Â
Hingar bingar bulan ramadhan dimanfaatan oleh stasiun-stasiun TV untuk berlomba-lomba menyuguhkan berbagai acara yang bertemakan ramadhan. Di samping untuk menyemarakkan bulan ramadhan, stasiun TV sebagai sebuah badan usaha tentunya menargetkan keuntungan dari penayangan acara-acara bertema ramadhan tersebut.
Acara-acara tersebut antara lain acara pengajian, talk show, acara pencairan bakat seperti mencari da’i pavorit atau penghafal Al-Qur’an, sinetron religi, informasi seputar ramadhan seperti berbagai aktivitas masyarakat dalam menyambut dan mengisi bulan suci ramadhan, acara tentang trend fashion dan kuliner ramadhan, sampai kepada acara lawakan-lawakan yang menurut Penulis kurang bermutu dan tidak ada relevansinya dengan bulan ramadhan.
Acara-acara tersebut biasanya ditayangkan pada saat prime time, yaitu pada saat sahur atau menjelang buka puasa. Acara-acara bertema hiburan seperti lawakan biasanya banyak diminati atau mendapatkan banyak sponsor. Supaya penonton tidak beranjak, maka penyelenggara acara hiburan mengiming-imingi penonton dengan kuis dan hadiah dari sponsor. Acara-acara lawakan tersebut berlangsung dari dini hari sampai datangnya waktu imsyak.
Ramadhan dan lawakan telah menjadi dua kata yang tidak dapat dipisahkan. Fenomena ini berkembang sejak beberapa tahun yang lalu seiring dengan semakin banyaknya stasiun TV. Persaingan antarstasiun TV pun semakin ketat menyebabkan mereka harus berpikir keras bagaimana meraih penonton sebanyak-banyaknya, dan salah satu caranya adalah dengan menyajikan acara lawakan yang banyak digemari sebagai pengantar sahur atau berbuka puasa.
Adegan atau guyonan pada acara-acara lawakan tersebut kadang banyak yang tidak sesuai dengan semangat atau nilai-nilai ramadhan. Ucapan-ucapan pengisi acaranya kadang menghina atau menjadikan kekurangan fisik orang lain. Sementara bulan ramadhan adalah bulan dimana umat Islam wajib menjaga lisannya, sikap, dan perilaku jangan sampai menyinggung perasaan orang lain.
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) seolah tidak berdaya untuk mengendalikan acara-acara yang tidak bermutu di bulan ramadhan. Paling hanya sekedar memberikan teguran kepada stasiun TV yang dinilai melanggar kode etik. Dan setelah mendapatkan teguran, acaranya hanya diubah judulnya, sementara konten atau isi acaranya relatif sama sehingga masyarakat tetap disajikan tontonan-tontonan tidak bermutu. Sekedar pemanis, acara-acara lawakan tersebut mengundang seorang ustadz untuk memberikan tausyiah atau menjawab pertanyaan seputar puasa ramadhan, tetapi durasinya hanya sebentar. Porsi utama acara tersebut tetap adalah lawakan. Atau mereka mengundang artis-artis untuk menyanyikan lagu-lagu religi, tapi penampilannya kadang jauh dari  religius, misalnya artis masih mengumbar rambut walau kepalanya sudah memakai kerudung. Kerudung yang digunakan bukan berfungsi sebagai penutup aurat, tetapi hanya sebagai asesoris saja.
Kritis dan Cerdas
Masyarakat tidak bisa menolak ditayangkannya berbagai acara pengisi ramadhan yang disiarkan berbagai stasiun TV, tetapi yang bisa dilakukan adalah menjadi penonton yang kritis dan cerdas. Mampu memilih dan memilih mana acara yang bermanfaat dan mana acara yang tidak bermanfaat. Stasiun TV tidak terlalu mempertimbangkan apakah acara tersebut memberikan manfaat seperti menambah wawasan, atau meningkatkan keimanan dan ketakwaan penontonnya, tetapi bagaimana caranya agar acara tersebut banyak ditonton dan memperoleh rating yang tinggi. Rating yang tinggi akan berdampak terhadap banyaknya sponsor dan pemasang iklan. Dengan banyaknya sponsor dan iklan, maka otomatis pundi-pundi keuntungannya semakin bertambah.
Tingginya rating dan banyaknya sponsor dan iklan pada acara-acara lawakan tersebut menandakan bahwa acara-acara terseut banyak digemari penontonnya. Oleh karena itu, kalau acara-acara tersebut ratingnya rendah, maka satu hal yang bisa dilakukan adalah pindahkan channel TV. Cari acara-acara yang lebih bermanfaat atau matikan TV-nya sama sekali. Umat Islam lebih baik mengisi kegiatan-kegiatan ramadhan dengan aktivitas yang lebih bermanfaat seperti tadarrus Al-Qur’an, melakukan diskusi kajian-kajian keagamaan, membaca, atau menulis. Atau kalau malas, lebih baik tidur, karena tidurnya orang puasa adalah tasbih walau tentunya melakukan aktivitas lebih bermanfaat daripada tidur .
Â