Mohon tunggu...
Mercy
Mercy Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu dua anak remaja, penggiat homeschooling, berlatarbelakang Sarjana Komunikasi, Sarjana Hukum dan wartawan

Pengalaman manis tapi pahit, ikutan Fit and Proper Test di DPR.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Panggung PGRI untuk Mas Menteri?

30 November 2019   21:50 Diperbarui: 30 November 2019   22:46 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto dokumentasi pribadi Mercy Sihombing

Perayaan HUT PGRI ke-74 hari ini tanpa Presiden Jokowi. 

Pejabat yang hadir adalah Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Bupati Bekasi Eka Supria Atmaja.  PGRI juga memberi penghargaan pada sederet Kepala Daerah yang dinilai memberi nilai tambah bagi para guru di kabupaten / kota yang ia pimpin.  Hadir juga mantan Mendikbud jaman Soeharto, Wardiman yang berambut hijau (kalau saya tidak salah lihat, hahaha)

Jadi kali ini yang ditunggu adalah Mas Menteri, Nadiem Makarim.  

Akhirnya yang ditunggu datang bersama istrinya. Fenomena datang bersama istri, memang jarang terjadi. 

Seingat saya, Presiden Jokowi dan  Mendikbud saat itu, Muhadjir Effendy, tak pernah menggandeng istri ke acara HUT PGRI.

Dokumentasi Pribadi Mercy Sihombing
Dokumentasi Pribadi Mercy Sihombing
Kehadiran Franka Franklin, istri Nadiem Makarim memang mencuri perhatian dengan rambut disanggul cepol dan perhiasan anting emas model terbaru, mempesona. Kehadiran Franka, yang saya nilai, bak ibu negara, memang memberi nuansa lain. 

Bahkan Ketum PB PGRI Prof Dr Unifah dalam pidatonya, sampai memanggil Franka untuk ikut memakaikan jaket PGRI bagi Nadiem. Kebetulan saya duduk di belakang pasangan itu, dan sepanjang dua jam, pasangan Nadiem dan Franka terlihat serasi, dan mesra, jadi kagum bercampur sedikit iri, hahaha.

Nadiem yang cuma "Pencitraan" ?

Nah, begitulah pengamatan saya langsung dari  acara Perayaan HUT PGRI ke-74 sepanjang pagi sampai siang tadi di Stadion Wibawa Mukti Bekasi. 

Namun "gong" dari tulisan saya adalah pengalaman saat dekat Nadiem Makarim.  

Baru saya sadar bahwa  Nadiem selama ini tidak sebagus seperti pencitraannya sebagai Menteri Milenial yang santuy dan ramah. (Sorry ya Om Nadiem, semoga kritik bisa membuat kita lebih baik)

Baru saja dalam pidatonya di panggung PGRI, lulusan MBA Harvard Business School USA ini  menegaskan, sebagai menteri ia harus mengubah paradigma, bukan dilayani tetapi melayani para guru. 

Oh wow,  buat saya pilihan sikap itu mengagetkan. Kenapa?  Nadiem yang lahir di keluarga kaya raya  (sekarang hitungan saham Go-Jek milik Nadiem sendiri, sekitar Rp 1,9 Trilyun) ternyata mengumumkan untuk komitmennya menjadi pelayan para guru, pahlawan tanpa tanda jasa.  

Jadi ingat bahwa "Billionaire is another word for oligarch."  (Diterjemahkan:  Billionaire adalah kata lain untuk oligarki. Wikipedia : oligarki adalah bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya secara efektif dipegang oleh kelompok elit kecil dari masyarakat, baik dibedakan menurut kekayaan, keluarga, atau militer)

Sosok Nadiem Makarim yang saya "lupa lupa ingat" 

Dalam dunia teknologi, paradigma melayani (yang saya asumsikan kental dengan sikap rendah hati) untuk seorang Nadiem, terus terang cukup mengejutkan. 

Berdasarkan pengalaman pribadi saya bertemu langsung Nadiem di kantor Go-Jek maupun di beberapa seminar, ups Nadiem tidak seperti itu.  Dan kita semua bisa maklum, Nadiem memang tidak wajib melayani orang lain yang notabene mungkin fans atau bawahannya.  

Nadiem, sang bos perusahaan decacorn yang sukses --dengan latar belakang anak pengacara tenar dan kaya raya, lebih dari 15 tahun hidup di Amerika-  bisa dimaklumi jika sangat sibuk sehingga  tidak punya waktu melayani para fans-nya.

Karena itu, pidato Nadiem yang langsung saya dengar dari tribun kehormatan menjadi hal luar biasa, benar-benar out of the box.  Ucapan Nadiem, sampai saya rekam di iPhone XR, "Saya ingin mengajak mengubah paradigma kepemimpinan yang tadinya itu sebagai penguasa atau pengendali atau regulator, menjadi paradigma kepemimpinan yang melayani."  

Oh wow, bahwa Kepala Sekolah, Dinas Pendidikan, Pegawai Kemdikbud bahkan dimulai dari Menterinya harus punya sikap melayani.  Kalimat itu langsung disambut meriah tepuk tangan ribuan guru dengan penuh harapan. Apalagi Nadiem berpidato dengan charming,  senyum yang kayaknya ramah dan bersahabat memberi kesan Mas Menteri ini baik hati. 

Maka tidak kaget kalau para guru terutama yang hadir di tribun kehormatan, begitu usai acara,  menjadi berani mengajak Mas Menteri yang kesannya bersahabat itu untuk berselfie.

Sementara saya sudah berhitung saat  itu,   untuk  selfie dan ngobrol sejenak dengan Nadiem tidak mungkin, maka saya memilih strategi berbeda yakni menulis ide di secarik kertas dalam amplop. Untungnya, Nadiem menyambut amplop saya, yang langsung dia over ke ajudannya, yang bernama Wiranto. (Mas Wiranto, moga-moga surat saya sampai dengan selamat dan bisa dibaca Pak Nadiem dan berharap direspon segera).

Katanya Mau Melayani Guru, Diminta Selfie aja Tidak Mau

Namun bagaimana kesan dari  para ibu guru yang berjuang bisa berselfie dengan Mas Menteri?  Kalau saya flash-back, sekitar 20 menit, para ibu guru ini maju tak gentar mengikuti langkah Nadiem dari panggung sampai masuk mobil. 

Para ajudan dan bodyguardnya mengelilingi Nadiem sehingga sangat membatasi gerak sekitar para ibu guru yang minta berfoto dengan Nadiem. Bahkan sekitar lima ibu guru sampai tergopoh-gopoh mengikuti gerak langkah Nadiem yang cepat sekali.

Para ibu guru ini berharap bisa berselfie dengan Mendikbud untuk kenangan yang akan dibawa ke kampungnya, untuk memotivasi dirinya dan juga murid-muridnya. 

"Cuma minta selfie dengan mas Menteri, tidak  minta yang lain," ucap ibu guru yang mengaku dari luar Pulau Jawa. 

Satu ibu guru lagi mengaku ia sengaja mempersiapkan hape canggih untuk meminta dan merekam sepenggal kalimat motivasi dari Mas Menteri yang akan dibagikan ke sesama guru dan murid satu sekolahnya di Jawa. 

Para ibu guru ini benar-benar berharap mendapat sekian detik dengan Mas Menteri. Namun ternyata sia-sia. Nadiem tidak memberi kesempatan sedikitpun untuk melayani para ibu guru.  

Mungkin karena kesal, seorang ibu guru berteriak, "Katanya mau melayani guru, kok melayani selfie saja tidak mau"

Teriakan itu disambut para ibu guru yang senasib (ingin berfoto selfie) dengan mengangguk dan mengiyakan.  Sementara Nadiem sendiri malah lebih cepat melangkah, tanpa mengatakan apapun. 

Dari ajudannya saya dapat informasi, Pak Mendikbud harus bergegas karena sudah ditunggu acara lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun