teruslah berlari” dirimu yang tidak pernah berlari sekencang itu, terengah-engah. Kamu mulai sadar nafasmu sudah pendek, perutmu sudah merasakan mual.

“aku, aku tidak kuat lagi” kau berpegangan pada pohon “tapi aku harus pulang” lanjutmu.

Kamu mulai berlari lagi, orang-orang memperhatikanmu, menatapmu karena kamu berlari sendirian. Kamu menghibur diri dan meyakinkan dirimu bahwa itu tidak masalah. Tanjakan dan turunan kamu lewati dengan semangat. Siapa sangka kau bisa berlari sejauh ini.

Kamu tiba-tiba belok ke sebuah toko, membeli keperluan. Tubuhmu yang kaget sudah tidak bisa menopang lagi. Kamu berpegangan erat pada rak toko, segera mengambil barang yang diperlukan, dan membayar. Ia lupa di daerah itu tidak memberikan kantong plastik lagi.

Tentu saja selalu ada solusi, kamu memegang barang belanjaanmu dengan kedua tangan. Menyapa kucing yang ada di depan toko dengan perasaan yang lebih ringan setelah berlari.

Serumit apapun perasaan kita, tidak ada orang yang bisa benar-benar mengerti. Perasaan itu tanggung jawab kita. Mau diolah seperti apa, itu pilihan kita. Jika kau harus berlari sekencang mungkin sampai kau tidak sanggup lagi demi menenangkan perasaan itu, maka itu tidak masalah selama tidak merugikan orang lain dan melukai diri sendiri.

Kau sudah berjuang sejauh ini. Garis finish yang tak terlihat masih menjadi masalah. Meskipun begitu, kau tetap harus menjalaninya, menyelesaikannya. Kita tidak sepayah itu, kita tidak salah, kita juga tidak kalah. Kau bukan pecundang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun