Mohon tunggu...
Ibnu Mubarok
Ibnu Mubarok Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Politik Fakultas Komunikasi dan Sosial Politik Universitas Sains Al-Qur'an Wonosobo

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dampang Perang Rusia dan Ukraina bagi Perekonomian Indonesia

13 Januari 2023   16:03 Diperbarui: 13 Januari 2023   16:17 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

 Seperti yang telah kita ketahui bersama Rusia yang dipimpin oleh Vladimir putin melakukan operasi militer ke Ukraina pada tanggal 24 Februari 2022. Sebenarnya isi penyerangan Rusia ke Ukraina telah bergulir sejak tahun 2021 dan mencapai puncaknya pada 21 Februari 2022 ketika Presiden Rusia Vladimir Putin mengakui kemerdekaan milisi rakyat Donbas,  Republik rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk. Pada saat itu, dekrit pengiriman pasukan dengan dalih "menjaga keamanan" juga ditandatangani Valdimir Putin. Sehari setelahnya parlamen Rusia menyetujui mobilisasi tentara yang diusulkan Putin. 

Persis 24 Februari 2022, Preside Rusia Putin tiba-tiba mengumumkan "operasi militer". Serangan dilakukan di sejumlah kota di Ukraina. Barat menyebutnya invasi. Amerika Serikat dan sekutu menyebut Rusia melanggar kedaulatan negara lainnya.

Jika kita lihat kebelang dahu Ukraina merupakan bagian dari Uni Soviet namun pada akhir tahun 1980-an, pemimpin Uni Soviet yang terakhir, Mikhail Gorbachev, mencoba merestrukturisasi negara yang dipimpinnya melalui kebijakan glasnost dan perestroika, tetapi justru memicu perpecahan di Uni Soviet yang akhirnya secara resmi bubar pada tanggal 26 Desember 1991 setelah gagalnya percobaan kudeta pada bulan Agustus sebelumnya. Dan kemudian  hak dan kewajiban negara ini dilanjutkan oleh Rusia.

 Invasi Rusia ke Ukraina terjadi karena presiden Ukraina sekarang yakni karena Presiden Ukraina Volodimir Zelensky lebih dekat dengan Nato dan ia juga berniat menjadi anggota Nato sedangkan Rusia tidak menginginkan Ukraina bergabung dengan Nato, Rusia menganggap jika Ukraina bergabung dengan Nato itu merupakan senbuah ancaman yang nyata bagi Rusia

Perang antara Rusia dan Ukraina sudah sangat lama yakni sejak 24 Februari 2022 hingga sekaang 13 Januari 2023 selain sudah memakan banyak korban dari ke-2 negara tersebut perang antara Rusia dan Ukraina tersebut juga berdampak ke negara lain di Dunia. Dari sektor energi sendiri rentetan sanksi yang di berikan Barat kepada Rusia telah memaksa Rusa memangkas pasokan gas sekitar 60 % kepada negara negara Uni Eropa, karena hal ini banyak negara negara di eropa harus melakukan transisi yakni memgganti bahan bakar yang semula gas alam kini harus berganti ke batu bara. 

Selain di negara Eropa dampak dari perang Rusia dan Ukraina juga berdampak ke seluruh dunia seperti naiknya harga minyak mentah sebesar 350 % hanya dalam kurun waktu satu tahun saja. Selain itu, blokade Rusia terhadap Ukraina di Laut Hitam juga telah berdampak kepada naiknya harga komoditas dunia, terutama gandum, jagung, dan minyak bunga matahari. Pasalnya, kedua negara tersebut adalah pengekspor 7,3 persen gandum dunia, pengekspor 70 persen minyak bunga matahari dunia, dan pengekspor 2,6 persen jagung dunia.

Perang antara rusia dan ukraina memang sangat mempengaruhi perekonomian Dunia, baik bagi negara negara maju ataupun tidak maju. Dengan naiknya harga minyak mentah otomatis mempengaruhi harga harga barang lainya

Dampak perang Rusia dan Ukraina terhadap perekonomian Indonesia

Disaat negara negara di Dunia sedang sedikit demi sedikit membangun perekonomiannya kembali pasca krisi Pandemi Covid-19 Dunia dikejutkan dengan invasi Rusia ke Ukraina dan mengakibatkan harga minyak dunia naik sebesar 350% dan berimbas pada naiknya barang barang lain dan juga krisis pangan di Dunia. Jika dampak invasi Rusia ke ukraina sendiri sudah membuat negara Maju mnderita apalagi untuk negara berkembang dan juga negara tidak maju. Indonesia sendiri juga merupakan negara yang terdampak oleh perang tersebut, terutama di bidang ekonomi.

Kenaikan harga disektor pangan sendiri merupakan akibat dari terhambatnya perdagangan Indonesia dengan Rusia dan Ukraina, Karena Ukraina merupakan pemasok gandum terbesar bagi Indonesia sedangkan bagi Ukraina Indonesia merupakan tujuan Ekspor gandum terbesar ke 2 setelah Mesir. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan Ukraina memasok 2,96 juta ton gandum atau setara 27% dari total 10,29 juta ton yang diimpor Indonesia pada 2020. 

Kenaikan Gandum sendiri cepat atau lambat mungkin akan menyebabkan kenaikan bahan pokok lain di Indonesia, karena gandum adalah bahan yang digunakan untuk membuat produk seperti Roti, Mie Instan, dan terigu. Indonesia sendiri merupakan  negara pengonsumsi mi instan terbesar kedua di dunia, dengan total 12,6 miliar porsi pada 2020. Dampak kenaikan harga pangan berbahan gandum di Indonesia, menurut Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Adhi S. Lukman, akan sangat dipengaruhi oleh berapa lama invasi Rusia di Ukraina terjadi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun