Sebagai mahasiswa dan kader dari suatu organisasi di kampus, sikap yang paling utama dipertahankan adalah idealisme dalam menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan intelektual.Â
Oleh karena basis di dalam ruang lingkup kampus adalah persaingan intelektual, maka kewajiban meningkatkan intelektual mahasiswa merupakan suatu keharusan.Â
Disamping itu adalah nilai-nilai moral. Betapa tidak, mahasiswa- mahasiswa yang belajar di Perguruan Tinggi adalah harapan nyata untuk kelak menjadi ruh bagi masyarakat ketika kembali ke kampung halaman. Hanya dengan sikap itu gerakan kader dari organisasi kampus akan diperhitungkan oleh semua sivitas akademika yang tergabung di dalam kampus.
Sikap intelektual itu bukan berarti kegiatan yang selalu berkaitan dengan bidang keilmuan yang menjadi bidang mahasiswa di dalam jurusan atau dengan kata lain keilmuan yang hanya ada di SKS, tetapi jauh lebih substantif adalah kepekaan mahasiswa dalam membaca diskursus-diskursus keilmuan yang berkembang.Â
Misalkan, keilmuan spiritual dan keindonesiaan. Jika dijabarkan maka ilmu-ilmu seperti filsafat, sosial, budaya, sastra, politik dan sebagainya sangat penting untuk dikembangkan. Sehingga tradisi diskusi tidak normatif atau stagnan, tetapi akan mencapai pada diskusi intelektual yang dinamis dan menambah wawasan keilmuan.
Tidak hanya cukup dengan itu, sikap yang juga harus diambil oleh kader organisasi di kampus adalah dalam dunia tulis menulis. Dinamika gerakan mahasiswa tidak akan pernah lepas dari kegiatan menulis.Â
Dalam tugas makalah, skripsi, laporan Kuliah Kerja Nyata adalah beberapa contoh dari aktivitas mahasiswa yang selalu terkait dengan dunia tulis. Apalagi jika harus mengungkap gagasan di kampus, koran harian, penelitian dan sebagainya.Â
Oleh karena itu, menulis merupakan kebutuhan pokok mahasiswa serta jalan paling ampuh untuk menyampaikan gagasan. Di samping itu, dengan membiasakan menulis dapat mempertajam nalar kritis mahasiswa dan analisis terhadap penelitian yang akan ditempuh seperti skripsi, tesis, jurnal maupun disertasi.
Dari itu semua bisa dipastikan bahwa persaingan yang paling subtantif di ranah kampus adalah dalam bidang intelektual. Menguasai intelektualisme tidak hanya sebuah bekal untuk menjadi guru, dosen, akademisi, intelektual ataupun cendekiawan, melainkan profesi apapun memerlukan modal ini, karna tanpa modal intelektual rasanya sangat sulit untuk bersaing dalam segala leading sektor, seperti menjadi aktivis, pejabat pemerintahan, guru, dosen, wartawan, pengusaha, advokat, sampai tokoh masyarakat.
Dalam konteks kaderisasi, tidak ada persaingan politik praktis antar organisasi mahasiswa manapun. Perebutan kader untuk bergabung dengan organisasi sama sekali bukan persaingan politis.Â
Hal itu lumrah karena tiap organisasi pasti melakukan pengkaderan yang mana mau tidak mau harus mencari dan menyiapkan kader untuk melanjutkan perjuangan dengan semangat cita-cita mulia organisasi.Â