Kemampuan berbahasa Arab secara aktif masih menjadi tantangan bagi banyak mahasiswa, khususnya mereka yang berlatar belakang pesantren atau menempuh studi di perguruan tinggi keislaman. Meski mampu membaca teks Arab gundul dengan baik, tidak sedikit yang merasa kesulitan saat harus menyusun atau memahami kalimat dalam bahasa Arab secara spontan dan komunikatif.
Pengalaman pribadi penulis yang telah mempelajari nahwu dan sharaf selama bertahun-tahun serta aktif menyimak kajian kitab kuning, namun masih merasa canggung saat harus berbicara dalam bahasa Arab yang mendorong munculnya pertanyaan reflektif: "Mengapa banyak santri yang telah belajar kitab kuning bertahun-tahun, tetapi masih kesulitan berbicara atau memahami bahasa Arab secara aktif?"
Pertanyaan ini menjadi titik awal penelusuran terhadap efektivitas dua model pembelajaran klasik di pesantren, yakni bandongan dan sorogan. Menurut Saifudin Zuhri via Faisal kamal dalam artikelnya yang berjudul "Model Pembelajaran Sorogan dan Bandongan dalam Tradisi Pondok Pesantren" (2020:21) menjelaskan bahwa bandongan merupakan metode pembelajaran secara bersama, di mana seorang ustadz membacakan dan menerjemahkan teks kitab, sementara para santri menyimak dan mencatat maknanya di kitab masing-masing. Serta sorogan adalah metode pembelajaran perorangan, di mana santri secara bergiliran membaca teks kitab di hadapan ustadz untuk mendapatkan bimbingan dan koreksi langsung.
Adapun dalam dunia pendidikan bahasa di perguruan tinggi, Lady Farah Azizah dan Ariadi Muliansyah dalam artikelnya yang berjudul "Keterampilan Berbahasa Arab dengan Pendekatan Komprehensif" (2020:63) menyatakan bahwa keterampilan berbahasa Arab dibagi menjadi empat kompetensi: istima' (mendengarkan), muhadatsah (berbicara), qira'ah (membaca), dan kitabah (menulis). Istima' dan muhadatsah termasuk keterampilan aktif, sedangkan qira'ah dan kitabah termasuk keterampilan pasif.
Jika dikaitkan dengan empat keterampilan bahasa Arab, bandongan menekankan aspek istima' dan kitabah, sementara sorogan lebih menonjolkan qira'ah dan muhadatsah. Dengan demikian, secara teoritis, kedua metode ini cukup menyeluruh dalam melatih kemampuan berbahasa Arab.
Namun dalam praktiknya, model bandongan dan sorogan tidak selalu sejalan dengan penguasaan bahasa Arab. Hasil wawancara penulis terhadap sejumlah mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Arab menunjukkan bahwa banyak santri-mahasiswa yang telah lama belajar di pesantren masih mengalami kesulitan berbicara atau memahami bahasa Arab secara aktif. Mayoritas dari mereka berasal dari pesantren yang hanya mengandalkan metode bandongan dan sorogan tanpa disertai latihan berbicara atau pengayaan kosakata modern.
Dikutip dari Moh. Rokib dalam bukunya yang berjudul "Metodologi Pengajaran Agama Islam" (2009:87)diketahui bahwa permasalahan diatas disebabkan karena dalam model pembelajaran bandongan komunikasi antara guru dan murid sangat minim. Guru cenderung berbicara sendiri, sedangkan murid hanya mendengarkan tanpa banyak interaksi. Akibatnya, murid bisa cepat bosan dan tidak aktif secara komunikatif. Selain itu, Saiful Anam dalam bukunya " Ilmu Pendidikan Islam" (2010:112) dijelaskan bahwa model pembelajaran sorogan terlalu menyita waktu sehingga menyebabkan komunikasi kelompok menjadi berkurang.
Di sisi lain, ada pula santri-mahasiswa yang menguasai keterampilan bahasa Arab baik pasif maupun komunikatif. Biasanya mereka berasal dari pesantren, atau memang berinisiatif mengombinasikan bandongan dan sorogan dengan pengayaan kosakata kontemporer dan pembiasaan berbicara dalam bahasa Arab.
Dengan demikian, bandongan dan sorogan sangat efektif dan memang terfokus pada pemahaman teks kitab. Namun untuk mencapai kemahiran berbahasa Arab yang lebih menyeluruh, perlu adanya penyempurnaan melalui pendekatan komunikatif..
REFERENSI
Kamal, Faisal. 2020. Model Pembelajaran Sorogan dan Bandongan dalam Tradisi Pondok Pesantren. Jurnal Paramurobi. Vol. 3, No. 2, Desember.
Aziza, L. F., dan Muliansyah, A. 2020. Keterampilan Berbahasa Arab dengan Pendekatan Komprehensif. El-Tsaqafah. Vol. 19, No. 1, (2020).
Roqib, Moh. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Yogyakarta: LkiS, 2009.
Anam, Saiful. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2010
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI