Santri digital adalah wajah baru perjuangan kebangsaan. Mereka berjuang bukan lagi dengan bambu runcing, tetapi dengan pena, kamera, dan jaringan internet. Mereka mengedukasi masyarakat dengan cara yang kreatif, tapi tetap berpijak pada nilai moral pesantren.
---
Refleksi: Menjadi Santri yang Global dan Nasionalis
Sebagai generasi yang tumbuh di tengah perubahan cepat, santri harus menyiapkan diri menjadi insan global tanpa kehilangan keindonesiaannya. Menjadi santri global bukan berarti meninggalkan kitab kuning, tetapi menafsirkan ulang ajarannya dalam konteks kekinian.
Santri yang nasionalis tidak hanya mengibarkan bendera merah putih pada 17 Agustus, tapi juga menunjukkan loyalitasnya kepada bangsa melalui kerja nyata --- mengajar di desa, memberdayakan masyarakat, dan menjaga harmoni antarumat beragama.
Dalam pandangan saya, nasionalisme religius santri adalah modal besar bangsa ini untuk menghadapi krisis nilai. Di saat banyak generasi muda kehilangan arah, santri menawarkan teladan integritas dan keikhlasan. Mereka membuktikan bahwa cinta tanah air tidak harus diteriakkan dengan slogan, tapi bisa diwujudkan melalui pengabdian dan ilmu yang bermanfaat.
---
PENUTUP
Menjadi santri hari ini berarti memikul dua tanggung jawab besar: menjaga agama dan membangun bangsa. Dua hal itu tidak bisa dipisahkan, karena keduanya lahir dari sumber nilai yang sama --- cinta kepada Allah dan kasih kepada sesama manusia.
Dalam arus globalisasi yang serba cepat dan materialistik, santri mengingatkan kita untuk berhenti sejenak, menundukkan hati, dan bertanya: ke mana arah bangsa ini jika nilai moral dan spiritual ditinggalkan?
Jawabannya jelas: bangsa ini akan kehilangan jiwanya.