Mohon tunggu...
Ibrohim Abdul Halim
Ibrohim Abdul Halim Mohon Tunggu... Konsultan - Mengamati Kebijakan Publik

personal blog: ibrohimhalim.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Financial

Dukung Ponpes Jadi Sentra Pengembangan Ekosistem dan Keuangan Syariah

30 Juli 2020   08:08 Diperbarui: 30 Juli 2020   08:11 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Ponpes. foto: Medcom

Pada Selasa (28/7) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyelenggarakan kegiatan bertajuk "Peluncuran Implementasi Ekosistem Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah Berbasis Pondok Pesantren". Dalam kegiatan tersebut, diluncurkan program pengembangan ekonomi pesantren berbasis keuangan syariah, dan menargetkan implementasinya dapat terlaksana pada 3.300 pondok Pesantren di seluruh Indonesia hingga 2024.

Sebagai orang yang pernah nyantri, saya tentu mendukung gagasan tersebut. Pasalnya, tahun lalu para santri telah mendapat harap dari diterbitkannya UU Nomor 18  tahun 2019 tentang Pesantren. Pasal 42 UU Pesantren mengamanatkan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk memberikan dukungan pelaksanaan fungsi dakwah pesantren dalam bentuk kerja sama program, fasilitas kebijakan, dan pendanaan.

Selain itu, ada pula Pasal 46 ayat (1) dan ayat (2) yang menyebutkan bahwa pemerintah memberikan dukungan dan fasilitas ke pesantren dalam melaksanakan fungsi pemberdayaan masyarakat, dengan dukungan berupa: (a) bantuan keuangan; (b) bantuan sarana dan prasarana; (c) bantuan teknologi; dan/atau (d) pelatihan keterampilan.

Namun, hingga pandemi menerpa, realisasi implementasi dari UU Pesantren tersebut masih belum dirasakan oleh para santri. Baru pada tanggal 26 Juni 2020, di ruang rapat Komisi VIII DPR-RI Menteri Agama menerima usulan Anggota DPR Komisi VIII untuk mengalokasikan anggaran untuk Pesantren. Pada waktu itu, usul yang muncul adalah Rp 2,8 Triliun, namun kemudian hanya disetujui sebesar Rp 2,6 Triliun oleh Menteri Keuangan.

Tentu angin segar ini sangat dibutuhkan pesantren di Indonesia, yang jumlahnya berdasarkan keterangan Menag sekitar 28.194 dengan 5 juta santri mukim. Dalam kondisi pandemi dan mekanisme pembelajaran jarak jauh, banyak pesantren kesulitan menyediakan protokol kesehatan yang memadai, serta banyak santri kesulitan mengikuti PJJ akibat minimnya sumber daya yang mereka miliki.

Oleh karena itu, peluncuran program dari Kemenko Perekonomian jangan sampai cancel out dengan program dari Kemenag. Program Kemenag berfungsi sebagai kapal penyelamat, sementara program Kemenko Perekonomian berfungsi sebagai alat pancing untuk mewujudkan pemberdayaan.

Ponpes sebagai episentrum adalah keputusan yang tepat, karena jumlah santri yang banyak dan interaksi ponpes dengan masyarakat sekitar yang bisa dibilang masif. Penulis menduga angka multiplier dari aktivitas ekonomi Pondok Pesantren adalah tinggi, karena banyak melibatkan unsur masyarakat sekitar. Di tempat penulis nyantri dulu, desa yang tadinya hutan bambu menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi kabupaten, karena kemajuan pesantren menumbuh-suburkan warung, laundry, antar jemput, penginapan, serta menyerap banyak tenaga kerja.

Ekosistem dan Keuangan syariah bisa masuk Ponpes melalui misalnya pembukaan rekening syariah untuk santri dan kiai, pengembangan usaha pesantren melalui kredit syariah, pembayaran cashless di pesantren bekerjasama dengan bank syariah, serta edukasi keuangan syariah untuk para santri dan asatidz. Harapannya, santri setelah lulus nanti bisa menjadi agen literasi ekonomi dan keuangan syariah.

Menurut survei OJK 2019, tingkat inklusi keuangan syariah di Indonesia hanya 9% dan tingkat literasi keuangan syariah baru 8,93%. Dorongan dan upaya harus terus dilakukan, mengingat 87% penduduk Indonesia adalah muslim. Sebagai pembuka, langkah Pemerintah menjadikan pesantren sebagai episentrum awal patut didukung dan diapresiasi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun