Mohon tunggu...
Ibnu Tsaqif
Ibnu Tsaqif Mohon Tunggu... Development Economics Student

Seorang pemuda yang antusias dalam ekonomi, berupaya untuk menerapkan analisis dan strategi inovatif demi kemajuan ekonomi yang berkelanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Eksploitasi Alam dalam Ekonomi Kapitalis: Mengapa Amerika Harus Berubah?

15 Desember 2024   21:26 Diperbarui: 15 Desember 2024   21:25 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pendahuluan

Amerika Serikat dikenal sebagai salah satu negara dengan sistem ekonomi kapitalis dominan yang menghadapi tantangan besar dalam hal degradasi lingkungan. Salah satu isu serius yang dihadapi adalah polusi udara. Data menunjukkan bahwa Amerika menempati posisi kedua sebagai penghasil karbon dioksida terbesar di dunia, dengan emisi mencapai 67 juta ton pada tahun 2021. Faktor utama yang menyebabkan tingginya tingkat polusi udara meliputi pembakaran bahan bakar fosil, kebakaran hutan, dan musim serbuk sari yang berkepanjangan.

Selain polusi udara, polusi air juga menjadi masalah signifikan. Survei yang dilakukan oleh Badan Perlindungan Lingkungan AS (EPA) mengungkapkan bahwa sekitar setengah dari sungai dan anak sungai dan lebih dari sepertiga danau di Amerika telah tercemar hingga tidak lagi layak untuk kegiatan seperti berenang, memancing, maupun konsumsi. Laporan Badan Pengawasan Sumber Daya Air Negara Bagian California pada Agustus 2022 menemukan bahwa hampir satu juta penduduk di wilayah Barat Amerika menghadapi risiko kesehatan jangka panjang akibat air minum yang terkontaminasi, termasuk senyawa berbahaya seperti arsenik dan nitrat. Selain itu, audit menunjukkan bahwa 371 sistem penyedia air di California mengandung bahan kimia beracun yang berpotensi menyebabkan masalah kesehatan kronis, seperti gangguan hati, ginjal, dan kanker.

Masalah-masalah ini mencerminkan bagaimana eksploitasi sumber daya alam yang tidak berkelanjutan disebabkan oleh logika kapitalisme dalam upaya memaksimalkan keuntungan sehingga berdampak negatif pada lingkungan. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara kapitalisme dan degradasi lingkungan, serta mengusulkan perlunya perubahan paradigma ekonomi menuju keberlanjutan.

Kapitalisme dan Paradoks Pertumbuhan

Kapitalisme merupakan salah satu sistem ekonomi yang diperkenalkan oleh Adam Smith pada tahun 1776 melalui karyanya “The Wealth of Nations” yang berlandaskan pada kepemilikan pribadi atas sumber daya, produksi, dan distribusi barang serta jasa. Sistem ini beroperasi melalui mekanisme pasar, di mana harga ditentukan oleh interaksi penawaran dan permintaan. Kapitalisme sering dipuji sebagai motor penggerak inovasi ekonomi. Namun, sistem ini juga membawa berbagai risiko, termasuk ketidakstabilan ekonomi yang berujung pada krisis keuangan, eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan, dan kegagalan pasar. Saat ini, kapitalisme diterapkan di banyak negara, salah satunya Amerika Serikat.

Salah satu paradoks dalam kapitalisme adalah ketergantungannya pada konsumsi yang berlebihan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Sistem ini menekankan peningkatan produksi, konsumsi, dan akumulasi modal tanpa mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan. Dalam kapitalisme, eksploitasi sumber daya alam dilakukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dan konsumsi, sering kali mengesampingkan aspek berkelanjutan. Budaya konsumerisme yang tumbuh dari kapitalisme cenderung mengukur kesuksesan ekonomi melalui pertumbuhan PDB dan volume konsumsi. Schnaiberg (1980) menggambarkan pola ini sebagai treadmill of production, di mana pertumbuhan ekonomi yang terus-menerus memerlukan ekstraksi sumber daya alam dalam skala besar, sehingga berujung pada degradasi lingkungan yang signifikan.

Konsekuensi negatif dari kapitalisme terhadap lingkungan terlihat jelas dalam industri minyak dan gas di Amerika Serikat. Industri ini memberikan kontribusi besar terhadap degradasi lingkungan melalui aktivitas pengeboran yang masif dan emisi karbon yang tinggi. Salah satu contoh kontroversial adalah proyek pengeboran Willow di Alaska yang dilakukan di wilayah sensitif dan berpotensi merusak ekosistem lokal. Proyek ini menciptakan infrastruktur seperti jalan kerikil tebal dan pad pengeboran sehingga mempercepat pencairan permafrost, memperburuk perubahan iklim, dan mengancam habitat lokal (Center for American Progress, 2023). Selain itu, bencana tumpahan minyak Deepwater Horizon pada tahun 2010 yang mengakibatkan tumpahan 134 juta galon minyak ke perairan Teluk Meksiko. Tragedy ini menunjukkan dampak besar dari industri ini terhadap ekosistem laut dengan biaya pemulihan lebih dari $65 miliar (EESI, 2021). Contoh-contoh ini menggarisbawahi kebutuhan mendesak untuk transisi menuju ekonomi berbasis energi bersih yang menekankan keberlanjutan dan keadilan lingkungan.

Studi Kasus: Penebangan Hutan di Oregon

Oregon memiliki kawasan hutan yang mencakup sekitar 30,5 juta hektar, atau hampir setengah dari total wilayah negara bagian tersebut. Namun, hutan ini sering kali menjadi sasaran penebangan karena kebutuhan ekonomi, terutama untuk mendukung industri kayu. Data menunjukkan bahwa antara tahun 2001 dan 2020, Oregon kehilangan lebih dari 1 juta hektar hutan, yang setara dengan sekitar 3% dari total tutupan hutannya.

Deforestasi yang terjadi memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap lingkungan. Penebangan yang tidak memperhatikan prinsip keberlanjutan mengurangi kemampuan hutan dalam menyerap karbon dioksida dan menghasilkan oksigen. Selain itu, hilangnya vegetasi juga memicu erosi tanah, menurunkan kualitas air, dan mengancam habitat alami berbagai spesies. Secara sosial dan budaya, deforestasi yang masif merusak situs-situs sakral, mengganggu akses ke sumber daya tradisional, serta mengancam keseimbangan ekologi yang telah dijaga selama berabad-abad.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun