Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Menulis sebagai Terapi Jiwa

30 Januari 2020   09:58 Diperbarui: 30 Januari 2020   22:19 501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi menulis catatan harian. (sumber: everydayplus via kompas.com)

Pernahkah Anda memperhatikan orang yang sedang kasmaran ujug-ujug rajin menulis puisi atau menulis kata-kata romantis, padahal sehari-harinya dia tidak terlalu aktif menulis bahkan jarang menulis? Pernahkah Anda juga memperhatikan orang yang sedang kesal tiba-tiba menulis status di media sosialnya yang isinya menumpahkan kekesalannya?

Orang yang sedang kasmaran rajin menulis puisi atau kata-kata romantis dengan untuk menggambarkan suasana hatinya yang sedang merindukan seseorang yang dicintainya. Orang yang sedang marah meluapkan kemarahannya melalui curhat atau bahkan uring-uringan. Walau dia sendiri tahu tulisannya tersebut belum tentu dibaca atau menjadi solusi dari masalah yang dihadapinya.

Bagi orang yang kritis terhadap situasi bangsa dan negara, dia akan banyak menulis tentang kegalauannya terhadap situasi dan kondisi yang menurutnya tidak sesuai dengan janji-jani para politisi dan pemimpin saat kampanye pemilu. Korupsi, penegakkan hukum, pelanggaran HAM, kerusakan lingkungan, dan pelayanan publik merupakan isu-isu yang suka menarik perhatian para analis.

Orang yang sedang sakit atau terkena musibah menulis doa atau minta doa dari teman-teman di dunia maya agar sakitnya segera sembuh. Orang yang melihat sebuah peristiwa misalnya bencana atau kecelelakaan, dia melaporkannya melalui tulisan disertai dengan foto dengan videonya.

Berbagai ekspresi tersebut merupakan sebuah gambaran dimana kondisi psikologis, pola pikir, atau keadaan seseorang mempengaruhi aktivitasnya, termasuk menulis sebagai salah satu bentuk kompensasi atau pelampiasannya. 

Bagi pelakunya, dia mungkin merasa plong dengan tulisan yang dia buat. Walau demikian, saat ini harus hati-hati dalam menulis status atau artikel, jangan sampai menyinggung SARA, karena bisa melanggar Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Ketika seseorang merasa plong atau senang setelah dia menulis, berarti dia telah menjadikan menulis sebagai terapi, upaya pengobatan terhadap penyakit dalam dirinya, atau sedikitnya beban pikirannya bisa lebih ringan karena telah berbagi keluh kesah kepada orang lain melalui media sosial. 

Diharapkan orang yang membacanya ikut mendoakan, ikut memotivasi, dan memberikan kekuatan batin baginya dalam menghadapi masalah.

Zaman saat belum adanya media sosial seperti FB, Twitter, WA, atau IG, banyak yang menulis menggunakan buku harian atau diary untuk sekadar menulis aktivitas hariannya atau mencurahkan isi hatinya. 

Tidak sembarang orang bisa membaca diary-nya tersebut, karena ada hal-hal yang rahasia yang tercantum pada buku tersebut, kecuali orang-orang yang dipercayai oleh si pemilik diary.

Zaman penjajahan Belanda, RA Kartini mencurahkan isi hatinya melalui surat-surat yang ditulisnya kepada temannya di negeri Belanda. Itu adalah gambaran bahwa tulisan dapat menjadi media untuk menyalurkan isi hati, mendapatkan ketenangan batin, dan mencari solusi dari masalah yang dihadapi.

Kondisi zaman dulu berbeda dengan kondisi zaman sekarang. Dulu, orang menulis hal yang sifatnya pribadi hanya untuk konsumsi dirinya sendiri atau beberapa orang yang dipercayainya, tetapi kini, di era medsos, setiap hal dituliskan yang bersifat pribadi ditulis di wall medsos sehingga banyak dibaca atau diketahui banyak orang. 

Saya melihat ada pergeseran nilai kepuasan secara psikologis. Kalau sebelum zaman medsos, dengan menuliskan di diary saja sudah puas, tetapi saat ini puas itu kalau sudah dituliskan di medsos. Semua itu, sekali lagi, sah-sah saja. 

Kepuasan dan ketenangan adalah hak setiap orang. Dan jika didapatkan dengan menulis, ya lakukan saja, dengan catatan tidak menyinggung SARA.

Selain menulis di medsos, ada yang membukukan kisahnya menjadi buku dengan harapan bisa menjadi motivasi inspirasi bagi orang lain. Biasanya yang ditulis adalah kisah-kisah luar biasa, spektakuler, dan inspiratif seperti kisah seseorang yang sembuh dari penyakit kronis.

Atau, kisah seorang ibu yang mengurus anak yang sakit atau memiliki kelainan, kisah sukses dan bisa keluar dari belenggu kemiskinan, kisah perjalanan wisata ke luar negeri secara backpacker dengan dana terbatas, kisah tugas di daerah konflik, kisah membantu korban bencana, dan sebagainya. 

Alangkah senangnya seorang penulis jika tulisannya tersebut mendapatkan apresiasi dan dapat menjadi inspirasi atau mengubah jalan hidup orang lain ke arah yang lebih baik.

Menulislah untuk ekspresi kepuasan Anda. Menulislah sebagai terapi psikologis Anda. Guru-guru yang mungkin menghadapi situasi yang "nano-nano" saat mendidik para siswanya, silakan ekspresikan pengalaman dan perasaannya melalui tulisan. 

Ketika suatu saat membaca kembali tulisan itu, mungkin saja Anda akan tertawa karena mengingat kembali masa lalu yang penuh dengan warna. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun