Mohon tunggu...
Icha Nors
Icha Nors Mohon Tunggu... ibu rumah tangga, pendidik

Berhenti melihat jam/waktu dan mulai melihat dengan mata\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Menghadapi Perilaku (Gaya?) Impulsif Anak Sekolah Tidak Perlu Dengan Menangis

25 Februari 2012   18:21 Diperbarui: 25 Juni 2015   09:17 1110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Mata bu Venny berkaca-kaca seketika ketika tanpa disangka pertanyaannya dijawab dengan kalimat kasar dan sangat tidak sopan oleh Benny. Sebagai guru, dia merasa selama ini sudah sangat hati-hati berlaku dan bersikap, agar tidak terjadi gesekan apalagi kekerasan pada murid-muridnya. Tapi siang itu, pada jam ke 7 terpaksa mengeluarkan ultimatum pada kelompok 4 putra yang saat itu tidak mau berhenti membuat keributan di kelas. Dari sinilah cerita tentang perlawanan Benny pada bu Venny. Tidak itu saja saat istirahat terakhir, ia dan kelompoknya menyerang kelas di mana bu Venny menjabat sebagai walinya dengan cara mengobrak- abrik meja serta perangkat kelas.

Imbas Dari Kompleksitas Kehidupan

Pemandangan seperti cerita di atas bukan hanya terjadi di sekolah dimana bu Venny mengajar. Secara kasat mata dapat kita lihat dengan mudah di lingkungan kita, terutama di kota-kota besar. Yang lebih memprihatinkan adalah gejala dan dampaknya sudah merembes ke daerah bahkan tingkat pedesaan.

Dinamika kehidupan, perkembangan zaman,kemajuan pengetahuan dan kemajuan teknologi serta seni tidak seluruhnya membawa kehidupan ini menjadi teratur, tentram, damai dan bahagia. Kondisi tersebut justru menjadikan masalah kehidupan makin kompleks. Dunia tak lagi nyaman didiami, dikendalikan dan dinikmati. Dari hari ke hari kehidupan di dunia ini makin meningkat kesibukannya, hingga tak cukup waktu 24 jam untuk memfasilitasiaktifitas kehidupannya. Ternyata, keadaan seperti ini menyebabkantimbulnya tekanan-tekanan pada sosial emosional anak.

Generasi sekarang lebih pemurung, beringas dan kasar, rendah sopan santunnya, cemas/ gugup dan impulsif. Secara tiba-tibamereka melakukan tindakan anarkis , merusak dan bebagai gejala-gejala Vandalisme (corat-coret).

Pentingnya Mengembangkan Kecerdasan Emosional

Ketrampilan social enosional yaitu suatu kemampuan untuk mengenali, mengenal dan mengontrol emosi sehingga dapat merespon dengan baik setiap kondisi yang merangsang timbulnya emosi-emosi tersebut. Individu yang mempunyai kecerdasan emosi akan lebih mampu mengatasi berbagai masalahyang terjadi dalam kehidupan modern ini.

Terus apa sebenarnya kecerdasan emosi (Emotional Qoutient) itu ? Istilah kecerdasan emosi mula-mula dikemukakan oleh Peter Salovey dan John Mayer. Tetapi konsep kecerdasan emosi dikenal luas pada pertengahan 90-an oleh Daniel Goleman.

Ciri-ciri yang dapat dikenali untuk memahami kecerdasan emosi :


  • Mampu memotivasi diri sendiri.
  • Mampu bertahan menghadapi frustasi.
  • Lebih cakap menjalankan jaringan informalnya/nonverbal (jaringan komunikasi, jaringan keahlian dan jaringan kepercayaan).
  • Mampu mengendalikan dorongan hati.
  • Cukup luwes untuk menemukan cara/alternative agar sasaran cepat tercapaiatau mengubah jika sasaran semula muskil terjangkau.
  • Tetap mempunyai kepercayaan diri yang tinggi ketika sedang menghadapi tahap sulit.
  • Memiliki empati yang tinggi.
  • Mempunyai keberanian untuk memecahkan masalah / tugas yang berat menjadiu tugas kecil yang mudah ditangani.
  • Merasa banyak akal untuk menemukan cara dalam meraih tujuan.

Mengasah kecerdasan emosi secara terus menerus dalam berbagai pengalaman sehari-hari adalah sebuah proses pembelajaran emosi. Berbeda dengan kecerdasan akademis/ kognitifatau IQ (Intelegence Quotient) yang relative dipengaruhi oleh factor bawaan, kecerdasan emosi atau EI (Emotion Intelegence) dapat tumbuh dan berkembang seumur hidup dengan proses belajar.

Usaha-usaha yang mengarah pada pengembangan kecerdasan emosi , diantaranya adalah:


  1. Menjadi contoh yang baik
  2. Mengajarkan pengenalan emosi
  3. Menanggapi perasaannya
  4. Melatih pengendalian diri
  5. Melatih pengelolaan emosi
  6. Menerapkan disiplin dengan konsep empati
  7. Melatih keterampilan komunikasi
  8. Mengungkapkan emosi dengan kata-kata
  9. Memperbanyak kegiatan dinamis
  10. Mendengarkan musik indah dengan ritme teratur
  11. Marah, sedih, cemas bukan hal tabu
  12. Menyelimuti dengan iklim positif.

Usaha-usaha yang disebutkan di atas bukan hal yang mudah dilakukan. Tapi dengan kesabaran dan ikhtiar pantang menyerah Insya Allah akan menuai keberhasilan di kemudian hari.

Selamat berjuang…..

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun