Mohon tunggu...
Mahéng
Mahéng Mohon Tunggu... Penulis - Travel Writer

Saat ini, selain tertarik mengikuti kegiatan pengabdian masyarakat, ia terus belajar menulis serta sangat terpikat pada jurnalisme dan sastra. Perspektifnya sangat dipengaruhi oleh agama dan filsafat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Krisis Multikulturalisme: Transformasi Pendidikan dan Pengakaran Ideologi Pancasila

4 Juni 2023   12:34 Diperbarui: 4 Juni 2023   12:42 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (KOMPAS/JITET)

Pada sisi ini, sangat penting bagi bangsa Indonesia untuk diyakinkan bahwa, seperti yang diungkapkan oleh John Garner, "tidak ada bangsa yang dapat mencapai kebesaran jika bangsa itu tidak percaya pada sesuatu, dan jika sesuatu yang mereka yakini tidak memiliki dimensi moral yang kuat untuk menopang peradaban yang besar."

Masih sejalan dengan pernyataan John Garner, saya teringat dengan pernyataan tajam Prof. Salim Said dalam Program TV Indonesia Lawyers Club tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

Pernyataannya menghadirkan pertanyaan yang menggugah: Mengapa Indonesia belum mencapai kemajuan sebanding dengan negara-negara lain?

Prof. Salim Said secara tajam mengajukan pertanyaan mengapa negara seperti Singapura, Korea Selatan, Taiwan, dan Israel berhasil mencapai kemajuan yang signifikan.

Salah satu faktornya adalah adanya ketakutan yang mendorong mereka untuk berinovasi dan berkembang. Taiwan takut akan ancaman dari Cina daratan, Korea Selatan takut akan Korea Utara, Singapura takut karena mayoritas penduduknya Tionghoa berada di tengah-tengah masyarakat Melayu, dan Israel takut karena terletak di tengah-tengah masyarakat Arab.

Mereka menyadari bahwa jika mereka tidak menjadi kuat dan unggul, mereka dapat dilibas oleh tekanan eksternal yang ada.


Namun, Indonesia jangankan Pancasila, Tuhan pun tidak ditakuti.

PANCASILA TIDAK CUKUP HANYA MENJADI KLAIM, dihafal, dan diupacarakan, tetapi harus benar-benar dibudayakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Paradigma "Pelajar Pancasila" yang diperkenalkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) memiliki beberapa nilai inti yang sangat dijunjung tinggi.

Pertama, peserta didik diharapkan memiliki moralitas yang baik dan taat terhadap agama, yaitu beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia.

Selain itu, mereka juga diharapkan mampu berpikir secara kritis, memiliki kreativitas yang berkembang, dan memiliki kemampuan untuk aktif mencari ilmu secara mandiri. Selanjutnya, nilai gotong royong juga menjadi bagian penting dalam paradigma ini, di mana peserta didik diajarkan untuk saling membantu dan bekerja sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun