Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyiapkan Calon Orang Tua Berjiwa Pendidik

2 Juli 2016   21:59 Diperbarui: 2 Juli 2016   22:18 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam beberapa kesempatan, Mendikbud Anies Baswedan menyampaikan bahwa orang tua adalah pendidik yang paling tidak disiapkan. Pernyataan tersebut tentunya bukan tanpa alasan. Faktanya banyak orang tua, yang belum paham perannya sebagai orang tua.

Peran seorang ibu seolah hanya mengandung, melahirkan, dan mengurusnya. Sedangkan peran seorang ayah seolah hanya memberi makan anak-anaknya saja. Ada satu peran yang banyak terabaikan oleh orang tua, yaitu perannya sebagai pendidik dan membentengi anaknya dari pengaruh pergaulan dan tayangan TV yang semakin tidak mendidik.

Masih banyak orang tua yang menggunakan cara-cara kekerasan dalam mendidik anak atau menelantarkan anak-anaknya. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2012 melansir data sebanyak 91 persen anak menjadi korban kekerasan di lingkungan keluarga, 87,6 persen di lingkungan sekolah dan 17,9 persen di lingkungan masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa kasus kekerasan terhadap anak yang paling tinggi justru terjadi di lingkungan keluarga.

Beberapa waktu yang lalu, di daerah Cibubur Jakarta, ada sepasang suami istri yang menyiksa dan menelantarkan anak-anaknya sehingga mereka kabur dari rumah. Lalu aparat kepolisian pun menangkap pasangan suami istri tersebut, dan kini mereka mendekam dalam penjara. Pasangan suami istri tersebut yang notabeneorang yang terdidik tetapi belum tentu dapat menjadi seorang pendidik yang baik bagi anaknya.

Menyadari pentingnya peran orang tua dalam pendidikan anak, maka Kemdikbud membentuk satu unit khusus yang menangani pendidikan keluarga yang sakah satu tugasnya adalah melakukan berbagai edukasi, sosialisasi, atau advokasi seputar peran orang tua dalam pendidikan keluarga.

Bagi orang tua yang relatif berpendidikan dan berada di perkotaan, sebenarnya peran orang dalam pendidikan anak bukan hal yang aneh. Banyak oang tua yang mengikuti seminarparenting atau konsultasi kepada psikolog untuk menambah wawasannya seputar perannya sebagai pendidik dalam keluarga, tetapi bagi orang yang berpendidikan rendah dan berada di kampung-kampung, istilah parenting mungkin masih asing walau secara de facto,para orang tua di desa telah melakukannya. Buktinya, banyak orang sukses berasal dari kampung, dan memiliki fondasi pendidikan keluarga yang kuat khususnya pendidikan agama.

Orang tua adalah pendidik pertama dan utama dalam keluarga. Oleh karena itu, tidak dapat dianggap enteng. Para calon pengantin harus benar-benar dipersiapkan menjadi calon orang tua, karena perkawinan pada hakikatnya adalah membentuk keluarga baru menuju rumah tangga yang sakinah, mawaddah,dan warrahmah,serta meneruskan keturunan. Mereka harus diberi semacam kursus tentang parenting oleh Kantor Urusan Agama (KUA). Jadi, peran KUA bukan hanya mengurus administrasi perkawinan saja, tetapi juga memberikan edukasi kepada para calon pengantin tersebut.

Pasangan pengantin mendapatkan petuah-petuah atau nasihat tentang berumah tangga basanya hanya pada saat serah terima (ijab-qabul) dan pada khutbah nikah (pasangan pengantin beragama islam), dan itu hanya berlangsung singkat. Menurut Saya, penyiapan keluarga baru sebagai calon orang tua yang bertugas mendidik anak-anaknya tidak sesederhana itu. Mereka disamping perlu diberikan pengetahuan, juga perlu disiapkan mentalnya karena cukup banyak kasus pasangan muda yang bercerai tidak lama setelah menikah karena perbedaan pendapat, dan tidak siap mengurus serta mendidik anak. Akhirnya, yang repot tetap orang tua atau mertuanya.

Orang tua sebagai pendidik disamping perlu menyiapkan ilmu mendidik dan mental yang kuat, juga perlu meluangkan waktu bersama dengan anak-anaknya. Waktu, inilah yang sangat berharga dan kadang sadar atau tidak sering dilewatkan oleh orang tua yang sibuk dengan pekerjaanya untuk berkumpul bersama dengan anak-anaknya. Mereka bisa memenuhi kebutuhan anak yang bersifat materi seperti uang dan kendaraan, tapi mereka tidak memberikan kasih sayang dan perhatian, hal yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh anak. Ada kalanya, karena kesibukan orang tua, anak diasuh dan dibesarkan oleh pembantu atau baby sitter. Hal tersebut tentunya berdampak kurang baik terhadap perkembangan psikologis anak.

Para orang tua dan calon orang tua harus diingatkan kembali tentang perannya sebagai pendidik pertama dan utama dalam keluarga. Pemerintah khususnya Kemdikbud melalui unit kerja yang membidangi keluarga perlu melakukan edukasi, sosialisasi agar para orang tua dapat menjalankan perannya dengan baik, sehingga anak-anak Indonesia merasakan kasih sayang dan didikan orang tua secara utuh.

Penulis, Praktisi Pendidikan, Pemerhati Masalah Sosial.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun