Akupun memulai cerita tentang diriku.
Sebagai sebuah pohon tua yang hidup kurang lebih seribu tahun di bumi, banyak peristiwa yang aku saksikan di bumi, bisa dikatakan aku menjadi saksi bisu untuk setiap eristiwa yang terjadi di bumi.
Tapi aku tidak tertarik untuk menceritakan peristiwa sejarah yang terjadi di bumi. Â Aku hendak bercerita tentang diriku dan manusia.
Tak terhitung ribuan manusia atau bahkan mungkin jutaan manusia yang pernah aku lihat sepanjang hidup. Â Ada manusia-manusia serakah yang membabat habis habitatku. Manusia- manusia serakah itu tidak lagi memikirkan bagaimana kelangsungan hidup habitatku.Â
Kini habitatku hampir punah karena keserakahan-keserakahan manusia-manusia tersebut. Â Hanya tinggal sedikit teman-temannku yang bisa bertahan hidup yang keberadaannya masih di hutan-hutan dan sebagian lagi ada di Taman Nasional sepertiku.
Habitatku memang nenghasilkan kayu yang awet dan kuat  seperti besi, dan  juga pohonku memiliki banyak manfaat dan sangat diminati masyarakat, sehingga kayu yang kami hasilkan  memiliki nilai jual yang tinggi. Â
Sementara sulitnya pembudidayaan dan pertumbuhan pohon kami juga sangat lambat dan diperlukan kawasan khusus untuk penanaman pohon yang tumbuh dan lambatnya pertumbuhan  ditunjukkan dengan rata-rata pertumbuhan diameter pohon. Pertumbuhan itu rata-rata hanya 0,058 sentimeter (cm) per tahun. Alasan-alasan itulah membuat manusia malas untuk membudidayakan pohon jenis kami.Â
Manusia memang cenderung tidak sabar untuk menunggu dan cenderung ingin serba instan atau juga karena mereka tidak punya cukup waktu untuk melihat proses pertumbuhan kami yang lambat,Â
Ya, memang bisa dimaklumi karena usia manusia terbatas tidak seperti kami yang abadi.
Manusia mungkin berharap menjadi abadi, tetap sehat dan berdiri kokoh dan tetap awet muda, Â Bahkan untuk tetap terlihat muda dan bugar, klinik-klinik kecantikan menjamur dan menawarkan produk-produk untuk awet muda dan cantik.
Tapi tahukah kau menjadi abadi itu tidak seindah yang kalian manusia bayangkan.