Hampir semua negara terdampak pandemi Covid-19, tak terkecuali Indonesia. Tekanan resesi ekonomi, tengah menghancurkan pembangunan ekonomi yang telah terbangun sebelumnya. Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di berbagai industri, tak dapat dihindarkan. Serapan tenaga kerja menjadi terhenti, mengingat hampir tidak ada investasi yang masuk.
Kehidupan terus bergerak. Masalah PHK dan langkah penyerapan tenaga, harus dipecahkan. Bagi Pemerintah, tanpa mampu memecahkan PHK dan investasi untuk menyerap tenaga kerja, akan menciptakan tekanan sosial yang sangat berat.Â
Tanpa dikendalikan, bisa jadi membentuk kestabilan politik yang sangat membayakan bagi Pemerintah. UU Cipta Karya, dengan sebagian kelemahan yang ada, bagaimanapun harus dilahirkan untuk memecahkan kedua masalah tersebut.
Salah satu pasal yang ada, adalah memperkuat Peningkatan Nilai Tambah (PNT), agar cepat terealiasasi di Indonesia. PNT menjadi langkah strategis, khususnya upaya Pemerintah untuk mengurangi besarnya devisa yang diperlukan untuk mengimpor LPG. Lewat PNT batubara, dipastikan akan dapat menekan substitusi impor LPG yang besarnya sekitar 5.73 (75 %) juta ton, dari total kebutuhan nasional sekitar 7,64 juta ton. Selain untuk memperkecil substitusi impor gasoline yang masih cukup besar di Indonesia.
UU Cipta Kerja, ditambah Peraturan Pemerintah (PP) yang diharapkan selesai dalam tiga bulan ke depan, dipastikan akan mampu mendorong investor untuk mempercepat Proyek PNT Batubara (coal gasification, liquefaction dll). PNT menjadi dapat langkah strategis, mengingat selama ini batubara lebih dominan ditempatkan sebagai komoditas, dan bukan sebagai energi.
 Hampir 75 % dari total produksi batubara nasional diperuntuhkan sebatas sebagai revenue driver bagi pendapatan negara. Sisanya 25 % untuk kebutuhan di dalam negeri, yang 70 % nya untuk kebutuhan PLN (baik PLTU PLN maupun Independent Power Producer/IPP). UU Cipta Kerja, sebagai langkah mempercepat PNT Batubara.Â
Arah dan tujuan menjadi strategis, batubara bukan sebatas sebagai revenue driver semata, namun lebih memperkuat perannya sebagai economic booster untuk memperbesar multiplier effect yang diharapkan memperbesar serapan tenaga kerja dan mengurangi devisa dengan memperkecil substitusi impor (LPG, methanol).