Mohon tunggu...
I Gede Sutarya
I Gede Sutarya Mohon Tunggu... Dosen - Penulis dan akademisi pada Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar

Lahir di Bangli, 8 November 1972 dari keluarga guru. Pendidikan SD sampai SMA di tempat kelahirannya Bangli. Menempuh Diploma 4 Pariwisata di Universitas Udayana selesai tahun 1997, S2 pada Teologi Hindu di IHDN Denpasar selesai tahun 2007, dan S3 (Doktor Pariwisata) di Universitas Udayana selesai tahun 2016.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bali "Homestay", Pariwisata Pasca Pandemi Covid 19

29 November 2021   19:47 Diperbarui: 29 November 2021   19:49 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Beberapa homestay, bahkan pemilik merangkap karyawan sehingga mengurangi beban biaya karyawan. Biaya rutin pemeliharaan homestay juga kecil, sehingga penurunan pendapatan pada masa pandemi tidak terlalu berpengaruh.

Homestay juga memiliki keunggulan dalam pemasaran pariwisata budaya. Apabila wisatawan tinggal di homestay maka mereka akan mendapatkan pengetahuan dan pengalaman asli dari penduduk lokal Bali. Contohnya pada homestay, wisatawan bisa berinteraksi langsung dengan tuan rumah. 

Wisatawan juga bisa mengamati aktivitas tuan rumah sehari-hari ketika tuan rumah menjalankan budayanya seperti upacara-upacara kecil sehari-hari.

Oleh karena itu, pemasaran homestay ini tinggal menunggu keberpihakan pemerintah kepada usaha rakyat. Pada masa-masa sebelumnya, pemerintah kerap membatasi perkembangan homestay karena kesulitan dalam memungut pajaknya. Pemilik homestay enggan berurusan dengan pajak. Apalagi jika mereka tidak berurusan dengan pinjam-meminjan di bank.  

Akan tetapi, perkembangan homestay ini sangat membantu ekonomi masyarakat sehingga pemerintah sebenarnya bisa bermain pada sektor pajak yang lainnya, di luar pajak hotel dan restoran. 

Tetapi pemerintah enggan bermain pada sektor kecil ini sehingga lebih bergairah dengan sektor usaha pariwisata besar sehingga selalu menggadang-gadang investasi asing.

Keengganan pemerintah bermain pada sektor usaha kecil ini berdampak pada masa pandemi ini. Hotel-hotel berbintang mulai tak bisa menjalankan operasionalnya. Karyawan-karyawan hotel pun banyak dirumahkan. 

Ketika ketatnya protokol kesehatan mulai dibuka, hotel-hotel berbintang ini tak bisa menutupi biaya operasional karena pariwisata masih mengandalkan pasar dalam negeri. Pada pasar dalam negeri ini, hotel non-bintang dan homestay mendapatkan kesempatan untuk bisa menjalankan usahanya.

Jika pemerintah sejak awal mendorong usaha-usaha kecil ini maka keadaan ekonomi Bali tak akan mengalami pertumbuhan minus. Sebab usaha-usaha mikro ini akan dengan mudah berbalik arah atau memutar aluhan pada situasi-situasi sulit. Kasus Yogyakarta menunjukkan bahwa daerah itu tidak mengalami keterpurukan ekonomi separah Bali walaupun sama-sama mengandalkan pariwisata. ]

Hal itu terjadi karena usaha-usaha kecil di Yogyakarta cepat berputar arah untuk berjualan online berbagai cenderamata Yogyakarta sehingga bisa menutupi keterpurukan pada kunjungan wisata. 

Usaha-usaha pariwisata besar di Bali tak bisa cepat berbalik arah seperti itu. Mereka hanya bisa menjual perlengkapan-perlengkapan hotelnya dengan harga murah agar bisa bertahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun