Mohon tunggu...
Humaira
Humaira Mohon Tunggu... MAHASISWI UIN SULTANAH NAHRASIYAH

Nama saya adalah Humaira, seorang mahasiswa aktif pada Program Studi Pendidikan Agama Islam di UIN SULTANAH NAHRASIYAH Lhokseumawe. Saya memiliki minat besar dalam bidang pendidikan, kepenulisan, dan pengembangan diri, khususnya yang berkaitan dengan nilai-nilai keislaman dan moderasi beragama. Saya gemar membaca buku-buku bertema motivasi, spiritualitas, dan biografi tokoh-tokoh inspiratif. Selain itu, saya juga menyukai kegiatan menulis opini dan artikel pendidikan, serta aktif mengikuti berbagai pelatihan kepemudaan, seminar, dan organisasi kampus. Hobi ini tidak hanya menjadi sarana pengembangan wawasan, tetapi juga melatih keterampilan komunikasi dan berpikir kritis saya. Dalam hal kepribadian, saya dikenal sebagai pribadi yang tekun, bertanggung jawab, dan mudah beradaptasi. Saya senang belajar hal baru dan terbuka terhadap masukan untuk terus berkembang. Dengan semangat belajar yang tinggi, saya berupaya menjadikan setiap pengalaman sebagai batu loncatan untuk mencapai tujuan hidup dan memberi manfaat bagi lingkungan sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menanam Moderasi Beragama Sejak Dini : Peran Penting Kurikulum PAI di Era Digital

19 Juli 2025   08:00 Diperbarui: 19 Juli 2025   00:41 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Mahasiswi Jurusan Pendidikan Agama Islam, UIN Sultanah Nahrasiyah Lhokseumawe

Di tengah derasnya arus digitalisasi dan keragaman budaya yang semakin dinamis, Indonesia membutuhkan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga matang secara spiritual dan sosial. Salah satu kunci untuk membentuk generasi seperti itu adalah melalui moderasi beragama---sikap beragama yang adil, toleran, inklusif, dan menolak kekerasan.

Moderasi beragama bukanlah konsep asing dalam Islam. Al-Qur'an sendiri menyebut umat Islam sebagai ummatan wasathan (umat yang moderat) dalam QS. Al-Baqarah ayat 143. Sayangnya, nilai luhur ini sering terlupakan dalam praktik pendidikan agama di sekolah, terutama saat peserta didik lebih akrab dengan doktrin yang kaku atau bahkan informasi ekstrem dari media sosial.

Di sinilah kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) memiliki peran vital. Kurikulum bukan hanya kumpulan materi pelajaran, tetapi juga alat transformasi nilai dan karakter. Melalui kurikulum PAI yang dirancang secara kontekstual dan adaptif terhadap era digital, nilai-nilai moderasi beragama bisa diinternalisasikan secara lebih efektif kepada peserta didik.

Namun, tantangannya tidak sedikit. Masih banyak guru yang belum terlatih dalam mengintegrasikan nilai-nilai moderasi dalam proses pembelajaran. Banyak sekolah masih berorientasi pada hafalan materi agama, bukan pembentukan sikap. Di sisi lain, anak-anak terpapar konten keagamaan ekstrem di media digital tanpa bimbingan kritis. Akibatnya, lahir generasi yang kaku dalam memahami agama, bahkan mudah terprovokasi oleh narasi intoleransi.

Padahal, jika dimanfaatkan secara bijak, media digital justru bisa menjadi alat efektif untuk menanamkan nilai-nilai Islam yang damai dan inklusif. Video pembelajaran, aplikasi interaktif, hingga podcast islami bisa menjadi media pembelajaran yang menarik dan mencerahkan. Kuncinya ada pada bagaimana guru dan kurikulum mampu merangkul teknologi, bukan malah alergi terhadapnya.

Lebih jauh lagi, moderasi beragama harus hadir bukan hanya sebagai materi pelajaran, tetapi juga dalam cara guru mengajar, cara siswa berdiskusi, serta dalam atmosfer sekolah secara keseluruhan. Sekolah seharusnya menjadi laboratorium toleransi---tempat perbedaan dipahami, bukan dijauhi.

Maka, pembaruan kurikulum PAI di era digital harus diarahkan pada tiga hal utama:

  1. Integrasi nilai-nilai moderasi secara sistematis dalam materi dan metode pembelajaran,
  2. Peningkatan kapasitas guru dalam memahami dan mengajarkan moderasi,
  3. Pemanfaatan teknologi digital untuk memperluas jangkauan dan daya tarik pendidikan Islam yang damai.

Pendidikan agama yang tidak adaptif hanya akan melahirkan generasi yang rapuh dalam menyikapi keberagaman. Sebaliknya, pendidikan agama yang kontekstual, toleran, dan melek digital akan melahirkan pemuda-pemudi Indonesia yang menjadi agen perdamaian di tengah masyarakat multikultural.

Sudah saatnya kita tidak hanya mengajarkan apa itu agama, tetapi juga bagaimana beragama dengan damai, ramah, dan penuh kasih sayang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun