Oleh: IDRIS APANDI
(Praktisi Pendidikan)
Perdebatan atau pro dan kontra terkait anak nakal dimasukkan ke barak militer untuk didisiplinkan pada dasarnya adalah "pertarungan" antara dia madhab filsafat pendidikan, yaitu madhab behaviorisme dan madhab humanisme.
Madhab behaviourisme dengan tokoh-tokohnya seperti John B. Watson (pelopor behaviorisme), B.F. Skinner (teori penguatan operan), dan Ivan Pavlov (teori klasik eksperimen anjing dan lonceng) memandang bahwa lingkungan dan kebiasaan membentuk perilaku, proses pendidikan tampak pada perilaku yang tampak, bukan proses mental, belajar terjadi melalui stimulus-respon, dan adanya penguatan (reinforcement) dan pengawasan.
Behaviorisme cocok untuk membentuk kebiasaan atau keterampilan dasar, karena fokus pada hasil nyata dan bisa diukur. Dalam teori behaviorisme, peran guru sangat dominan dalam mengondisikan pelajaran. Peserta didik diperlakukan sebagai objek yang harus selalu siap menerima apapun instruksi dari guru. Suasana pembelajaran kurang menyenangkan dan tidak memberikan ruang kepada peserta didik untuk mengeksplorasi potensi diri dan mengembangkan kreativitasnya. Semua proses belajar diseragamkan, pembelajaran dikontrol, dan dikendalikan oleh guru. Dengan kata lain, pembelajaran berpusat pada guru (teacher center).
Sedangkan madhab humanisme dengan tokoh-tokoh utamanya seperti Abraham Maslow (teori hierarki kebutuhan dan aktualisasi diri) dan Carl B. Rogers (pendidikan bermakna dan pendidikan yang berpusat pada peserta didik) memandang bahwa proses belajar menekankan kepada perkembangan potensi individu secara menyeluruh, termasuk aspek emosional, sosial, dan spiritual. Tujuannya adalah aktualisasi dan pertumbuhan pribadi. Dengan kata lain, dalam pandangan teori ini, pendidikan adalah proses untuk memanusiakan manusia.
Madhab behaviorisme dan madhab humanisme memiliki keunggulan dan kelemahan. Keungguan teori behaviorisme antara lain; cocok untuk keterampilan mekanis dan rutin (hafalan dan dan keteramilan dasar), memberikan struktur dan kontrol dalam pembelajaran, dan hasil belajar dapat diukur secara objektif. Adapun kelemahannya, yaitu; mengabaikan proses kognitif dan emosi peserta didik, tidak mempertimbangkan motivasi internal, dan seringkali membuat pelajaran kaku dan tidak fleksibel.
Keunggulan teori humanisme, antara lain; mendorong kemandirian, motivasi, dan kreativitas peserta didik. Memperhatikan, aspek emosi dan kebutuhan psikologis, dan menumbuhkan rasa tanggung jawab dan percaya diri. Sedangkan kelemahannya antara lain; sulit diukur secara objektif, memerlukan sumber daya waktu dan tenaga yang lebih banyak, dan tidak cocok untuk pembelajaran yang sangat terstruktur atau teknis.
Humanisme cocok untuk pendidikan karakter dan pengembangan kepribadian karena memperhatikan aspek emosional  dan nilai kemanusiaan. Dalam teori humanisme, peran guru sebagai fasilitator. Bukan sebagai satu-satunya sumber belajar, tapi sebagai salah satu sumber belajar. Guru memperhatikan keunikan dan keberagaman peserta didik. Motivasi belajar muncul bukan karena pengondisian dari guru atau adanya rasa takut, tetapi berdasarkan motivasi internal dari setiap peserta didik.
Pembelajaran berpusat pada peserta didik (student center). Proses pembelajaran menghargai kondisi awal dan keunikan setiap peserta didik. Sebagai fasilitator, guru memberikan ruang kepada setiap peserta didik untuk mengembangkan potensi dan kreativitasnya. Peserta didik juga diberikan proses belajar yang menyenangkan dan bermakna.
Dalam konteks program pendisiplinan anak nakal (walau muncul perdebatan dalam hal pengertian nakal dan kategorinya) melalui proses pendidikan di barak militer selama waktu tertentu, hal ini bisa dilihat sebagai solusi jangka pendek di tengah banyaknya kenakalan remaja yang sudah sangat mengkhawatirkan. Tujuannya agar anak nakal bisa berubah dengan cepat karena proses pendidikannya dikondisikan oleh lingkungan dan sistem yang sudah ada. Teori belajar yang sesuai dengan kondisi dan karakter seperti ini adalah behaviorisme.