Mohon tunggu...
Anggi Azzuhri
Anggi Azzuhri Mohon Tunggu... Penulis - Islamic Studies Research Fellow and Freelance Writer

Sebagai alumni Qatar Foundation yang punya visi "Innovation, Breakthrough, Discovery", saya berusaha untuk memenuhi visi ini. Langkah yang saya lakukan adalah dengan menjadi seorang penulis lepas dan membangkitkan semangat literasi pada orang Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tafsir Bil Ra'yi (Bukan) Tafsiran Akal

15 September 2020   15:04 Diperbarui: 31 Oktober 2020   14:46 594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tulisan ini berangkat dari miskonsepsi yang terjadi dikalangan pelajar Ulumul Qur'an, metode Tafsir, bahkan oleh seorang yang telah menyelesaikan Doktoral. 

Saya melihat ada sebuah kebiasaan dikalangan akademisi yang saya anggap cukup buruk. Kebiasaan itu adalah menolak mengatakan "saya tidak tahu detailnya" ketika berhadapan dengan sebuah permasalahan yang belum pernah didalami sebelumnya. 

Alih-alih mengakui ketidaktahuan --yang sebenarnya hal ini tidaklah tercela-- sebagian orang yang telah menyandang gelar akademik tinggi menutup rasa malunya dengan menjelaskan sesuatu berdasarkan intuisi, atau lebih simplenya sok tau. 

Hanya dengan bermodalkan melihat etimologi sebuah istilah, lalu menyimpulkan bahwa konsep yang dikandung istilah tersebut juga sama dengan etimologinya.

Hal ini ditemukan pada konsep Tafsir bil ra'yi. Pendekatan tafsir Al-Qur'an secara umum terbagi tiga: Athari, Ra'yi, dan 'Irfani atau Isyari. Ketiga konsep ini pada dasarnya bukanlah pembagian yang terpisah dan tidak terkait satu sama lain. Akan tetapi, penamaan tiga pendekatan ini didasari pada proses analisa dan proses presentasi dalil. 

Tafsir sendiri menurut Badruddin az-Zarkashi, penulis Al-Burhan fii ulumil Qur'an, adalah sebuah ilmu yang bertujuan menjelaskan makna-makna Al-Qur'an, kemudian menyimpulkan hukum dan hikmah yang dikandung. (Jalaluddin As-Suyuti, Al-Itqan fii ulumil Qur'an, v.2 p. 174) 

Untuk mencapai tujuan Tafsir yang disebutkan oleh Imam Az-Zarkashi, maka tentu saja menggunakan dalil-dalil yang diterima secara syari'at. Lalu dengan dalil tersebut lahirlah penafsiran atau penjelasan makna yang dikandung suatu kata, ayat, atau surah. Adapun pendekatan yang digunakan dalam analisa dalil, dan cara penfasiran ada tiga: bil ma'thur, bil Ra'y, bil 'irfan. 

Tafsir bil ma'thur adalah sebuah tafsir yang berfokus pada riwayat. Riwayat tersebut dikumpulkan, dianalisa kekuatan sanad, dan jika penjelasan singkat dibutuhkan maka riwayat tersebut dijabarkan. 

Sehingga hasil tafsirannya adalah presentasi riwayat-riwayat terkait ayat tersebut saja. Penjelasan makna kosakata dengan menyebutkan sebuah riwayat, penyimpulan hukum dengan menyebutkan riwayat, dan jarang ditemukan penjelasan hikmah suatu ayat karena dalil yang terbatas. 

Kemudian Tafsir isyari atau 'irfani yang biasanya digunakan oleh sebagian ulama sufi menggunakan 'irfan atau kasyf sebagai dalil penafsiran. Secara jujur saya tidak mengetahui detail tafsir ini secara mendalam. 

Sementara tafsir bil ra'yi adalah penafsiran yang menggunakan metode-metode logika pada suatu ayat. Perlu ditekankankan bahwa Mufassir bil ra'yi bukanlah menafsirkan Al-Qur'an dari akalnya, tetapi menggunakan metode berfikir untuk menjelaskan suatu ayat yang tentunya menggunakan dalil-dalil riwayat. 

Yang membuat tafsir bil ra'yi ini berbeda dengan tafsir bil ma'thur adalah, analisa tafsir bil ra'yi adalah analisa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang lahir dari akal tentang suatu ayat. 

Sebagai contoh: kata yang ada di ayat kedua surah Al-fatihah melahirkan sebuah pertanyaan tentang apa makna dari kata tersebut lantaran bentuknya jama'.

Lalu para mufassir menjawab dengan cara penjelasan dilalat (makna-makna) yang terkandung atau yang mungkin dikandung oleh kosakata tersebut. Setiap dilalah atau semantik tentunya muncul dari dalil-dalil yang digunakan oleh Tafsir bil ma'thur, mulai dari dalil Qur'an bil Qur'an, atau Hadits Mutawatir, Hadits ahad, qaul sahabah, qaul tabi'in atau Israiliyat. 

Bahkan dilalat yang lahir dari hadits mawdhu' pun akan dimunculkan. Mufassir tersebut kemudian melakukan ta'lil analisa mendalam soal seluruh dilalat itu. Hingga melahirkan kesimpulan mana dilalah yang diterima dan mana yang tidak diterima.

Beberapa ulama bahkan hanya menfokuskan pada sisi linguistik Al-Qur'an saja sehingga nantinya lahir apa yang sebut dengan Tafsir Lughawi. Begitu juga ulama-ulama yang menggunakan pendekatan tematik, dimana ayat-ayat yang memiliki khitab yang sama dikumpulkan lalu ditafsirkan. 

Keduanya masuk ke dalam kategori Tafsir bil ra'yi karena menjawab pertanyaan yang lahir dari akal. Satu tambahan penting lainnya dalam perbedaan antara Tafsir bil ma'thur dan Tafsir bil ra'yi adalah pada fokus ta'lil atau analisa. 

Tafsir bil ma'thur berfokus pada kekuatan riwayat, sementara Tafsir bil ra'yi berfokus pada konten suatu ayat. Sehingga mayoritas Tafsir bil ma'thur terkadang punya penjelasan kontradiktif karena sudah menjadi hal yang biasa, beberapa riwayat punya konten yang kontradiktif antar satu dengan lainnya.

Penggunaan akal secara mutlak didalam penfasiran Al-Quran adalah sesuatu yang dilarang berdasarkan hadits yang disebutkan di Tafsir At-Tabari volume ke satu halaman 77. 

Hadits ini sering dijadikan landasan bagi mereka yang menolak Tafsir bil ra'yi, namun dengan pemaknaan yang keliru soal Tafsir bil ra'yi. Jika kita melakukan penelitian mendalam ke kitab-kitab tafsir yang ditulis oleh ulama-ulama seperti Zamakhshari dan Fakhruddin Ar-Razi.

Maka tidak akan kita temukan mereka menafsirkan sesuatu yang tidak ada dalil riwayatnya. Bahkan mereka mengkritisi tafsiran-tafsiran nyeleneh yang ada dengan dalil-dalil naqli dan aqli. 

Tentunya disini telah terjadi kesalahpahaman soal apa itu tafsir bil ra'yi hingga muncul tuduhan-tuduhan atas sebagian mufassirin dengan label zindiq, ahlul bid'ah dan munafiqin. 

Hal ini tentunya tidak terlepas dari tidak mampunya seseorang untuk mempelajari sesuatu secara komprehensif terlebih dahulu sebelum berbicara banyak soal 'Ulum Islamiyah.

Ikuti saya di facebook untuk menerima tulisan terbaru saya melalui link berikut

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun