Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Menyoal (kembali) Buku Amaliyah Ramadan bagi Siswa

26 April 2020   11:29 Diperbarui: 26 April 2020   11:28 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

MENYOAL (KEMBALI) BUKU AMALIYAH RAMADAN BAGI SISWA

Oleh: IDRIS APANDI

(Praktisi dan Pemerhati Pendidikan)

 Bagi yang pernah bersekolah antara tahun 1990-an sampai dengan tahun 2000-an saya yakin masih ingat kalau bulan Ramadan ditugaskan oleh sekolah untuk mengisi Buku Amaliyah Ramadan. Biasanya yang menjadi koordinatornya adalah guru Pendidikan Agama Islam (PAI). 

Pada buku itu, ada beberapa format yang wajib diisi, mulai dari kegiatan salat fardu, salat tarawih, ceramah subuh, dan tadarus Al-Qur'an. Setelah idulfitri, Buku Amaliyah Ramadan tersebut wajib dikumpulkan oleh siswa kepada guru PAI untuk dinilai.

Masjid pun ramai oleh pelajar yang mengikuti berbagai kegiatan ramadan. Walau mungkin ada yang terpaksa atau sekadar ikut untuk mengugurkan kewajiban, tapi setidaknya masjid ramai atau dimakmurkan.

Saya masih ingat, selepas tarawih, tadarusan, atau ceramah subuh, para siswa mengantre di hadapan imam, penceramah, atau pembimbing tadarus meminta tanda tangan mereka sebagai bukti fisik keikutsertaan mereka.

Dengan kata lain, imam tarawih, penceramah subuh, atau pembimbing tadarus Al-Qur'an menjadi orang-orang penting bagi para siswa selama bulan ramadan. Selain ditandatangani oleh mereka, orang tuanya pun menandatanganinya.

Dalam perkembangannya, sekolah dilarang mengedarkan Buku Amaliyah Ramadan, karena dianggap bisnis dan memberatkan orang tua siswa. Sekolah diminta membuat format Buku Amaliyah Ramadan sendiri sebagai penggantinya. Formatnya dicetak atau difotocopy oleh sekolah dan dibagikan kepada siswa secara gratis.

Menurut saya, sebenarnya bukan pada Buku Amaliyah Ramadan yang harus dibeli oleh siswa atau didapatkan secara gratis, tetapi buku itu sebagai bentuk pembiasaan dan upaya membangun tanggung jawab serta disiplin siswa selama melaksanakan ibadah siswa. 

Siswa menjadi ada keterikatan secara moril terhadap aktivitas ibadah yang dilakukannya, karena dia harus menuliskannya pada buku Amaliyah Ramadan. Setidaknya, minimal ada perasaan takut nilain mata pelajaran PAI-nya kecil kalau tidak mengisi Buku Amaliyah Ramadan.

Mungkin saja ada siswa yang tetap ogah-ogahan, kurang disiplin, atau kurang tanggung jawab walau sudah diberikan Buku Amaliyah Ramadan, tetapi hal tersebut bersifat kasuistis. Sebagian besar siswa tetap melaksanakan tugas tersebut dengan penuh tanggung jawab.

Sejak tidak ada lagi Buku Amaliyah Ramadan yang harus diisi oleh siswa, hampir tidak ada lagi antrean siswa yang meminta tanda tangan imam tarawih. Bukan berarti mereka tidak salat tarawih atau   melakukan amaliyah ramadan lainnya, tetapi setidaknya rasa keterikatan mereka dengan kewajiban mencatatkan amalan ibadah selama ramadan menjadi relatif berkurang.

Menurut saya, dalam konteks pendidikan, Buku Amaliyah Ramadan adalah sebuah bentuk pembiasaan atau pengondisian supaya siswa terbiasa dan diharapkan berdampak terhadap penguatan karakternya. 

Dan adanya ketentuan bahwa amaliyah ramadan akan dinilai oleh guru PAI menjadi faktor pengingat dan pengikat bagi mereka supaya melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab.

Bukankah saat ini umat Islam diimbau untuk melaksanakan salat tarawih di masjid? Hal tersebut tidak menjadi masalah, karena dilaksanakan di masjid atau di rumah subtansinya adalah salat tarawih. 

Seorang siswa bisa meminta tanda tangan kepada ayah, kakak, atau siapapun yang menjadi imam salat tarawih di rumahnya. Ceramah subuh yang biasanya dilaksanakan di masjid, bisa diganti dengan kajian di rumah, membaca buku-buku agama, membaca kajian agama di internet, atau melihat video ceramah di Youtube. Di era digital saat ini, ilmu apapun termasuk ilmu agama bisa didapatkan dengan mudah dan cepat.

Mengingat kecenderungan saat ini sekolah tidak lagi membuat Agenda Amaliyah Ramadan bagi siswa, saya berharap sekolah menekankan kembali agar setiap siswa mengisi amaliyah ramadan. Disamping dalam bentuk hard copy, siswa juga dapat mengisinya secara daring melalui google form.

Sekolah, melalui wali kelas, guru PAI, atau guru lain yang ditugaskan bisa mengingatkan dan memantau laporan amaliyah ramadan tersebut agar siswa tergerak untuk mengisi bulan ramadan ini dengan berbagai amal ibadah. Apalagi saat ini, siswa mengikuti Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dimana dia memiliki waktu 24 jam di rumah.

Peran orang tua tentunya juga diperlukan untuk memantau aktivitas anaknya selama di rumah. Bahkan, perlu memberikan contoh kepada anak-anaknya. 

Mengajak salat berjamaah, tadarus Al-Qur'an, atau bersama-sama menonton video materi agama Islam bisa menjadi pengendali bagi anak-anaknya selama bulan ramadan. Jangan sampai waktu ramadan banyak diisi dengan kegiatan yang kurang bermanfaat. Wallaahu a'lam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun