Mohon tunggu...
Idrus Malawie
Idrus Malawie Mohon Tunggu... Author

Seorang penulis yang berfokus pada kajian sosial, budaya, politik, pendidikan dan komunikasi. Karyanya mengangkat isu-isu kontemporer dengan pendekatan analitis dan bahasa yang lugas.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sudah Capek, Gaji Kecil! Fresh Graduate Ungkap Alasan Sarjana Pendidikan Pilih Guru Les

5 Oktober 2025   01:25 Diperbarui: 5 Oktober 2025   01:55 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi - Sudah Capek. Gaji Kecil! (Idrus Malawie)

Profesi guru kerap disebut sebagai panggilan mulia. Namun, di tengah realita kesejahteraan yang belum berpihak, banyak sarjana pendidikan kini beralih ke jalur non-formal. Laporan terbaru fresh graduate mengungkap alasan utama mengapa lulusan fakultas keguruan lebih memilih menjadi guru les dibandingkan mengajar di sekolah formal. Data yang dihimpun fresh graduate menunjukkan bahwa rata-rata gaji guru honorer di berbagai daerah hanya berkisar Rp500 ribu hingga Rp1,5 juta per bulan. Bandingkan sama UMR yang jauh lebih tinggi! Padahal kerjaannya berat banget: ngajar puluhan siswa, bikin rencana pelajaran, dan masih banyak administrasi.

“Beban kerja kami berat, tapi gaji tidak sebanding. Saya pernah hanya dibayar Rp600 ribu per bulan padahal harus mengajar lebih dari 25 jam seminggu, kerja keras banget tapi gaji segitu, rasanya nggak dihargai.” kata Sidik (23), lulusan pendidikan matematika di Cirebon.

Guru Les Dinilai Lebih Menjanjikan

Berbeda dengan sekolah formal, profesi guru les privat menawarkan penghasilan yang relatif lebih besar. Dengan tarif Rp75 ribu hingga Rp150 ribu per pertemuan per siswa, seorang guru bisa meraih penghasilan jutaan rupiah setiap bulan, bahkan hanya dengan mengajar beberapa jam sehari. Selain itu, jadwal yang fleksibel memungkinkan sarjana pendidikan untuk membagi waktu antara pekerjaan, kegiatan pribadi, hingga rencana studi lanjut tidak ada tekanan administrasi, hanya fokus mengajar. 

"Saya seminggu bisa ngajar les sampai 5 kali seminggu, Saya bisa atur waktu sendiri. Dan itu bisa mendapat 1 juta lebih, dengan 4-5 siswa yang saya ajar. Tapi kalau kuhitung, gaji ngeles seminggu lebih banyak ketimbang jadi tenaga honorer sebulan.” ujar Ita (24), guru les bahasa Inggris di Cirebon.

Administrasi Jadi Beban Tambahan

Masalah administrasi guru ini memang jadi momok terbesar guru masa kini. Dikutip dari detikEdu, Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan dan Pendidikan Guru, Iman Zanaetul Heri menyatakan bahwa platform pendidikan dan pembelajaran jadi masalah untuk semua yang terlibat dalam proses pendikan, dari guru hingga siswa. Beban administrasi jadi bertambah semenjak kemunculan platform-platform tersebut.

Bukan hanya soal gaji, laporan fresh graduate menyoroti tekanan administratif di sekolah formal. Guru dituntut untuk membuat RPP, menyusun laporan evaluasi, hingga menghadiri rapat rutin. Kondisi ini sering kali menyita waktu dan energi, membuat guru kehilangan fokus pada esensi mengajar.

“Di sekolah, saya merasa lebih banyak menulis laporan daripada benar-benar mengajar,” ungkap Dina (24), lulusan pendidikan biologi.

Tren Pasar Pendidikan

Fenomena ini juga didorong oleh tingginya permintaan pasar. Les privat dan bimbingan belajar kini dianggap sebagai kebutuhan tambahan, terutama di kalangan orang tua yang ingin anaknya lebih siap menghadapi ujian. Lembaga bimbel besar pun terus berkembang, menyerap tenaga sarjana pendidikan dalam jumlah signifikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun