Dan guru-guru di daerah lebih takut terhadap aturan pemerintah daerah daripada aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Misalnya pada implementasi sistem penjaminan mutu di sekolah. Apakah kepala daerah  mengetahui  hal ini? Â
Apakah Tim Penjaminan Mutu Pendidikan Daerah (TPMPD) memiliki komitmen yang sama untuk meningkatkan mutu pendidikan? sejauh mana pembinaan TPMPD Â terhadap Tim Penjaminan Mutu Sekolah (TPMPS)? Sejauh mana koordinasi antar lini di lingkungan pendidikan di daerah? dan sebagainya.
Kadang UPT pemerintah pusat di provinsi begitu sulit untuk bisa menghadirkan kepada daerah atau kepala dinas pendidikan untuk duduk bersama dan membicarakan pembangunan pendidikan di daerah. Kegiatan lebih banyak diwakili oleh pejabat eselon di bawahnya, seperti Kabid dan Kasi, sedangkan kepala daerah atau Kepala Dinas tidak dapat menghadiri acara dengan berbagai alasan.
Saya sering mendapatkan keluhan dari guru di daerah tentang lambatnya pelayanan aparat birokrasi pendidikan, merasa dipersulit ketika kenaikan pangkat, merasa dipersulit dalam pengembangan karir, pungutan liar, dan sebagainya. Hal ini yang perlu diperbaiki dalam manajemen pelayanan pendidikan di daerah.
Kepala daerah sering menyuarakan tentang perlindungan guru, ingin memuliakan guru, dan sebagainya, tetapi kadang jauh asap dari api. Memang ada yang sudah memperlihatkan langkah-langkah nyata, berani mengambil terobosan, tapi masih banyak yang hanya sekedar retorika.Â
Guru kadang bingung mencari perlindungan ketika berada dalam tekanan, guru bingung mencari tempat bertanya, tidak memiliki kepastian dalam pengembangan karir, sistem promosi dan mutasi kepala sekolah yang kurang jelas, sistem penilaian kinerja yang rawan dimanipulasi, dan sebagainya.
Menjelang pilkada, para insan pendidikan di daerah harus benar-benar jeli dalam menelusuri rekam jejak calon kepala daerah, jangan sampai menyesal di akhir kemudian. Pendidikan jangan hanya sekedar jadi alat kepentingan politik.Â
Keberpihakan kepada dunia pendidikan jangan hanya sekedar pada saat jelang pemilu atau pemilukada saja, tapi memang sudah diperlihatkan jauh-jauh hari sebelum dirinya mencalonkan diri.
Idealnya ada orang pendidikan yang mencalonkan diri menjadi kepala daerah supaya benar-benar paham kondisi pendidikan, tetapi karena faktor kekurangan "gizi" untuk pilkada dan minim dukungan parpol, maka bisa dikatakan orang pendidikan yang maju di pilkada sangat sedikit. Kebanyakan yang ikut maju di pilkada adalah para politisi, pengusaha, praktisi hukum, dan tenaga profesional lainnya.
Semua sudah mafhum bahwa pendidikan adalah kunci penting pembangunan bangsa, bahkan termasuk salah satu Indikator Pembangunan Manusia (IPM). Tinggal dibutuhkan berbagai langkah nyata untuk mewujudkannya. Semoga Pilkada 2018 melahirkan kepala daerah pro pendidikan. Wallaahu a'lam.