Mohon tunggu...
Ian Kassa
Ian Kassa Mohon Tunggu... Freelancer - Merdeka dalam berpikir.

Percaya bahwa tak ada eksistensi tanpa perbedaan. Serta percaya pada proses, bukan pada mitos.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sesat Itu karena Tidak Memahami

31 Oktober 2017   00:52 Diperbarui: 31 Oktober 2017   12:45 855
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Shutterstock

Suatu ketika saya berbelanja di koperasi Pesantren tempat saya mengajar. Tiba-tiba salah seorang guru yang kebetulan ada di situ memberikan komentar, "Eh, itu lambang Komunis, kah?" katanya sambil mengarahkan telunjuknya ke baju kokoh putih yg saya pakai. Di baju kokoh saya tersebut memang ada sebuah logo berwarna merah tepat di bagian dada sebelah kanan.

"Oh, ini. Saya gak tau ini logo apa. Tapi yg jelas ini bukan logo Komunis." jawabku membatah. "Lagian menurut bapak Komunis itu apa, sih?" kataku balik bertanya.

"Komunis itu kumpulan orang-orang yang tidak bertuhan dan anti agama." jawab dia.

Jujur saja, saat mendengar jawabannya saya ingin tertawa. Tapi tidak saya lakukan sebab saya khawatir dia tersinggung. Toh, lagian juga menertawakan jawaban orang rasanya tidak bijak.

Di lain waktu, saya juga pernah berbincang ringan dengan salah seorang ustadz yang merupakan salah satu pengurus pesantren di tempat saya mengajar. Dalam perbincangan itu beliau mewanti-wanti saya untuk tidak menganut paham Sekularisme. Menurutnya Sekularisme itu berbahaya dan bisa merusak keimanan seorang muslim. Ketika itu saya menanggapinya dengan santai dan tidak bersikap reaktif.

Dua contoh kasus tadi, menurut saya mewakili bentuk kesalahan dalam memberikan persepsi terhadap suatu ideologi. Persepsi seperti ini dengan mudahnya bisa kita temukan. Khususnya di media sosial. Misalnya, pernah satu ketika saya melihat foto seorang demonstran yang membawa embel-embel demonstrasi yang bertuliskan, "PKI = LIBERALISME". Sangat jelas bahwa ada kesalahan persepsi. Pertanyaannya, apa faktor utama yang menyebabkan hal tersebut bisa terjadi? Karena tidak memahami dengan benar mengenai apa yang hendak mereka persepsikan.

Ketersesatan itu bukan soal keyakinan. Tapi karena ketidak pahaman. Kenapa tidak paham? Tentu karena tidak belajar. Bagaimana cara belajar yang tepat dan benar? Merujuklah pada sumber atau referensi yang lebih otoritatif terhadap sesuatu.

Sebagai contoh, jika ingin memahami dengan baik mengenai PKI, maka belajarlah dari ahli sejarah. Jika tidak bisa, bacalah buku-buku yang mengulas tentang PKI secara objektif. Bukan kepada orang yang berbicara tentang PKI tapi atas dasar kebencian apalagi jika sudah dilatar belakangi oleh kepentingan politik.

Selanjutnya belajarlah dengan cara yang lebih konfrehensif. Tidak dengan cara yang parsialistis. Belajarlah dengan cara melihat secara terbuka, bukan dengan cara menggunakan sudut pandang kuda. Dan yang lebih penting jadilah orang yang bisa lebih kritis agar bisa menjadi manusia yang selektif sebelum melontarkan suatu persepsi.

Olehnya itu, saya tidak heran ketika menemukan kebodohan-kebodohan seperti ini dipertontongkan. Baik itu secara nyata, mau pun melalui dunia maya. Namun, yang saya cemaskan adalah potensi nyata di mana orang-orang seperti ini akan dengan mudahnya termakan isu dan propaganda saat musim-musim politik digelar.

Jika anda cemas seperti saya, itu artinya kita sama merasa bertanggung jawab mengedukasi masyarakat untuk mengajak mereka memiliki persepsi yang benar terhadap sesuatu.

Salam damai, mari belajar.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun