Mohon tunggu...
ifa avianty
ifa avianty Mohon Tunggu... -

Saya seorang penulis, ibu rumah tangga, senang membaca, memasak, dan kerja2 kreatif lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Bila Tiba Waktunya (Sebuah Catatan Cinta untuk Adik-adikku Para Remaja)

25 Juli 2016   20:59 Diperbarui: 25 Juli 2016   21:08 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebayang juga ketika ibunya masih sangat muda, dimana secara mental dan emosional dia belum stabil, dia akan sangat mungkin menderita depresi sepanjang usia kehamilan dan bahkan saat kelahiran. Kadang ini berlanjut juga setelah kelahiran. Ibu-ibu berusia sangat muda, sangat rentan terkena baby blues syndrom alias sindrom ibu-ibu baru. Kayak apa tuh sindromnya?

  

Foto dari Catatanharianibu.com
Foto dari Catatanharianibu.com
Ini adalah semacam gejala depresi yang dialami ibu-ibu yang baru melahirkan. Si ibu merasa ngeri, cemas, khawatir, dan asing terhadap bayinya sendiri. Ia seperti tidak berdaya melihat bayinya yang begitu kecil, lemah, dan sangat tergantung padanya, sementara ia sendiri masih ‘berjarak’ dengan bayinya. Secara umum ini terjadi pada ibu yang belum siap secara mental, emosional, dan spiritual untuk memiliki bayi. Bisa juga disebabkan kurangnya dukungan dari lingkungan sekitar, terutama dari orang-orang terdekat, seperti suami dan orang tua/mertua. Bisa juga karena trauma atau sakit berkepanjangan yang pernah atau sedang diderita.

Nah kalau sudah begini, yang paling menderita adalah si bayi. Dia akan tumbuh menjadi bayi yang depresif, terasing, dan bisa jadi menimbulkan gangguan lainnya. Haduuh, jadi ngeri begini kan?

Barangkali masih banyak alasan yang logis mengapa harus ada batasan usia nikah minimal. Tapi yang jelas, semua itu demi kebaikan kedua pasang calon mempelai lho. Bukankah lebih baik mempersiapkan diri dulu dengan sebaik-baiknya sebelum melangkah, daripada nekad melangkah tapi habis itu semuanya bubar jalan?

Memang sih, tidak semua pernikahan dini itu berakhir buruk. Ada beberapa yang baik-baik saja sampai tua. Bahkan ada beberapa orang tua kita juga menikahnya di usia sangat muda. Tapi, bukankah jika masih bisa mempersiapkan diri lebih baik, kita tidak perlu ngotot nikah muda, hanya karena ingin melegalkan sesuatu yang belum boleh dilakukan sebelum menikah?


Terserah sih, semua pilihan ada di kamu. Tapi coba pikir lagi masak-masak. Jangan sampai kamu mengambil keputusan menikah dini, sementara nanti kamu menyesal. Kamu yang mengambil keputusan, maka kamu juga harus menghormati keputusanmu itu sendiri, kamu harus bisa mempertanggungjawabkan semua pilihan yang sudah kamu ambil. Ingat lho, masa remaja hanya datang sekali. Jangan sampai menyesal, karena kamu nggak puas menikmatinya dengan keceriaan yang khas remaja, gara-gara keburu nikah dan lanjut mengurus rumah tangga dan anak.

Suatu saat nanti, dimana kamu merasa sudah menemukan seseorang yang sangat tepat buat menjadi belahan jiwa kamu, dan kamupun sudah betul-betul merasa siap untuk membagi hidupmu bersamanya, kamu akan sampai pada kesimpulan, bahwa kamu siap menikah. Kapan itu tepatnya? Tidak ada seorangpun yang tahu. Kamu juga nggak tahu. Hanya Tuhan yang tahu dan Dia-lah yang akan menuntunmu untuk menjadi siap. Kamu hanya akan tahu tanda-tanda bahwa kamu siap.

            Tanda-tandanya bagaimana?

  • Kamu sudah lebih matang dalam pola pikir dan perilaku, tidak tergantung lagi pada lingkungan dalam memecahkan berbagai masalah, termasuk nantinya masalah anak.
  • Kamu sudah memiliki kemandirian intelektual, artinya kamu sudah cukup berpendidikan sehingga dapat menggunakan hasil pendidikan dan ilmu yang kamu punya untuk kehidupan kamu.
  • Kamu sudah memiliki kemantapan spiritual, yang artinya kamu sudah lebih dekat kepada Tuhan dan semakin memahami agama yang kamu anut dengan lebih baik. Iya dong, kalau nggak begitu,  masak kamu tega membuat keluarga kecilmu nanti hidup tanpa pegangan agama?
  • Kamu sudah memiliki kemampuan finansial yang cukup, dan tidak banyak tergantung pada pihak lain, termasuk orang tua. Masalahnya bukan pada sudah bekerja tetap atau belum, tapi sudahkah kamu menjadi orang yang tetap bekerja? Hal ini terutama berlaku bagi yang cowok, karena kamu nanti yang akan memegang tanggung jawab utama sebagai pencari nafkah. Yang cewek juga sebaiknya sih punya modal ketrampilan sehingga bisa tetap bekerja jika dibutuhkan dan diinginkan.
  • Kamu sudah merasa mantap dengan calon yang akan menikah denganmu. Kamu sudah tidak suka ‘lirik-lirik’ sembarangan, apalagi masih menjalin ikatan pacaran dengan yang lain.
  • Kamu sudah mengantongi restu dari orang tuamu. Orang tuamu dulu ya. Nanti kalau sudah ketemu calonnya, baru cari restu orang tuanya. Jangan dibalik, please.
  • Jika belum memiliki calon, kamu sudah menemukan berbagai cara untuk menemukan sang calon. Ingat, tanpa pacaranpun kamu bisa mendapatkan jodoh yang baik ya. Kamu bisa menemukannya di lingkunganmu sendiri, misalnya dia teman kamu sendiri, sahabat adik atau kakakmu, minta dikenalkan orang tuamu atau temanmu juga bisa. Banyak jalan menuju pelaminan deh, nggak harus pacaran kok.
  • Kamu sudah mulai mendisiplinkan diri untuk melakukan kebiasaan-kebiasan baik, misalnya sudah bisa bangun pagi sendiri tanpa harus dibangunkan ibu. Ini penting, sebab cukup menentukan bagaimana kamu kelak bisa mengatur waktu dan dirimu sendiri di dalam rumah tangga nantinya, termasuk juga dalam mendidik anak-anak.

bkkbn-2-5796196ece92736615e43da1.jpg
bkkbn-2-5796196ece92736615e43da1.jpg
           

Foto dari Google

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun