Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Pengalaman Mengikuti Sertifikasi Penulis dan Editor

16 Juli 2020   14:07 Diperbarui: 6 April 2021   20:58 5546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto penulis sambil memegang sertifikat penulis dan editor. (Dok. Idris Apandi)

Tanggal 26 dan 27 Februari 2020 saya mengikuti kegiatan sertifikasi penulis buku nonfiksi dan editor naskah buku yang diselenggarakan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP)/ Lembaga Sertifikasi Penulis dan Editor Profesional bekerjasama dengan sebuah lembaga pelatihan di Kota Bandung.

Saya mengikuti sertifikasi penulis dan editor melalui skema portofolio, karena saya telah menulis puluhan buku dan telah menyunting beberapa judul buku, karena syarat untuk mengikuti sertifikasi penulis buku nonfiksi dan editor melalui jalur portofolio minimal telah menulis tiga judul buku solo dan minimal telah mengeditori tiga judul buku. Buku-buku tersebut wajib dibawa saat kegiatan sertifikasi.

Pada awalnya saya kurang tertarik mengikuti sertifikasi penulis dan editor, karena saya berpikir bahwa bukti fisik kompetensi seorang penulis atau editor cukup karya nyatanya berupa buku yang telah ditulis atau buku yang telah disunting olehnya. Adapun ilmunya bisa didapatkan melalui pendidikan secara khusus atau secara otodidak.

Saya pun awalnya ogah-ogahan saat beberapa orang teman saya yang telah mengikuti sertifikasi serupa menyarankan kepada saya untuk mengikuti sertifikasi, tetapi seiring waktu saya berpikir, di tengah masyarakat yang selalu mengedepankan formalitas, legalitas, dan bukti fisik untuk sebuah kompetensi, maka pada akhirnya saya memutuskan untuk ikut sertifikasi penulis dan editor.

Ditambah kegiatannya dilaksanakan di kota Bandung dan saya pun kebetulan tinggal di wilayah Bandung raya. Jadi, saya bisa cukup mudah menjangkau lokasi kegiatan dan bisa lebih hemat untuk biaya operasional.

Secara yuridis-normatif, sertifikasi bagi penulis dan editor merupakan amanat dari Undang-undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan. Tujuannya untuk menjamin mutu dan standar pelaku perbukuan.

Di tengah hingar bingarnya dunia penulisan saat ini, setidaknya dampak dari gerakan literasi yang saat ini digiatkan oleh pemerintah, satuan pendidikan, organisasi profesi, komunitas, dan berbagai elemen masyarakat lainnya, banyak terbit buku, banyak (yang mengaku) penulis, banyak (yang mengaku) editor, sedangkan secara standar dan legalitas, mereka belum mengikuti uji kompetensi dan sertifikasi.

Oleh karena itu, saya mengikuti setifikasi ini agar secara hukum terakui dan terlindungi. Siapa tahu, ke depan, syarat penulis buku, khususnya buku-buku yang diterbitkan oleh pemerintah atau yang diizinkan beredar oleh pemerintah, penulis atau editornya harus tersertifikasi LSP/ BNSP. Jadi, setidaknya, saya tidak repot-repot lagi mengikuti sertifikasi, karena sudah memiliki "SIM" untuk keperluan hal tersebut.

Kegiatan uji kompetensi untuk setiap jalur sertifikasi masing-masing dilaksanakan selama satu hari. Tanggal 26 Februari 2020 saya mengikuti uji kompetensi penulis buku nonfiksi, dan tanggal 27 Februari 2020 saya mengikuti uji kompetensi penyunting naskah.

Pada saat uji kompetensi, saya diwawancarai oleh asesor seputar penulisan dan penyuntingan naskah plus diminta melakukan praktik. Untuk penulisan buku nonfiksi, saya diuji menulis draft daftar isi buku dan sinopsis buku, sedangkan untuk penyuntingan naskah, saya diuji mengoreksi naskah yang tanda baca dan penggunaan hurufnya tidak sesuai dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).

Berdasarkan penilaian dari asesor, saya dinyatakan kompeten/ lulus. Sebagai tindak lanjutnya, saya akan mendapatkan sertifikat sebagai bukti kompetensi dari LSP/BNSP.

Panitia menyampaikan bahwa paling lambat sertifikat diterima oleh peserta dua bulan setelah kegiatan, tetapi karena ada pandemi Covid-19, maka proses penerbitan sertifikat terhambat, dan baru pada bulan Juli 2020, saya menerimanya. Sertifikat tersebut berlaku selama tiga tahun, yaitu dari Maret 2020 hingga Maret 2023.

Selain menerima sertifikat, setiap peserta juga wajib menandatangani surat pernyataan atau fakta integritas yang isinya akan mematuhi kode etik dari penggunaan sertifikat tersebut. Pascasaya menerima sertifikat tersebut, selain senang dan gembira, saya merasa tenang karena memiliki kepastian hukum.

Selain bukti karya berupa buku yang telah saya tulis atau telah saya sunting, saya pun makin percaya diri dengan menunjukkan sertifikat dari LSP/BNSP. Dengan demikian, sertifikat itu bukan untuk gagah-gagahan, tetapi untuk kepastian hukum sekaligus perlindungan hukum jika suatu saat diperlukan.

Mari menjadi penulis dan editor yang bersertifikat dari LSP/BNSP sebagai lembaga resmi. Selain untuk legalitas dan akuntabilitas, juga untuk memacu diri untuk terus berkarya, karena setelah sertifikat tersebut habis masa berlakunya, pemilik sertifikat harus mengikuti surveillance dalam rangka pemeliharaan sertifikasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun