Mohon tunggu...
Budi Wahyuni
Budi Wahyuni Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang Ibu bersuami yang dianugerahi 2 putri dan 1 putra

Belajar ilmu-ilmu bermanfaat sampai akhir hayat.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Henoch-Schenlein Purpura (HSP), Penyakit Langka yang Pernah Diderita Anak Saya

28 Februari 2021   06:29 Diperbarui: 28 Februari 2021   06:33 1580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Saya yakin di antara kita jarang sekali yang tahu atau bahkan mendengar nama penyakit Henoch -- Schenlein Purpura atau HSP. HSP termasuk penyakit langka, jadi wajar bila jarang terdengar namanya. Menurut laporan kesehatan berbagai instansi kedokteran di Indonesia, kasus ini berjumlah 10-20 per 100.000 anak per tahun, walau ada juga laporan kasus HSP yang dijumpai pada orang dewasa.

HSP baru menjadi perhatian saya saat anak bungsu laki-laki saya didiagnosa HSP oleh seorang dokter ahli, yang saat itu menjabat sebagai Ketua IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia), Prof.DR.dr Badriul Hegar, Sp.A(K), PhD, di tahun 2017 saat anak saya berusia 8 tahun. Sudah cukup lama peristiwa ini, namun perlu dipublikasikan agar menambah wawasan pengetahuan kita semua.

Gejala awal yang timbul pada anak saya saat itu demam dan batuk kecil. Saya berpikir mungkin dia kelelahan karena habis berlibur bersama ayahnya di luar kota selama 2 minggu, liburan lebaran, sekitar bulan Juni 2017. Saya segera membawanya ke dokter terdekat rumah kami. Baru semalam minum obat resep dokter itu , jam 02.00 dia muntah. 

Barulah saya yakin ada sesuatu penyakit yang serius, karena selama dalam pengasuhan saya, dia tidak pernah muntah dalam keadaan demam. Saat itu juga kami bawa ke IGD RS Mitra Keluarga di daerah kami. Dokter IGD memberikan obat untuk lambung pencegah muntah, dan vitamin.

Kami menunggu reaksi obat Dokter IGD sampai 2 hari, tapi tidak ada kemajuan kesehatannya. Anak bungsu saya mengeluh seluruh persendiannya sakit dan dia muntah lagi. Segera kami larikan ke dokter anaknya sejak kecil di daerah Bintaro, Tangsel.

Setelah cerita kronologis sakitnya, anak bungsu kami masih diberi obat lambung jenis berbeda dan beberapa vitamin. Untuk penurun panas sejak awal dia sakit, sesuai anjuran dokter, kami memberinya ibu profen, karena anak bungsu saya alergi parasetamol.

Sepulang dari dokter anak, sekitar jam 24 malam, saya melihat bintik-bintik merah (ruam) di tungkai anak kami. Segera saya foto dan saya kirim ke dokter anaknya. Esok harinya sekitar jam 6 pagi, saya dihubungi Dr. Hegar (panggilan singkat kami ke beliau), dan diminta secepatnya datang kembali ke RS Internasional, tempat prakteknya. Setelah muncul ruam di tungkai, baru lah dokter mendapat simtom penyakit HSP, Henoch-Schnlein Purpura.

Biasanya penderita HSP harus segera dirawat di RS, karena walau pun penyakit ini digolongkan self limiting desease, namun bila kondisi tubuh sangat lemah, bisa terjadi komplikasi serius seperti lipatan abnormal pada usuus (intususepsi), bengkak pada testis (orchitis) atau gagal ginjal (www.halodoc.com).

Melihat kondisi anak bungsu saya yang belum begitu parah, dokter mengijinkan kami untuk rawat jalan. Untuk pengobatan nyeri di bagian perut pada penderita HSP, dokter memberikan obat yang tergolong steroid, sehingga pasien memang harus dalam pengawasan dokter secara serius. Untuk pengobatan nyeri sendi dan penurun demam dapat mengonsumsi obat penurun demam, dalam hal ini kami diberikan ibu profen. Catatan penting dari dokter bahwa lambung harus terisi makanan dahulu sebelum mengonsumsi ibu profen.

Dampak dari obat sejenis steroid adalah moon face, wajah jadi membulat seperti bulan. Ini terjadi pada anak bungsu saya. Pada awal pengobatan setiap minggu kami harus kontrol ke dokter. Dokter akan mengurangi dosis obat sesuai kondisi anak. Berangsur-angsur kontrol ke dokter lebih lama interval waktunya, per 2 minggu kemudian per bulan. Dalam masa pengobatan HSP diperlukan tes darah dan tes urin sejak awal diagnosa.

Hal terparah yang terjadi saat anak saya menderita HSP yaitu tidak dapat berjalan, karena rasa nyeri terutama dirasakan di kedua kakinya. Kami memerlukan kursi roda untuk membantunya ke kamar mandi. Otomatis dengan kondisi seperti itu ia tidak dapat hadir di sekolah dan absen selama 2 bulan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun