Mohon tunggu...
Icha Nors
Icha Nors Mohon Tunggu... Guru - ibu rumah tangga, pendidik

Berhenti melihat jam/waktu dan mulai melihat dengan mata\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Memilih Banyak Bidang Dalam Waktu Bersamaan, Kenapa tidak?

27 November 2011   04:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:09 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu hari aku pernah ditanya teman, kenapa aku ngajar tidak hanya di satu tempat dan satu bidang. Pertanyaan yang sederhana tapi menusuk hati. Pada kesempatan lain saat aku pamit meninggalkan rapat ( yang sudah selesai tinggal ngobrol-ngobrolnya), karena ada sms dari bos katanya dah ditunggu anak-anak di kelas, spontan teman disebelahku nyeletuk : “makanya jangan serakah, yang lain nggak kebagihan apa-apa dipegang sendiri.” Aduh ….tahu nggak sih aku sebetulnya juga nggak menginginkan keadaan seperti ini. Belum lagi kalau ada yang sampai hati bilang mau dikemanakan honorku (saking banyaknya pos). Naif…..

Jangan langsung berprasangka buruk pada orang yang kebetulan punya jabatan banyak, ngojek di mana-mana, siapa tahu itu bukan keinginannya. Tak pernah terlintas dibenakku untuk menduduki jabatan tertentu dalam satu lembaga, aku hanya ingin memberikan apa yang aku mampu. Sejak kecil orang tuaku mengajarkan untuk tidak jadi penjilat, tidak mengemis untuk diterima (melamar), dan mengharap agar orang memandang lebih. Keinginanku sebetulnya sederhana sekali, menjadi ibu rumahtangga sejati, membantu suami mendidik anak-anak menjadi manusia berguna. Entah mengapa aku kemudian menyuakai banyak hal, mudah tertantang mencoba sesuatu, termasuk mengerjakan apa yang tidak lazim bagi perempuan di kampungku.

Ayahku dulu berpesan, kerjakan apa yang kamu bisa yang penting bermanfaat. Banyak tokoh-tokoh besar, yang sukses dalam banyak bidang sekaligus. Ada orang yang konsentrasi pada satu bidang tapi stagnan tak beranjak dari tempat duduknya juga tak sedikit. Jadi pilih yang mana? Terserah, mau berbuat banyak dengan hasil maksimal apa duduk manis pada satu tempat dan nggak dapat apa-apa. Bagiku yang terpenting adalah memberi porsi yang seimbang pada masing-masing tempat, itu adil namanya.

Muharram 1433 H, genap 15 tahun Ayahku meninggal. Entah mengapa aku ingin sekali berbagi pada beliau, berdebat tentang banyak hal, menemani hari-harinya menjelang senja, mendengarkan radio gelombang pendek lalu berdiskusi tentang berita hari ini, menentang keinginannya agar aku berdamai saja pada pendapatnya, mengiyakan saja tentang calon suami yang dipilihkan buatku dan sebagainya dan sebagainya…..(meski akhirnya beliau mengalah pada pilihanku sendiri).

Ya, ayah ibukulah yang mengajarkan aku banyak hal, termasuk prinsip “dilamar bukan melamar.” Maksudnya jangan sampai kita mengemis diangkat atau meminta jabatan tertentu. Buat apa memaksakan diri kalau kenyataannya orang tidak suka pada kita, atau kita memang tak mampu mengerjakannya. Ini namanya “mbatek,” he…he…

Ok. Mulai sekarang tinggalkan berprasangka buruk pada orang lain yang lebih sukses dari kita. Mulailah bertindak dan berpikir positif bahwa kita bisa. Lakukan sebanyak dan semampu kita, raih sukses dalam waktu bersamaan.Kesampingkan sementara komentar orang lain karena kita adalah arsitek dari nasib kita sendiri. Nasib atau takdir merupakan hasil dari tindakan dan usaha kita.

Untuk mencapai kesuksesan hidup, jangan lupa mematuhi suara hati kita. Bahkan, poin ini adalah hukum terpenting dari hukum-hukum yang sudah ada. Jika manusia tidak mampu mendengarkan suara hatinya, ia tidak akan mampu mengendalikan dan mengarahkan hidupnya. Perlu dicatat juga bahwa kita tidak pernah bisa memutuskan apa yang harus dilakukan orang lain. Namun kita bisa mendengar suara hati kita yang akan memberi tahu kita apa yang harus kita lakukan. Sekali lagi, orang tua dan guru memiliki peran besar untuk mendorong kita.

Selamat mencoba…….

*******************************************************

Terima kasih dan salam ta’dhimku pada guru-guru semua, terutama pada beliau-bilau yang sudah wafat:


  1. Almaghfurlah Bapak KH. Shohibul Munir ( ayahanda Alex Komang, aktor, guru fiqh/ faroidh )
  2. Almaghfurlah Bapak KH. Djoefri Alwi( Ayahanda suami tercinta, guru tafsir, hadits)
  3. Almaghfurlah Bapak K. mu’ti Muslan( guru Aqidah ahlak )
  4. Almaghfurlah Bapak KH. Mahfudh Asmawi ( Kepala MA)
  5. Almaghfurlah Bapak Mc. Djoefri Jazin( Guru Bahasa Ingggris)
  6. Almaghfurlah Bapak KH. Munja’I( Guru Ushul Fiqh)
  7. Almaghfurlah Bapak Soekamto( Guru Geografi)
  8. KH Ahmad Asyari Sajid.

Ghofarallohu lahum wanawwaro qubuurohum

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun