Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Apakah Kita Sudah Menjadi Tetangga yang Baik?

14 September 2018   09:04 Diperbarui: 14 September 2018   14:47 2684
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Termasuk berdosa jika ada tetangga yang hidupnya berkecukupan membiarkan tetangganya kelaparan. Rasulullah Saw bersabda "Bukan mukmin, orang yang kenyang perutnya sedang tetangga sebelahnya kelaparan" (HR. Al Baihaqi).

Realitas menunjukkan bahwa seiring dengan kesibukan, sifat individualistis dan egois masyarakat, hubungan antartetangga kurang terjalin dengan baik. Bahkan diantara mereka pun tidak saling mengenal.

Di komplek-komplek perumahan, rumah rumah tertutup pagar yang tinggi. Rumah sepi, hanya ditunggu penjaga, pembantu, atau anjing galak, karena sang pemilik rumah lebih banyak berada di luar kota daripada menempati rumahnya sendiri atau memiliki beberapa rumah.

Di apartemen-apartemen dan kontrakan-kontrakan, para penghuni tidak saling mengenal karena mereka datang dan pergi. Hanya berada di tempat itu setelah pulang beraktivitas, lalu masing-masing diam di kamarnya masing-masing. Relasi sosial lemah, kurang peduli antara yang satu dengan lainnya.

Di kampung-kampung atau pemukiman padat di kota-kota yang banyak terdapat oleh gang-gang sempit sangat riskan muncul konflik jika tidak saling menghargai dan menghormati. Ketika masuk gang, lewat dari jam 21.00, suara motor harus dimatikan, apalagi yang knalpotnya bising, memutar musik volume suaranya jangan sampai mengganggu tetangga.

Selain itu juga dalam berbicara jangan sambil berteriak-teriak, kalau tertawa jangan sampai terbahak-bahak. Itulah beberapa etika atau aturan yang diterapkan untuk menjaga ketertiban dan keamanan dalam masyarakat, khususnya di lingkungan tetangga.

Menurut saya, kasus di Bandung yang menimpa seorang warga yang menimpa Eko menurut saya adalah sebuah gambaran hubungan komunikasi yang kurang baik antartetangga. Tidak mampu menunjukkan sikap saling menghargai dan saling menghormati, dan enggan untuk berbagi untuk kepentingan umum.

Kasus-kasus seperti itu sebenarnya banyak terjadi, hanya tidak seviral kisah pak Eko tersebut. Ada warga yang memarkirkan mobil di jalan pemukiman sehingga mengganggu atau menghalangi pengguna jalan lain, bahkan ada yang mengambil sebagian jalan untuk garasi kendaraan. Hal tersebut, selain melanggar hukum, juga mengganggu hubungan bertetangga.

Bahkan ada kasus penganiayaan, perampokan, bahkan pembunuhan yang justru pelakunya adalah tetangganya sendiri. Hal ini banyak dilatarbelakangi oleh buruknya komunikasi, salah paham, ketersinggungan, sikap arogan yang ditunjukkan salah satu atau kedua belah pihak.

Masalah-masalah yang muncul di media berkaitan dengan kehidupan bertetangga perlu menjadi bahan renungan bagi kita, sudahkah kita menjadi tetangga yang baik? Apakah bangunan rumah kita menghalangi bangunan rumah orang lain? apakah cucuran air hujan rumah kita jatuh ke tanah orang lain? apakah kita suka menghadiri undangan tetangga?

Apakah kalau memutar musik suaranya proporsional, tidak sampai menganggu tetangga? Apakah kalau akan membangun atau merenovasi bangunan, kita meminta izin tetangga karena kenyamanannya terganggu dengan adanya debu dan suara mesin perkakas? Apakah kalau diminta memberikan sumbangan atau kerja bakti, kita pun suka ikut berpartisipasi? Dan sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun