Mohon tunggu...
Mercy
Mercy Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu dua anak remaja, penggiat homeschooling, berlatarbelakang Sarjana Komunikasi, Sarjana Hukum dan wartawan

Pengalaman manis tapi pahit, ikutan Fit and Proper Test di DPR.

Selanjutnya

Tutup

Humor

Admin Kompasiana Penakut?

1 September 2021   18:33 Diperbarui: 1 September 2021   18:36 777
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Kenangan bersama teman-teman yang pernah (dan masih) menjadi Wartawan Harian Kompas 

Perkenalan saya dengan blog Kompasiana.com dimulai sejak 2013. Betul, 2013 saat "kejengkelan" tak bisa saya simpan, dan harus ditumpahkan ke media yang banyak dibaca komunitas yang sepemikiran dengan saya.

Kejengkelan tentang "jahat dan busuknya" oknum-oknum pengambil keputusan.  Saat 2013 itu saya mengikuti fit and proper test di DPR untuk menjadi komisioner di satu lembaga negara. Dan betapa terkejutnya dan nyaris tidak percaya, ketika saya secara "informal" mendapatkan info bahwa sebelum hari-H seleksi diselenggarakan, ternyata DPR sudah mengantongi nama-nama komisioner terpilih. Jujur saya tidak percaya karena saya men-jago-kan kandidat lain. Sampai selesai DPR mem-fit and proper test 21 finalis, eh ternyata beneran yang dipilih DPR menjadi Komisioner persis dalam  info “informal” yang saya peroleh sebelum Hari-H.

Karena pengalaman itulah, saya berjanji pada diri sendiri untuk menyempatkan waktu di sela-sela kesibukan membagi informasi supaya semakin banyak rakyat tahu "kebobrokan" oknum-oknum pejabat dan DPR.

Selain mengkritisi hal-hal umum dan politik yang sedang terjadi, sebagai pengelola lembaga pendidikan Sekolah Megana dan Homeschooling Mercy Smart, saya ikut mengkritisi kondisi pendidikan Indonesia, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Jadi tujuan saya menyempatkan diri, menghabiskan waktu, tenaga, dan fasilitas yang saya punya, menulis di Kompasiana adalah untuk hal-hal penting dan menyangkut kepentingan banyak orang. 

Berharap tulisan saya dibaca para pengambil keputusan sehingga berani menindak oknum-oknum kurang ajar yang menghalalkan segala cara untuk cari cuan pribadi, dan merugikan rakyat banyak. Karena itu saya kaget dengan ulah oknum admin Kompasiana yang menghapus tulisan saya pada 20 Agustus 2021 lalu. 

Admin Kompasiana Penakut?

Pada 20 Agustus 2021 saya menulis opini di kompasiana.com untuk mengkritisi Instruksi Menteri Dalam Negeri yang ngotot penumpang pesawat harus tes PCR. Saat itu biaya PCR masih Rp 1 jutaaan dan mulai turun menjadi Rp 495 ribu perorang. Tetapi itu tetap memberatkan rakyat calon penumpang pesawat.  

Apalagi artikel berjudul "Mendagri Tito Karnavian dukung "Mafia" Bisnis Tes PCR?"  saya tuliskan jelas-jelas berdasarkan fakta termasuk surat protes dari Serikat Karyawan Garuda Indonesia (Sekarga). Surat Sekarga yang terbuka untuk publik, ditujukan kepada Mendagri, pantas diketahui lebih banyak orang,  karena Sekarga sebagai salah satu stakeholders dunia penerbangan, berhak mempertanyakan mengapa penumpang pesawat harus bayar tes PCR yang mahal itu, sekalipun penumpang sudah vaksin 2 kali.  

Sebagai penulis, saya mendukung Sekarga dan  layak mengkritisi Instruksi Mendagri karena :

1. Penumpang Kapal Laut, Penumpang Kereta Api, dan moda transportasi yang bisa jadi lebih lama perjalanannya hanya diwajibkan tes antigen

2. Biaya tes PCR saat itu yang sangat mahal, bahkan bisa jadi lebih mahal dari tiket pesawat. Apalagi jika dibandingkan dengan PCR di luar negeri, biaya PCR di Indonesia bisa 400% lebih mahal. 

2. Sekarga protes karena terjadi penurunan penumpang pesawat yang akan mengimbas pada keuntungan perusahaan. Artinya  kemungkinan karyawan di-phk makin besar karena penghasilan perusahaan menurun.

Tujuan saya menulis artikel tersebut dan langsung menunjuk hidung Menteri Dalam Negeri semata-mata karena memang Keputusan Mendagri itu sangat menguntungkan segelintir pengusaha PCR. Sebaliknya itu sangat merugikan ribuan karyawan dan perusahaan penerbangan. Dan yang paling utama adalah merugikan jutaan bahkan puluhan juta calon penumpang pesawat, ya puluhan juta rakyat Indonesia yang punya banyak urusan, sehingga harus membayar tiket pesawat ditambah lagi bayar tes PCR. 

Di mana keberpihakan Pemerintah? 

Nah, bukankah itu salah satu dorongan kita para blogger menuliskan opini, demi kemaslahatan umat, demi kepentingan rakyat banyak, demi membela kelompok masyarakat yang tidak berani bersuara?

Makanya saya terheran-heran dengan admin Kompasiana yang menghapus artikel saya. Apalagi dengan alasan yang mengada-ada. 

Karena itulah, saya kembali meluangkan waktu, energi, dan pikiran saya menuliskan artikel opini ini. Semestinya artikel saya kali  ini bisa menjadi kritik membangun, menjadi cermin buat anda para Admin Kompasiana. 

Apakah  anda segitu penakutnya, atau sebaliknya, begitu sombongnya, begitu jumawa-nya merasa berhak membredel opini, tanpa memberi argumentasi yang masuk akal --disertai bukti dan fakta yang detail-- dan legowo berdiskusi dengan kami, para penulis opini yang tidak dibayar.  Just info saja, sampai sekarang email saya tidak pernah dibalas oleh admin Kompasiana. Tanya Kenapa? 

Nah sebagai penutup. 

Opini saya pada awal Agustus tentang Mendagri yang membuat keputusan wajib PCR untuk penumpang pesawat itu, sebelum dihapus admin Kompasiana, kalau tidak salah hanya sempat dibaca puluhan orang. Namun, mungkin saja dari puluhan orang itu ada Presiden Indonesia Joko Widodo atau Mendagri Tito Karnavian yang membaca.

Ah, jadi ingat, masa-masa Kompasiana dipimpin orang-orang berintegritas (bukan para penakut) yang mengajak 100 Kompasianer terpilih makan siang di istana bersama Presiden Joko Widodo. Dan saat di meja makan, saya langsung tanya ke Pak Jokowi, " Memang Bapak sempat baca Kompasiana? Kapan?" Dan sambil mengambil dua tusuk sate, Pak Jokowi menjawab saya, "Biasanya saat perjalanan pergi dan pulang antara kantor dan rumah". (maksudnya dari Istana Presiden di Jakarta ke rumah tinggalnya di samping Istana Bogor). 

Dan naluri saya, yang pernah menjadi Wartawan Harian Kompas, tidak langsung percaya dengan jawaban Pak Jokowi. "Oh, kalau tadi pagi, artikel Kompasiana mana yang sempat Pak Jokowi, baca?" Sambil tersenyum Pak Jokowi menyebut beberapa judul artikel Kompasiana. Ternyata memang artikel-artikel tersebut ada di Kompasiana pagi itu. Dan saya tersenyum lebar karena yang dibaca Pak Jokowi itu salah satunya adalah  tulisan saya. 

Oya, kembali ke urusan tulisan saya di take-down admin Kompasiana --yang penakut itu, yang seenaknya mengatakan bagian opini saya ada yang hoax dan akan membahayakan Kompasiana, bla, bla, bla  .... tanpa ada detail fakta dan bukti tulisan sanggahan. 

Ternyata oh ternyata, di akhir Agustus 2021, ada keputusan Pemerintah tentang Tidak Wajib PCR bagi penumpang pesawat yang sudah divaksin dua kali. 

screenshoot Kompas.com 1/9 2021 dokumentasi pribadi
screenshoot Kompas.com 1/9 2021 dokumentasi pribadi

Terlepas dari "jahatnya admin kompasiana"  men-take-down artikel saya,  jauh di lubuk hati, saya tahu sekalipun hanya setitik dan sekilas, tetapi opini saya di Kompasiana, bisa menyumbang ide nyata dan bermanfaat,  sehingga terbukti akhirnya  Pemerintah men-take-down Keputusan Mendagri wajib PCR bagi penumpang pesawat.

That's what blogger are for?

Jadi kepikiran, apa perlu saya yang pimpin Kompasiana.com, supaya blog yang makin melempem dan ditinggalkan banyak penulis bagus-bagus, akan kembali bersinar dan bisa lebih bermanfaat bagi  (pembaca) Indonesia? Hm, perlu satu babak lagi kita berdiskusi ya. 

Tembusan :

  1. Chairman dan CEO Kompas Gramedia
  2. Pemimpin Redaksi Kompasiana.com
  3. Teman-teman  seperjuangan sebagai Wartawan Kompas:  Budiman Tanurejo, M. Bakir, Anton Sanjoyo. Rusdi, James L, dll. 


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun